Flashback Gian

54 4 0
                                    

Letih, rasanya kaki itu sudah tak sanggup lagi untuk berjalan tanpa tujuan. Andi berhenti berjalan ketika Gian berhenti berjalan beberapa meter di depannya. Gian menyapu pandangannya ke segala arah penjuru, ia seperti sedang mencari sesuatu.

Andi mengambrukkan tubuhnya dan bersandar di pohon, napasnya terengah-engah dan kakinya terasa sakit akibat berjalan seharian di hutan tersebut.

"Gi, sebenarnya kita mau ke mana sih?" tanya Andi heran.

Gian menoleh ke Andi. Kemudian ia menghentikan tindakannya yang ingin mencari sesuatu dan memilih menghampiri Andi. Ia duduk di samping Andi.

"Kita tersesat," ucap Gian datar. Sontak, Andi pun terkejut setengah mati hingga terbatuk.

"What? Yang benar aja?" tanya Andi sambil menatap kedua netra Gian.

Gian merasa risih akan tingkah Andi yang menatapnya itu. "Jauhkan pandangan itu dariku!" titah Gian datar. Ia kembali menyapu netranya ke segala arah penjuru.

"Baiklah." Andi menuruti perkataan Gian begitu saja.

Senyap. Kedua laki-laki itu sibuk dengan kegiatan bisu dan pasif mereka. Gian sibuk mencari sesuatu di tempat, sementara Andi sibuk merangkai kerajinan dari ranting kecil dan dedaunan. Samar-samar Gian mendengar alunan nyanyian kecil Andi. Namun, ia tak memperdulikan hal itu.

"Hey, Gian. Lihat ini!" seru Andi sambil menunjukkan hasil karya kerajinan tangan alaminya.

Andi tersenyum. Ia membuat dua buah gelang yang terbuat dari ranting dan dedaunan kecil dari semak-semak sebagai penghiasnya.

"Apa ini?" tanya Gian singkat.

"Gelang. Nah, satu kubuatkan untukmu. Untuk sahabatku, Gian." Andi memberikan satu buah gelang itu.

Gian menatap sekilas gelang pemberian Andi. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya ke depan sambil berkata, "aku bukan teman atau sahabatmu." Gian tak menerima pemberian Andi.

Mendengar itu, senyuman yang tergores di pipi Andi lenyap sekilas pun tertunduk. Kecewa? Pasti. Padahal, ia sudah susah-susah membuat gelang tersebut.

"Hey, apakah kau tau?" tanya Gian.

Gian mendongak ke atas melihat taburan bintang nan indah itu. Ia kagum akan ciptaan Tuhan yang satu itu. Kelipan bintangnya seakan menerangi hati gelap Gian. Gian tersenyum, entah sudah berapa lama ia tak tersenyum seperti itu lagi. Bahkan, Andi pun bingung dibuatnya.

"Emang, apa hebatnya bintang itu sehingga mampu membuat Gian tersenyum?" pikir Andi dalam hatinya

Andi menepis pikiran tentang gelang itu. Lalu, ia ikut mendongak ke langit, ikut melihat bintang-bintang yang berkelap-kelip menghiasi malam itu. Andi melirik sekilas Gian yang sedari tadi tersenyum kepada bintang, ia pun menjadi heran.

Gian menghela napas panjang. Ia merasakan kedamaian. Satu per satu ia memandangi bintang tersebut hingga netranya berhenti pada bintang bersinar paling terang. Lantas, nostalgia Gian pun kembali terlintas di benaknya. Nostalgia itu langsung melenyapkan senyuman Gian. Gian tertunduk, ia menangis.

Lagi-lagi Andi merasa heran. Tadinya ia tersenyum melihat bintang, kini menangis. Sebenarnya apa yang terjadi padanya?

"Kau kenapa, Gian?" tanya Andi sambil meletakkan telapak tangannya ke pundak Gian.

"Eh, gak apa-apa. Aku baik-baik aja, kok." Gian langsung menghapus air mata yang sempat mengalir membasahi pipinya itu. Ia menegakkan kepalanya yang tertunduk sambil tersenyum tipis, tersenyum untuk menutupi masalahnya.

"Tapi aku merasa kau gak baik-baik aja. Apa ada masalah? Kalau ia, ceritakan aja ke aku. Aku siap mendengarkan keluh kesahmu, kok." Andi membalas senyuman Gian dengan tersenyum.

Gadis Misterius (PROSES REVISI)Where stories live. Discover now