Keluarga Palsu

47 6 0
                                    

"Sudah, jangan lupa ke meja makan untuk mengisi perutmu itu," ucap Naura dan kemudian pergi.

"Baiklah," jawab Sharla ketika Naura sudah terlanjur pergi. Pikirannya masih ternagan-angan akan perbandingan Hidupnya bersama keluarga asli dan keluarga palsunya itu.

Flashback On

5 tahun silam.

Rumah kecil bercat krim yang sudah mulai terkelupas itu terdengar sangat berisik. Perpaduan antara seruan menggelegar seorang pria bertubuh kekar dan  suara isak tangis seorang gadis kecil berusia dua belas tahun itu. Beberapa bekas luka tersayat di sekujur tubuh gadis kecil itu. Ia tak kuasa lagi menahan hajaran yang diberikan oleh ayahnya itu.

"Ampun, Yah. Sharla gak sengaja," pinta gadis kecil itu. Dalam keadaan terduduk ia berusaha mundur menjauhi ayahnya yang sedang murka itu.

"Dasar anak gak tau diri!" seru pria itu sambil menendang Sharla hingga ke ambang pintu utama.

"Ampun, Yah. Sharla janji gak akan mejatuhkan minuman Ayah lagi." Isak tangis gadis itu semakin menjadi-jadi. Rasanya, tubuhnya itu seakan tak kuasa lagi tuk menampung rasa sakit yang ia peroleh setiap harinya itu.

Nasib gadis bernama Sharla itu sangatlah menghawatirkan. Bagaimana tidak? Seorang ayah yang seharusnya melindunginya dan menjadi pahlawan bagi Sharla, kini malah menjadi seorang yang selalu menyakitinya menggunakan emosi dan tenaganya itu.

Sementara ibu Sharla, wanita paruh baya itu hanya diam menonton anaknya disiksa. Duduk ala keturunan orang-orang terpandang di kursi rotan tua itu. Padahal, penghasilan mereka setiap hari sangatlah minim.

Seorang ibu yang seharusnya menjadi malaikat tak bersayap yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang penuh terhadap anaknya, kini berbanding terbalik. Tiada secuil cinta dan kasih sayang ia berikan kepada anak semata wayangnya itu. Justru, setiap harinya ia sibuk berpergian entah ke mana. Tidak tentu dan pastinya, ia akan membawa barang-barang mewah ketika pulang ke rumah.

"Pa, Sharla mohon, Pa. Maafkan Sharla untuk kali ini aja," mohon Sharla lagi. Cairan bening itu tak henti-hentinya mengucur membasahi pipi Sharla.

"Kau ... sudah berapa kali diampuni. Namun, kau gak kunjung merubah sikap burukmu itu! Maka, lebih baik kau mati. Dasar anak haram!" seru pria yang Sharla sebut sebagai ayah itu. Geram. Ia pun mengambil sebilah pisau yang tergeletak di atas meja tak jauh dari keberadaannya. Sontak, hal itu membuat Sharla menggeleng tidak percaya. Ia tak menyangka kalau ayahnya itu tega mengakhiri nyawa putrinya sendiri. "Matilah kau dan pergilah ke neraka!" seru pria itu lagi. Ia tersenyum sinis akan nafsu membunuh.

"Tidak!" jerit Sharla. Ia pun beringsut berdiri dan lari secepat mungkin meski sangat perih rasanya. Batin dan tubuhnya tersayat begitu lebar. Tangis yang tak henti-henti itu menjadi perwakilan atas penderitaan Sharla.

Tertatih-tatih. Ingin rasanya ia teriak sekuat mungkin tuk melepas semua beban hidupnya. Namun, ia tidak sanggup karena sisa tenaga yang ia punya tinggalah sedikit. Bahkan, untuk tetap bertahan berlari saja sudah sangat sulit baginya.

Sharla terus berlari hingga ia tiba di sebuah rumah kosong bernomor 13 itu. Di sana, ia bersembunyi di antara bangunan itu agar ayahnya tidak menemukannya. Ia membungkam.

Kedua tangannya menutup mulut tuk menahan suara yang hendak keluar tatkala melihat pria kekar itu sedang berdiri di depan rumah kosong itu. Dada Sharla begitu sesak. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat.

Sharla menghela napas panjang ketika ayahnya berbalik dan pergi. Akhirnya, ia dapat bernapas lega. Hingga malam mulai menyapa, Sharla tak kunjung kembali ke rumah. Ia takut pulang sehingga ia memutuskan tuk tetap bertahan di rumah itu untuk sementara waktu.

"Kau sedang apa di sini?" tanya seseorang dari belakang Sharla. Sontak, hal itu membuat Sharla tersentak kaget. Awalnya, ia mengira itu ibunya atau wanita lain.

"A-aku sedang ...." Sharla menghentikan perkataannya. Ia bingung ingin mengatakan apa kepada gadis yang sebelah matanya yang tertutupi oleh rambutnya yang terurai itu.

"Aku Naura. Siapa namamu?" tanya Naura sambil menjongkok. Menyamakan tinggi tubuhnya dan gadis yang sedang berada di halaman rumahnya itu.

"Sharla," jawab Sharla pelan. Ia tidak berani menatap kedua netra Naura yang sedang menatapnya tajam.

"Siapa pria yang berani membawa senjata tajam ke lingkungan rumahku?" tanya Naura lagi.

"Dia-dia ayahku. Karena aku gak sengaja menjatuhkan minuman kerasnya hingga pecah, ia menyiksaku habis-habisan dan hendak membunuhku menggunakan pisau itu," jelas Sharla.

"Lalu?"

"Lalu, aku berlari dan sampai ke rumah ini. Aku-aku gak berani pulang."

Naura diam membisu. Ia menatap lekat-lekat wajah Sharla. Memastikan bahwa ucapannya itu adalah kebenaran. Lalu, tanpa disengaja ia melihat sebuah buku album yang sedang dipegang erat olehnya.

"Apa itu?" tanya Naura. Kedua netranya menjurus ke arah buku album yang Sharla pegang.

"Ini-ini buku album keluargaku yang bahagia sebelum mereka menyimpang ke jalan yang salah."

"Coba aku pinjam." Naura langsung meraih album tersebut tanpa persetujuan dari Sharla. Menurutnya, ia tidak memerlukan persetujuan dari setiap kehendaknya.

Naura membuka lembaran demi lembaran dari album tersebut. Ia memperhatikan setiap kebahagian yang keluarga itu peroleh. Senyuman kebahagian. Aura kebahagian itu sangat kental sehingga Naura dapat merasakannya. Ia teringat dengan kebahagian yang ia dapatkan ketika ia dan keluarganya masih hidup.

Sharla terkejut tatkala melihat Naura membuang album tersebut. Ingin Sharla mengambil kembali buku album tersebut, tetapi Naura sudah terlebih dahulu menarik tangan Sharla memasuki rumah itu.

"Sekarang kau menjadi salah satu dari anggota keluarga kami. Aku gak akan melakukan apa yang dilakukan ayahmu tadi asalkan kau gak membangkang," kata Naura tanpa berpaling.

Sharla menghabiskan sisa hidupnya tanpa pergaulan manusia bernyawa, kecuali tubuhnya sedang dimasuki oleh Naura.

Bahkan, untuk keluar dari rumah itu saja ia dilarang. Ia seperti seorang tahanan. Namun, setelah beberapa tahun kemudian, Sharla merasa sudah rerbiasa akan semua itu. Ia merasa hidupnya jauh lebih baik dari sebelumnya, meski ia juga harus membunuh manusia tak bersalah dalam pengaruh Naura.

Flashback Off

Sharla menghela napas panjang. Lalu, ia pun melangkah pergi untuk menjumpai keluarga palsunya itu. Meskipun keluarga palsu, ia merasa senang karena mereka memperlakukan Sharla dengan sangat baik. Di rumah itu, Sharla diperbolehkan melakukan apa pun asalkan tidak menyimpang dari larangan yang ditetapkan kepadanya.

"Ayo, dimakan makanannya, Sharla," kata ibu Naura datar tatkala ia melihat Sharla hanya asik melamun.

"Ba-baik, Bu." Lamunan Sharla buyar. Lantas, ia pun segera menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya.

Senyap. Tiada suara bergema lagi kecuali suara sendok dan piring. Keluarga itu sibuk dengan makanan mereka sendiri.

Gigi-gigi Sharla masih mengunyah daging ayam yang ia beli dalam keadaan tubuh yang menyatu dengan Naura. Ia melihat satu per satu keluarga palsunya itu.

Dia ingat, ketika ia masih tinggal bersama keluarga aslinya, sudah begitu lama mereka tidak pernah makan bersama lagi. Keharmonisan keluarga Sharla sirna ketika perusahaan ayahnya bangkrut dan semua pekerja ayahnya telah mengkhianati kepercayaan ayah Sharla.

Sharla menggeleng pelan. Ia berpikir harus menepis semua nostalgia itu. Biarlah semua itu berlalu menjadi kenangan belaka. Jujur saja, keinginannya sedikit terpenuhi ketika ia tinggal bersama keluarga barunya itu. Hanya sedikit. Tiada menyiksaan setiap harinya ia rasakan lagi.

Gadis Misterius (PROSES REVISI)Where stories live. Discover now