Tinggal dengan Uwak

1.6K 61 0
                                    

Keluarga besar Fatihah, terutama si Uwak dan Kak Khadijah masih sangat terpukul atas meninggalnya Fatimah. Keluarga Ali pun begitu. Mereka sangat tersiksa. Mama Ali menangis tak berkesudahan. Tak ada asupan yang masuk ke dalam raganya. Sehingga kini Mama Ali itu terkulai lemas di rumah sakit. Siapa sangka rencana perjalanan bahagia berubah derita. Ali yang dimimpikan mampu memberi cucu buatnya, raib entah di mana!

Begitupun dengan Uwak. Tertumbuk hatinya, remu redam memikirkan Fatimah, putrinya. Fatimah yang diimpikan akan menjadi pendamping hidup dan mengarugi samudera bahagia kini telah pergi untuk selama-lamanya. Siapa yang tak terpukul. Di hari bahagia ternyata diterjang duka. Allah SWT Sungguh Maha Kuasa atas segalanya. Kalau sudah kun maka fayakun. Tiga hari lalu Fatimah masih ketawa-ketiwi. Ali masih terbahak merencakan apapun yang akan mereka lalui nanti. Tapi kini sudah berubah duka. Duka mendalam bagi Uwak dan keluarga besarnya juga bagi Ali dan orangtuanya.

Kondisi Uwak pun tak baik. Ayah, Ibu, dan Fatihah susah payah membesarkan hati Uwak. Sementara Ali terbaring lemah di rumah sakit. Airmatanya tak terbendung tumpah jika teringat akan mimpinya mengaruhi bahtera rumah tangga bahagia dengan Fatimah. Semua hancur berantakan. Uwak sudah seminggu mengisolasi dirinya. Tubuhnya kurus ceking. Batuknya makin menjadi-karat. Dokter tak bisa berbuat banyak. Uwak menyesali yang terjadi.

"Kenapa tidak aku saja yang kau ambil yaa Allah," ratapnya.

Fatihah, Ibu, dan Ayahnya tak menyerah mengajak Uwak istighfar. Yang terjadi adalah yang terbaik. Allah pasti punya rencana yang jauh lebih indah di balik musibah. Seperti pelangi yang selalu datang selepas badai.

Dua pekan berlalu, Kak Khadijah berpamitan kepada Uwak. Ia harus melanjutkan hidupnya di Bandung bersama suami dan anak-anaknya. Khadijah sudah mencarikan pembantu buat sang Bapak. Agar ada yang mengurus dan jadi teman Bapak atau Uwak. Soal kebutuhan Uwak sudah ditanggungnya. Si Uwak mengangguk mendapati kebijaksanaan anak sulungnya itu. Dia kini pasrah dengan suratan Ilahi.

***

Fatihah dan Yadi memutuskan hal yang tak pernah disangka oleh banyak orang. Selang beberapa hari kematian Fatimah, mereka berfikir lebih baik tinggal bersama Uwak. Menurutnya Uwak akan terhibur dengan Fatihah dan suaminya. Apalagi kelak mereka punya anak. Uwak pasti akan bahagia dengan kehadiran cucu yang imut-lucu.

Sabtu sore Fatihah mengutarakan niat mulia itu kepada Ibunya. Selama ini mereka tinggal di rumah kontrakan Yadi. Daripada ngontrak dan rumah tangga hanya sibuk bekerja lebih baik tinggal bersama Uwak, insyaAllah rumah tangganya makin bahagia.

"Kami mau tinggal sama Uwak aja ya, Ibu, Bapak!" Fatihah menggenggam tangan Ibu di meja makan. Bapak mengangguk-ngangguk tanpa suara. Diberinya Fatihah sebuah senyuman. Tapi senyum yang getir.

"Itu niat mulia, Nak!" Ibu memuji Fatihah. "Nak Yadi tidak keberatan?"

"Mboten, Ibu."

"Alhamdulillah. Semoga kalian bahagia ya, Nak!"

"Aamiin...."

Ahad pagi Fatihah dan suaminya resmi pindahan dan tinggal dengan Uwak di Sidoarjo utara. Dari rumah Uwak jarakanya kalau ke kampus mereka tak terlalu jauh. Maka berbahagialah Uwak, Fatihah, dan suaminya kali ini. rumah Uwak tak lagi sepi. Sudah ada Fatihah di sana. Uwak juga tak susah membuat kopi sendiri di pagi hari. Sudah ada Fatihah di sana. Soal makan apalagi, semua sudah diurus oleh Fatihah.

Kini hari-hari Uwak tak sendiri, tak sepi lagi. Uwak kembali bangkit. Makin dekat kepada Allah SWT, kembali shalat jama'ah ke masjid, dan berkali-kali menghatamkan al-Quran. Ada lagi agenda yang penting yaitu Uwak kini sering diajak Fatihah mengunjungi panti asuhan anak yatim dan kaum fakir miskin yang Fatihah ikut mengurusnya. Ini cara ampuh untuk mencari bahagia dunia akhirat. Cara yang patut dilestarikan banyak orang "beruntung" dalam hidupnya. Uwak dua pekan sekali mengunjungi panti asuhan itu diajak Fatihah, dia bahagia dengan begitu. Melihat anak yatim tersenyum memakai seragam pergi bersekolah atau mengaji sungguh mengetuk hati Uwak. Bahwa di dunia ini bukan dia saja yang paling menderita kehilangan putri tercintanya. Bahwa masih banyak di bawah dia yang melarat. Menengok anak yatim anak piatu, fakir miskin, dan kaum dhuafa pasti mendatangkan kemuliaan di hati.

Persoalannya kini adalah Uwak tetap kesepian. Seperti punguk merindu bulan. Uwak malah merindu cucu. Uwak berharap Fatihah segera punya anak. Dia merasa kalau Fatihah dan suaminya sama-sama berangkat pagi ke kampus, dia kesepian sepanjang hari. Meskipun sudah Uwak alihkan ke aktivitas surgawi. Seperti, shalat, mengaji, dan membaca buku, masih kesepian. Apalagi kalau seharian penuh hanya dipakai untuk menonton TV rasanya membosankan.

"Ndang punya anak, Nduk. Biar aku nggak kesepian, biar punya teman kalau kamu dan suamimu sibuk kerja."

"Iya, Wak mohon doanya." []

Surga Terakhir [tamat]Where stories live. Discover now