Ganjil

55 5 0
                                    

Akibat perkara semalam, Nandra dan teman-temannya tak dapat tidur cukup karena waktu malam mereka habiskan hanya dengan berpikir dan mencoba tuk menyelesaikan misteri di balik kematian Dio itu.

Karena sangking ngantuknya, Andi terus-terusan menguap melebihi teman-temannya yang lain. Rata-rata, mata mereka bengkak kecuali Aliando. Ia merasa tak mengantuk sedikit pun. Padahal, kemarin malam ia yang bergadang paling lama ketimbang temannya yang lain. Namun, pagi itu Ia tampak fresh seperti orang yang tidur berkecukupan.

"Kayanya pagi ini mau hujan deh," gumam Escy tatkala ia melihat langit pagi hari yang gelap. Tiada sinar mentari, dan yang ada hanya sekumpulan kawanan awan yang sedang beramai-ramai mengandung air.

"Hey, kalian merasakan hal yang aneh gak?" tanya Evril membuka pembicaraan.

"Apa?" tanya Aliando singkat.

"Lihat aja anak-anak yang lalu lalang ini. Wajah mereka kok muram begitu. Datar dan gak ada senyuman sedikit pun tergores pada wajah mereka. Dan, mereka selalu membungkam. Padahal, beberapa dari mereka berjalan bersama teman-teman mereka," jelas Evril panjang lebar.

"Lo benar juga," sambung Andi.

"Kayanya, itu efek dari kejadian kemarin. Jadi, maklumi aja," ucap Nandra mengakhiri.

Evril berpikir. Lalu berkata, "... bisa jadi."

"Yaudah. Ke kelas yuk. Bentar lagi mau bel," ajak Escy setelah menelan makanan ringan yang sudah halus dihancurkan oleh gigi-gigi kuningnya. Jarang gosok gigi, dan hobi sekali makan. Itu sudah menjadi kebiasaan Escy.

Kemudian, kelima sekawan itu pun kembali berjalan menuju kelas. Tak jauh sebelum sampai ambang pintu kelas IPA-4, kelima sekawan itu mendengar suara tawa seorang perempuan. Suara itu seperti suara Tasya.

Nandra dan temananya yang lain pun kembali berjalan dan mendapati Tasya sedang tertawa penuh suka cita bersama Naura---seorang gadis yang selalu menyendiri itu. Naura hanya tersenyum melihat tawa dan tingkah Tasya. Padahal, kemarin adalah kematian Dio. Tapi, mengapa saat itu suasana hati Tasya sudah berubah. Semudah itukah ia melupakan sepupunya?

Netra Tasya menangkap kelima teman yang tak lama bersekolah di tempat itu. Dia menghentikan tawanya dan menyapu setetes air mata yang keluar dari matanya akibat tawa pecah gadis itu.

"Nandra, Evril, Aliando, Escy, dan Andi, kenapa kalian diam aja di depan pintu kayak penjaga. Sini masuk. Kita sama-sama mendengarkan jenaka yang diberikan Naura. Ternyata, dia orangnya humoris lo," ucap Tasya. Ia tersenyum kepada Nandra dan keempat teman dekat Nandra itu.

"Apa yang terjadi samanya?" tanya Andi. Ia tak menoleh ke arah teman-temannya. Melainkan, terus menjuruskan pandangan ke arah Tasya yang tengah membersihkan kaca matanya.

"Entahlah. Masa ia dia secepat itu melupakan Dio?" tanya balik Nandra.

"Dan, aku juga gak pernah tuh melihat gadis pucat itu bergaul sama orang. Biasanya ... dia, 'kan selalu menyendiri," timpal Escy.

"Aku merasa, Naura merencanakan sesuatu. Aku yakin itu," ucap Aliando datar. Ia terus menatap Naura tajam. Tatapan Aliando dan Naura saling bertemu.

"Apa salahnya kita menghampiri mereka? Yuk, siapa tahu aja Naura selama ini ingin mendapatkan teman, tapi dia gak bisa mendapatkannya karena dia, 'kan orangnya pendiam." Evril melangkah maju mendekati Tasya dan Naura.

"Eh, tunggu," ucap Nandra. Ia melangkah, mengekor Evril. Escy, Aliando, dan Andi mengikuti Nandra dari belakang.

Evril tersenyum ramah kepada Tasya dan Naura. Lalu, ia duduk berseberangan dengan Naura dengan posisi duduk bersebelahan dengan Tasya. Evril sedikit merasa heran akan tingkah Naura yang berubah drastis. Begitu pula dengan Tasya. Apakah ia memang benar-benar melupakan kejadian kemarin?

Gadis Misterius (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang