Ujung Air Mata

3.5K 87 19
                                    

Ali mengimami Fatihah shalat isya, malam ini. Malam pertama mereka. Fatihah mengikuti Ali dengan taat setiap gerakannya. Patuh dan pasrah. Tak pernah bergerak bersama, apalagi mendahului gerakan Ali. Fatihah bersujud saat Ali telah menyungkur di bumi lebih dahulu.

Fatihah telah punya imam. Sepanjang shalat ia telah sekuat diri hatinya agar fokus kepada Allah. Namun apa daya, dadanya sesak menahan bisikan teramat kuat dari dalam dadanya. Tak kuasa ia menahan bahagia bercampur haru. Air matanya berlinang membentuk seutas sungai di kedua pipinya. Baik saat bersendekap, rukuk, maupun saat sujud. Kini dia telah halal bagi seorang lelaki sholih, barangkali Ali lah memang lelaki yang telah dikirim langsung oleh Allah untuk mengarungi hidupnya yang indah.

Usai shalat Ali membalik badannya menghadap Fatihah. Lekas-lekas Fatihah mengamit tangan Ali lalu diciumnya punggung dan telapaknya. Ali lantas menandaskan moncong mulutnya di ubun-ubun Fatihah.

Ali segera kembali menghadap kiblat, ia berdzikir beberapa saat lalu mengangkat kedua tangannya. Ditengadahkan tanga itu ke langit lalu dilantunkan doa-doa terbaik untuk kebaikan bahtera rumah tangganya. Dia berharap kepada Sang Maha Kasih Sayang, semoga layar bahteranya terus mengembang, semoga di sepanjang perjalanan tidak ada banyak rintangan, tidak karam di tengah lautan samudera yang sangat luas, meski badai dan hujan pasti akan datang tak diinginkan. Terakhir dia berdoa semoga ia dan istrinya bahagia dan selalu dalam keridhaanNya.

Fatihah di belakang Ali pun menegadahkan tangannya ke langit. Dia mengaini doa yang dipanjatkan sang suami. Dia pun memohon agar Allah menguatkan hatinya menuntunnya selalu berada di jalan penuh cahaya keridhaanNya.

Selesai shalat Ali dan Fatihah duduk di bibir ranjang. Ali menggenggam tangan lembut istrinya itu. Mata kedua insan itu berjumpa. Ali tersenyum manis, Fatihah membalasnya lalu air matanya tumpah ke tangan. Melihat mata Ali, Fatihah teringat suatu peristiwa. Saat itu dia menegakkan shalat istikharah beberapa bulan lalu. Selain Yadi, ada Ali yang datang dalam mimpinya. Dan kini semua kegaiban itu terjawab. Rupanya Ali memang terkirim untuk hidup Fatihah. Meski jalannya berliku, terjal, berduri, dan bahkan harus melewati jalan-jalan maut.

"Kenapa kamu mau sama Aku, Kang Mas?" tanya Fatihah. Ali mencium tangan Fatihah, lalu kini dimeremas-remas tangan itu.

"Allah yang memilihkan kamu untukku, Dik! Kalau kamu bagaimana kamu bisa mencintaiku?" tanya Ali.

"Aku tak tahu kenapa mau sama kamu, Kang Mas. Tapi aku yakin Allah swt menghadirkanmu di istikharahku adalah jalan Allah menghadiahiku kebahagiaan yang kaffah ini." Fatihah menitikan air mata saat memberi jawaban itu.

Ali menandaskan bibirnya lagi di kening Fatihah. Malam ini air mata langit turun. Rinainya jatuh teratur di halaman rumah dari genteng dan aspes. Hujan tak sendirian datang, ia mengajak angin sambil membelai-belai pohon, dahan, dan dedaunan di pelataran perumahan Fatihah. Juga pepohonan dan dedauna di pinggir jalan-jalan raya juga tak luput dari belaiannya. Pohon-bohon nampak nyengir menahan geli. Ada juga pohon di sebelah sana yang murung, melamun, marah, sedih, dan ada yang merindu. Suasana di luar rumah nampak sibuk bagi air dan angin. Mereka berkejaran ke sana ke mari. Ribuan orang berteduh di bawah pertokoan yang sudah tutup. Ada juga yang terus menembus hujan-angin dengan membungkus tubuhnya dengan mantel. Genangan air berserak di sana sini. Pengendara sepeda motor mengutuk hujan. Pengendara mobil enak menyetel musik sambil kepalanya bergidik-gidik patuh irama.

Malam ini Fatihah dan Ali menunaikan ibadah suci di dalam istananya. Mereka memainkan melodi cinta terindah dalam hidupnya. Hujan telah menelan desah asmara kedua makhluk mulia ini. Fatihah dan Ali bermandi keringat di tengah keademan balutan hujan deras. Fatihah amat bersyukur malam pertamanya ditemani hujan. Dia maklum dan mohon maaf atas prasangka dan kedengkian selama ini kepada hujan. Rupanya hujan tak seburuk yang ia pikir. Sebaliknya ternyata hujan itu romantis. Meniti beberapa tetes air matanya, tumpah air mata Fatihah itu ke bantal. Ia teringat perjalan hidup yang berliku dan penuh dinamika. Ali menyeka air mata itu di pipi Fatihah. Fatihah tersenyum lalu memeluk erat lelaki yang menindihnya dengan lembut dan penuh cinta itu.

"Terima kasih Kang Mas Ali, Terima kasih Allah."

Fatihah kini gandrung hujan. Ia sangat bersyukur malam ini Tuhanmenganugerahi hujan nan romantis. Terlebih dengan kehadiran Ali, dosen yang mantanguru TK itu, kini merasa dirinya telah menjadi perempuan sempurna di muka bumi ini.

Surga Terakhir [tamat]Where stories live. Discover now