Malaikat Mencatat

1.3K 65 5
                                    

Takdir bergulir begitu indah. Telah berkali-kali asmara Fatihah kandas. Kini nampaknya Tuhan telah mengirimnya lelaki baik sebagai calon imam buatnya. Ia adalah Yadi. Betapapun dia mualaf tapi Yadi adalah seorang pria yang baik, asyik, dan tampan.

Dua hal besar yang telah Yadi lakukan cukup fenomenal dalam hidupnya, semua dilakukan demi Fatihah. Pertama minggat dari rumahnya dan kedua masuk Islam. Semua dilakukan demi cintanya yang dalam kepada Fatihah.

Dan memang indah. Sungguh dahan yang jatuh di malam buta tak lepas dari kehendak Allah Yang Maha Kuasa. Begitupun dengan Yadi. Dia memeluk Islam memang sudah Allah gariskan demikian. Dia juga minggat dari rumahnya, keluar dari zona nyaman, juga sudah kehendak Allah assa wajallah.

Hari ini Yadi bersama Pak Burhan, Dekan Fakultas Hukum, atasannya, bersilaturrahim ke rumah Fatihah di Sidoarjo. Sebenarnya sudah sering Yadi ke rumah Fatihah, bersilaturrahim berjumpa Ayah dan Ibunya juga, kadang membawakan martabak buat adiknya Fatihah pula. Yadi memang sudah bukan orang asing bagi keluarga Fatihah. Memang sudah sering begitu. Namun hari ini beda, Pak Burhan lengkap dengan dasi dan jasnya bertandang ke rumah Fatihah dalam rangka membersamai Yadi untuk melamarkan Fatihah menjadi istri Yadi.

"Mohon maklum, Bapak, Ibu, dan Dik Fatihah. Hidup memang dihadapkan dengan aneka pilihan. Dan Yadi yang sudah saya anggap adik saya ini ternyata menjatuhkan pilihan hatinya kepada Dik Fathah. Meskipun konsekwensinya meninggalkan orangtuanya yang masih setia dalam imannya." Panjang lebar Pak Burhan mengucapkan kata lamaran yang agak puitis. Fatihah tak akan menolak, sudah pasti ia menerima Pak Yadi. Hanya saja syarat macam begini harus memang dijalankan. Melamar adalah kebudayaan dan adat istiadat atau andap ashor-nya orang Jawa. Harus dilakukan. Fatihah dan orangtuanya menerima Yadi.

Yadi yang berbatik cokelat lengan panjang banyak menunduk. Sesekali melirik dan senyum tipis untuk Fatihah. Fatihah dengan gaun pink sederhana namun mempesona pun banyak menunduk. Dadanya berkecamuk. Senang tiada tara. Ternyata sudah dekat dia dengan kata halal. Sudah dekat dia dengan kata suami-istri. Sudah pasti dia akan keluar dari gunjingan jomblo, lajang, dan sebagainya.

Fatihah tentu amat bahagia, Ayah dan Ibu Fatihah juga bahagia. Dengan pakaian rapi dan bersahaja mereka mengangguk-ngangguk setiap kali Pak Burhan berucap. Mereka pun saling melepas senyum dalam setiap menanggapi pernyataan demi pernyataan pihak calon suami Fatihah.

"Kami hanyalah orangtua yang berkewajiban merestui jodoh yang tepat bagi anak kami Fatihah. Namun soal jawaban atas lamaran Nak Yadi sepenuhnya kami serahkan kepada Fatihah sendiri." Ujar Ayah dengan tangan kanannya digerak-gerakan penuh retorik.

"Bagaimana kamu, Nak?" tanya Ibu setengah berbisik. Sebenarnya bukan berbisik karena pertanyaan Ibu pada Fatihah terdengar oleh segenap hadirin.

"Alhamdulilah kami sudah saling kenal satu sama lain, Ibu, Ayah. Bismillahirrohmanirrohim, dengan kalimah Allah ini saya menerima Mas Yadi. Hanya saja, sebagaimana yang sudah saya sampaian ke Mas Yadi dan Mas Yadi sudah ridha. Saya siap dinafkahi batin bila Mas Yadi sudah bisa menjadi imam shalat saya, Ayah, Ibu," Fatihah kembali menunduk usai mengucapkan itu.

"Apa itu tidak memberatkan, Nak?" tanya Ayah.

"Tidak, Bapak, Ibu... Tidak, kami sudah sepakat. Saya sangat setuju itu. Saya harus belajar menjadi muslim yang kaffah. Saya harus jadi imam buat Dik Fatihah," Yadi tersenyum usai mengutarakan hal itu. Memang satu hal yang menjadi syarat Fatihah untuk Yadi tidak berat bagi orang Islam sejak bayi. Bagi Yadi ini lumayan, sebagai mualaf baru kemarin sore, mualaf ingusan, itu agak butuh kerja keras. Tapi Yadi sepakat untuk menjadi imam Fatihah. Momen Fatihah bersedia lahir batin melayani Yadi kalau Yadi sudah mampu menjadi imam shalat lima waktu, pasti begitu indah dan membahagiakan Yadi. Itu dia nantikan dengan sabar dan setia.

"Alhamdulilah. Sudah jelas kalau begitu nggih, Bapak, Ibu." kata Pak Burhan.

Maka dibahaslah tanggal dan agenda selanjutnya untuk pernikahan. Keluarga Fatihah khususnya sang Ayah meminta pernikahan yang sederhana saja. Akad diselenggarakan di masjid perumahan, sedangkan di rumah akan digelar syukuran kecil-kecilan. Fatihah juga berniat mengundang anak-anak panti asuhan Al-Fikr yang diasuh temannya, Ahmad Riyadi. Anak Panti diundang khusus akan menghatamkan Al-Qur'an di hari pernikahan Fatihah dan Yadi nanti.

***

Selasa pagi Fatihah akhirnya resmi menjadi perempuan sempurna. Yadi mengucapkan janji suci di Masjid Iqro' di perumahan Fatihah. Fatihah dan Ibunya berlinang air mata kala itu. Juga kerabat dan saudaranya ikut berbahagia di hari suci itu. Ibu dan Lestari mendekap Fatihah di dalam masjid itu. Penghulu melantunkan doa-doa surgawi bagi kedua mempelai. Yadi tampak haru. Matanya berkaca-kaca. Di hari bahagianya tidak ada kedua orang tua di sisinya. Hanya Pak Burhan da rekan-rekan sesama dosen yang hadir. Dia sudah pasrah, sepenuh hati berserah diri pada iman di hatinya. Baginya ini adalah sudah suratan takdir. Siapa yang sudi menikah tanpa kedua orangtua, sebenarnya. Kendati begitu hari ini malaikat mencatat, bahwa Yadi hatinya tertambat di Fatihah dan Fatihah adalah tulang rusuk penyempurna hidup Yadi.

Bagitulah kisah hidup dan cinta Fatihah dan Yadi bermula. Beginilah kisah cinta suci tertulis di lauhful mahfudz.

Inilah hidup Fatihah. Dia sudah sah milik Yadi. Sebelumnya siapa sangka. Telah banyak lelaki tampan juga kaya yang sempat singgah di hati Fatihah. Di antaranya, si Deny cinta masa kuliah hingga wisuda, ternyata dia biadab. Zain si tampan itu ternyata busuk. Coba bayangkan, saat istrinya hamil dia malah mencari hawa hangat lain di luar rumah. Naudzubillah. Si Fajar teman kecil Fathah yang ternyata lebih memilih menikahi wanita pilihan omanya karena telah janda dan kaya. Lalu dekat dengan lelaki yang dipilihkan rekan Ibu Fatihah yaitu si Rohim, Manajer manufacturing dari Tanggerang. Sayang, ah! Dia lebih pantas disebut Pakde buat Fatihah. Kemudian mas TNI anaknya Bude Sinta tetangga perumahan yang repot urusan administrasinya. Dia dinas di Riau. Lalu si Andi mahasiswanya Fatihah sok dewasa. Beberapa kali mengunjungi kost Fatihah tapi bagaimanapun ia hanyalah mahasiswa-muridnya yang labil. Lalu Bramiwan yang bukan lavelnya karena, jujur saja, tidak pantas seorang dosen keranjingan, jelalatan, dan ingin menjadikan Fatihah istri mudanya. Allah kariiim. Terakhir ustad Musa yang ternyata kurang pas di hati Fatihah setelah bertemu muka.

Yang kali ini tak gagal lagi. Fatihah akhirnya resmi menikah dengan Yadi. Usia Fatihah sekarang masuk 38 tahun, Yadi pun segitu: 38 tahun. Fatihah hatinya berbahagia menikah dengan Yadi yang mualaf. Syarat yang diajukan Fatihah kepada Yadi sangat ringan. Yaitu Fatihah mau dinafkahi biologis bila Yadi sudah mampu menjadi imam shalat bagi Fatihah. Bagi banyak orang itu ringan. Tapi bagi mualaf yang pindah masuk Islam karena bermodal cinta ingin menikahi Fatihah, maka itu cukup berat bagi Yadi. Yadi kini belajar siang malam di luar kesibukannya sebagai suai dan dosen.

Yadi sabar setia dengan syarat itu. Juga Fatihah tetap melayani Yadi dengan segenap hati sebagai istri untuk suaminya itu. Sejak menikah Fatihah tinggal di rumah kontrakan Yadi. Semua dikerjakan Fatihah yang dalilnya sebagai istri. Memasak, mencuci, dan hal lain dalam urusan rumah tangga. Yadi tipe suami mulia, ia tak mau piring dicuci Fatihah sendiri, makanya ia pun membantu Fatihah dengan senang. Dia tak sudi jika tangan halus Fatihah lecet gegara mencuci pakaian. Karenanya Yadi dengan sigap selalu hadir saat jadwal mencuci pakaian.

Mereka mesra sebagai suami istri. Namun persoalan biologis yang belum. Bagi Fatihah, dia siap dibuahi oleh seorang Imam yang kaffah. Syarat itu harga mati, tak akan diganti. Sudah 17 hari ini Yadi tak bisa memenuhi itu. Tapi ia terus berusaha keras untuk belajar. Belajar mandiri, belajar pad istrinya, belajar pada ustadz di masjid kampus, belajar pada Pak Burhan, dan belajar sekuat tenaga. Buku saku panduan shalat lengkap digotong ke sana ke mari. Tiap ada kesempatan dibukanya, dibaca dan dihafalkan sekuat tenaga. Di pasar ngantar Fatihah berbelanja di abaca, di kantor emenugg mahasiswa mengerjakan tuga di abaca, bahkan sampai dia mau buang air pun bawa buku itu. Beruntung ada petugas kebersihan memergogi Pak Yadi yang menenteng buku itu. Lalu lekas-lekas si Mas OB menegeurnya secara baik-baik.

"Tidak boleh bawa buku yang ada ayat al-Qurannya ke WC, Pak!"

"Oh.. iya, ya!" Yadi menepuk jidatnya lalu lekas-lekas dia berlari ke kantor menaruh bukunya dan kembali ke toilet karena sudah tak tahan.

Malamhari Fatihah meminta tidur seranjang, tapi Pak Yadi tidur di sofa. Tak mungkinbisa dia tidur seranjang dengan lawan jenis meski dia telah halal istrinya.Pasti ada tegangan yang berbahaya, pikirnya. Pak Yadi benar-benar kalutsebenrnya tapi ia sabar. Menyiasati kondisi itu, Yadi rajin berpuasa. Puasasenin dan kamis, juga selasa, rabu, dan di hari lain. Sebagai Mualaf ia antengsaja. Baginya tak makan tak minum hal kecil. Yang berat adalah jadi imam shalatbagi istrinya sendiri. []

Surga Terakhir [tamat]Where stories live. Discover now