Measurement

99 14 7
                                    

Ketika Seiko memasuki ruang latihan, ia bersyukur melihat para anggota UNDEAD sedang beristirahat. Keempat idol di dalam ruangan juga segera menatapi produser mereka dengan heran. Bertanya-tanya apa yang dibutuhkan olehnya.


"UNDEAD, bisakah aku meminta waktu kalian untuk sebentar?" tanya Seiko. Dia segera menunjukkan meteran dan buku miliknya kepada idol kuartet tersebut. "Aku perlu mengukur kalian lagi agar ukuran kostum kalian sesuai. Sudah lama semenjak kalian terakhir kali diukur, bukan?"


"Eeh? Sekarang?" Koga mengerang pelan.


"Tentunya, kau tidak mau kalau kostummu terlalu ketat karena kau sudah tumbuh, bukan?" balas Seiko. Dia segera menutup pintu dan melangkah mendekat. "Mmengukur tidak butuh waktu lama, jadi aku tidak akan memakan banyak waktu dari latihan kalian. Tenang saja."


"Kalau begitu mohon bantuannya, Jou-chan," Rei tersenyum ramah.


Seiko membalasnya dengan senyuman yang sama. "Kalau begitu dimulai dari Koga-kun..."


Seiko memulai mengukur para anggota UNDEAD. Di luar dugaan, mereka semua tetap tenang dan menurut selama Seiko melakukan pekerjaannya. Setidaknnya itu memudahkan Seiko dan tidak membuatnya merasa canggung.


Tidak ada banyak perubahan, tetapi jelas ada sedikit pertumbuhan pada beberapa anggota. Terlebih Adonis yang memang rajin olahraga. Selain itu tidak ada hal yang Seiko catat sendiri di kepalanya. Dalam waktu singkat dia sudah mencapai orang terakhir.


"Sakuma-senpai..." panggil Seiko pelan.


Rei segera mendekat dan berdiri di hadapan gadis itu. Seiko tidak menunggu lama dan memulai mengukur seniornya. Sementara Rei sendiri memperhatikan Seiko. Toh, tidak ada hal lain yang bisa dilakukan sambil menunggu. Posisinya saat ini juga sedang membelakangi yang lain sehingga tidak ada hal lain yang bisa dia lihat..


Netra merahnya menatapi Seiko dengan teliti. Ia memperhatikan bagaimana tangannya tampak kecil dengan jemari yang cukup lentik. Bagaimana dia lebih pendek darinya, tetapi tidak membuat tubuhnya lebih mungil dari Rei. Sejujurnya mungil juga bukan kata yang cocok untuk menjelaskan produser berambut hitam yang satu ini.


Pemuda itu mengangkat lengannya saat Seiko mulai mengukur lingkar tubuhnya. Seiko melangkah mendekat, sehingga Rei bisa melihat lebih jelas lagi. 'Oh, bulu matanya lentik juga ya,' pikir Rei saat menatapi wajah gadis itu. Dia masih sedikit kesulitan melihat wajahnya dengan jelas dengan poni yang gadis itu miliki.


Rasanya sayang sekali. Dia mengakui, Seiko itu cantik. Wajahnya yang terlihat dewasa memberikan pesona tersendiri kepada gadis itu. Ditambah dengan hidung yang mungil dan bibir yang tipis. Kulitnya putih dan mulus, jelas Seiko merawat dirinya dengan baik. Karena itu, sayang sekali dia selalu berusaha menyembunyikan apa yang dia miliki.


Kemudian Rei mengedipkan kedua matanya. Ia menahan tawa miris. 'Hm, tidakkah aku terlihat seperti orang aneh sekarang...?'


Seiko tersenyum sambil mencatat catatan terakhir di bukunya. "Itu yang terakhir. Terima kasih banyak, Sakuma-senpai," katanya sambil melangkah mundur. "Maaf sudah mengganggu waktu kalian. Sekarang bisa melanjutkan latihan kalian—"


Kalimatnya berhenti ketika tubuhnya ditarik pelan menuju tubuh senior di hadapannya. Salah satu tangan milik Rei berada di belakang kepalanya, menahan kepala Seiko dengan hati-hati. Kemudian matanya melebar begitu merasakan kecupan lembut pada keningnya.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Seiko langsung mundur. Tangannya menutupi keningnya sendiri. Ia memandangi Rei dengan terkejut, yang membalasnya dengan senyuman ramah. Seakan-akan dia tidak melakukan apa pun barusan.


"Terima kasih banyak atas kerja kerasmu, Jou-chan," ucap Rei.


Tidak ada suara yang keluar dari bibir Seiko. Wajahnya menjadi merah dalam waktu singkat. Ditambah saat ini ia terlihat seperti akan meledak. Dia hanya mengangguk dengan cepat dan mengambil semua barang-barangnya. "Terima kasih atas waktu kalian!" pekiknya, sebelum segera lagi keluar dari ruangan.


Koga, Adonis, dan Kaoru hanya bisa memandanginya keheranan, tetapi tidak banyak bertanya. Mereka hanya berasumsi ia sedang cukup sibuk dan hanya bisa mendoakannya agar segera menyelesaikan semua tugasnya tanpa ada banyak masalah. Rei, di sisi lain, terkekeh geli. Suatu keberuntungan tidak ada yang melihatnya barusan.


Rei merasa sedikit bersalah, tetapi juga senang. Memperhatikan wajah Seiko sudah menjadi satu kebiasaan tersendiri. Dan belakangan ini dia menikmati wajah produser itu tiap kali berubah merah. Ekspresi yang dia buat berkebalikan dengan wajah dewasa miliknya. Meskipun begitu ekspresi yang dia buat hanya membuatnya tampak lebih manis.


Rei terkekeh pelan. "Kalau begitu, ayo kita lanjut lagi," ucap Rei sambil berjalan ke tengah ruangan. Pandangannya jatuh pada rekan berambut pirangnya. "Kaoru-kun, jangan langsung bersantai begitu saja. Kita belum selesai."


Kaoru menghela napas pasrah. "Ternyata dia menyelesaikannya dengan cepat ya? Sayang sekali," keluhnya. Tetapi pemuda itu segera berdiri untuk mempersiapkan dirinya.


Lagi-lagi Rei tertawa pelan. "Kita juga tidak boleh kalah dengan produser kita, 'kan?" tanyanya pelan. Dia segera berdiri di posisi awalnya. Ingatan tentang kejadian barusan segera ia simpan jauh di belakang kepala. Tetapi tetap ada satu hal yang terngiang di kepalanya.


'Dia wangi seperti lavender,' pikirnya sesaat.


✧✦✧


This episode on blushing Seiko...

This episode on blushing Seiko

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
StarlightWhere stories live. Discover now