Blagu Luh!

1.7K 75 0
                                    

Malam makin gelap. Hujan pertengahan Januari turun lagi seperti tak akan pernah berakhir. Ini sudah berlangsung sejak magrib, isya', dan ini hampir pukul delapan. Tapi masih hujan. Gemeresak gesekan dedaunan di pelataran rumah kost Fatihah ditiup angin cukup kasar, memberi nuansa malam yang menegangkan bagi jiwa-jiwa yang gamang. Apalagi ini malam penting dalam sejarah hidup Fatihah. Malam tegang, mungkin juga mencekam.

Fatihah akan berkencan dengan Zain, seberanya menurut janji mereka hanya akan makan malam di restoran Turki. Tapi siapa tahu nanti sesuatu yang indah akan terjadi. Entahlah!

Malam nanti mereka akan makan enak di restoran Turki. Mungkin Fatihah bisa makan Ezme Soslu Balik, yaitu ikan dover panggang yang dimarinasi dengan rempah lalu ditambah keju dan sayuran. Harganya mahal, hampir dua ratus ribu.

Sebenarnya ada juga menu lainnya seperti Musaga, Turkish Bread, dan Lamb Firinda yang agak mahal. Harganya sertus ribu lebih. Lamb Firinda adalah potongan daging domba dengan irisan bawang dan tomat yang disantap dengan roti. Nanti mereka berencana pergi ke Restoran Turki yang ada di dekat Tugu Pahlawan.

Namun bisa jadi malam ini akan jadi malam yang sangat istimewa dan menegangkan bagi Fatihah. Zain yang tampan dan dewasa itu akan menghitbahnya. Mungkin! Siapa yang tahu.

Tepat pukul delapan lebih tiga puluh lima menit Zain tiba di depan pagar kost Fatihah. Zain langsung meng-WA Fatihah agar dia cepat keluar kamar. Sementara hujan sudah reda meski masih basah. Bunga, dedaunan, tanah, genteng, asfes, dan halaman kost Fatihah masih basah. Juga aspal-aspal basah. Tapi semuanya tak mengurangi romantisme malam ini, semua sudah diatur dengan indah.

Fatihah benar keluar kost dengan busana longdres warna toska yang menawan. Dia tak neko-neko, memang sudah cantik dari sananya. Juga anggun. Apalagi jika dia tersenyum. Mau copot jantung yang melihatnya. Malam ini dia mengenakan kerudungnya terusan yang makin membuat dia mempesona.

Sampai di depan pagar, Fatihah langsung menyapa pria yang masih duduk di dalam mobilnya. "Assalmualaikum, Mas," ucap Fatihah begitu kaca jendela mobilionya diturunkan Zain.

Zain membalas salam itu dengan semringah.

"Ayo naik, Dik Dosen," suruh Zain.

Fatihah tak menunggu lama ia langsung pegang gagang handel pintu lalu membuka dan masuk.

Namun alangkah terkejutnya Zain, tadi yang semestinya masuk ke mobil itu adalah Fatihah tapi kini ternyata bukan. Ada perempuan lain yang malah kini ada di samping Zain. Dia adalah perempuan bunting yaitu si Ruril istrinya sendiri.

Rupanya itu konspirasi yang dipakai Fatihah dengan Ruril siang tadi. Entah ke mana Fatihah kini. Yang jelas dia telah pergi menghilang—dan niat hati Fatihah sudah teguh, dia akan menghilang dan menghapus semua tentang Zain. Malam ini Fatihah lenyap entah ke mana. Mungkin masuk lagi ke kamarnya lewat pintu rahasia.

Dan kini yang nyata terjadi adalah Ruril di samping Zain. Zain pucat pasi plus marah namun tak meluap. Apalagi melihat wanita di sampingnya sedang hamil.

Suasana hening. Namun api berkobar-bobar di hati dan kepala dua insan ini. Zain tanpa kata-kata langsung menginjak gas dan pulang. Mau ke mana lagi?

Di rumah tentu saja Zain dimaki habis-habisan oleh Ruril. Zain yang hanya orang miskin awalnya, bahkan Ruril menyebut dia gembel, beruntung mendapatkan Ruril karena dia anak dari pengusaha busana muslim. Makian gembel, dan lain-lain dilontarkan Ruril seperti tak akan ada hari lain saja untuk mengomel. Namun Zain mengalah. Meskipun Zain terancam diusir dari rumah dan jadi gembel bila perbuatan laknatnya itu diteruskan. Memang faktanya yang kaya adalah Ruril. Toko busana muslim di beberapa mall di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik tak lain adalah milik Abinya Ruril.

Zain... Zain... blagu luh!

Fatihah nangisnya meluap di kamarnya. Dia kenakan mukena dan menegakkan shalat taubah dua rakaat. Dia tengadahkan tangannya kepada Allah robbul alamin dengan linangan airmata. Harapan untuk mendapat Imam pupus dengan memalukan. Bahkan status pelakor atau perusak rumah tangga orang kini dia sandang. Meskipun masih akan. Tapi sudah sebulan lebih dia dekat dengan Zain. Mengobrol di teras masjid, menelepon, dan lain-lain. Astaghfirullahal adzaiiim...

Sebenarnya itu semua terencana dan bermula siang tadi.

Siang yang teduh di kantin kampus mendadak membuat hati Fatihah panas. Penyebabnya adalah kehadiran WA asing ke hapenya.

"Assalmualaikum, Ibu Fat. Ibu di mana sekarang. Saya Ruril." tulis orang seberang.

"Waalaikumsalam. Maaf, Ibu Ruril siapa?" balas Fatihah.

"Saya ibunya Putri, Bu. Mahasiswa sampean."

Sebenarnya sebuah kebetulan nama Putri karena terlalu umum maka bisa dicatut oleh Ruril. Maka Fatihah langsung menanggapi baik.

"Oh... inggih Ibu saya bisa bantu apa nggih?"

"Begini Ibu, terkait anak kami. Bolehkan saya menemui ibu. Ini urgent banget."

"Oh.. silakan Ibu."

Fatihah memberi tahu bahwa siang ini dia ada di kantin kampus. Dia memakai kerudung ungu dan baju senada. Dia sendirian di meja dekat rombong siomay.

Tak lama si Ibu pengirim WA datang. Dia cantik, hidungnya mancung, seksi, bajunya tak ketat, biasa saja, berkerudung, dan sedang hamil. Lalu tak pakai basa-basi si Ruril itu langsung mengonfirmasi perihal kedekatan Fatihah dengan Zain. Ruril denga santun mengutarakan semuanya yang terjadi dalam bahtera rumah tangganya. Diakui Ruril, Suaminya, Zain memang aneh tingkahnya belakangan ini. lalu diam-diam Ruril memeriksa Hpnya dan mendapati chat dan riwayat telepon dengan Fatihah. Si Ruril lantas mengambil nomor Fatihah saat Zain tidur pulas plus ngiler beberapa malam lalu.

"Mbak, kamu apanya suamiku? Tolong ngaku! Aku tidak akan marah."

"Maaf Mbak, Aku nggak ngerti Mbak. Siapa suami Mbak?"

"Halah, jangan pura-pura, Mbak. Tolong jangan ganggu kami!"

"Yaa Allah Mbak, aku nggak mau ganggu siapa-siapa, Mbak. Maaf. Siapa suami, Mbak?"

"Zain... yang malam nanti akan menjemputmu. Kalian akan makan malam dan mungkin akan melakukan perbuatan laknat setelah itu. Enak sekali kalian ya."

Ruril menumpahkan airmatanya saat mengatakan itu dan Fatihah pun matanya mulai berkaca-kaca.

"Yaa Allah... Astaghfirullahal adziiiiiiiim,"

Fatihah mengucapkan maaf beribu-ribu kali. Bukan maksudnya hendak merusak rumah tangga orang. Memang dia murni tak tahu apa-apa. Dia hanya tidak pernah bertanya si Zain masih single atau sudah beristri. Kini ia sangat panas jiwanya. Jus melon yang tadi hanya diminum seperempat kini ludes dengan hanya sekali teguk.

Mereka lantas berencana Ruril akan menangkap basah Zain saat semuanya akan dimulai. Yakni saat masih akan berangkat dari kost Fatihah.

"Semoga keluarga sampean langgeng ya Mbak. Sungguh saya hina Mbak. Memang saya mencari suami tapi tidak yang telah beristri. Demi Allah aku tidak ridho merusak rumah tangga orang lain, Mbak. Yaa Allah... maafkan hamba. Maafkan saya ya, Mbak. Sampean naik apa ke sini? Ayo aku anter ya." Ucap Fatihah dengan mata basah.

Si Ruril menolak halus dan dia nampak maklum dengan apa yang terjadi. Dan untuk malam nanti dia sudah bersepakat dengan rencana yang mereka bikin. Sungguh Allah Maha Agung atas segala sesuatu.

Dan malam inilah yang terjadi. Malam yang direncanakan Zain akan indah itu kini malah jadi malam terkutuk baginya. Ia ketahuan belangnya.

Fatihah curhat kepada Lestari, sahabatnya.

"Dia iblis juga, Beb."

"Lelaki macam itu semoga masuk neraka Jahannam saja, Beb. Kamu semangat ya. InsyaAllah dimudahkan. Yakinlah Beb. Aku yakin kamu akan bahagia."

"Makasih ya, Beb. Kamu baik banget."

"Sama-sama Beb. Jaga diri ya. Jangan sedih. Tersenyumlah biar malaikat membawakan cowok ganteng kaya dan sholih kepadamu."

"Aamiin... Tidak usah kaya tidak apa-apa, Beb. Asal baik lahir batin dan ganteng. Hee..."

"Hee.... Dasar dodol."

Ituobrolan Fatihah dengan Lestari, sahabatnya lewat telepon. []

Surga Terakhir [tamat]Where stories live. Discover now