Naura Bukanlah Manusia

78 4 4
                                    

Tak terasa jam berputar dengan begitu cepat pada porosnya hingga jarum kecilnya menunjukkan angka 5 sore. Walaupun senja telah tiba, tetapi kesibukan anak pramuka di perkemahan itu masih belum usai hingga cahaya sang mentari tergantikan oleh sinar rembulan. Taburan bintang menambah keindahan malam itu.

Malam itu, Aliando menghampiri Nandra, dan Evril yang sibuk menyusun kembali stok yang mereka gunakan saat pionering.

"Eh, Andi kemana? Dari tadi gue gak lihat dia," ucap Aliando.

"Dia, 'kan lagi sama Escy ngawasi si Naura sama Tasya," jawab Evril. Sedetik ia menoleh ke arah Aliando. Kemudian, kembali melanjutkan kegiatannya.

"Hey, Andi di mana? Dianya kok ninggalin gue sih tadi pagi." Escy datang menghampiri Nandra, Evril dan Aliando sambil meminum es.

"Lah, bukannya Andi sama lo dari tadi? Dan, dari tadi kok gak nongol-nongol di tenda?" tanya Nandra.

"Tadi gue sama Andi kehilangan jejak si Naura sama si Tasya. Terus gue beli jajan deh karena lapar. Eh, pas gue udah siap jajan tuh, di Andinya hilang. Ya ... gue pikir dia ke tenda. Lalu sepanjang hari gue di lapangan untuk ngeliat pionering sekaligus kegiatan yang lain sampai sekarang," jelas Escy. Berkali-kali ia meminum es yang baru dibelinya itu saat berbicara.

"Gawat!" Sontak, raut wajah Aliando berubah menjadi panik.

"Lo kenapa? Apanya yang gawat?"tanya bertubi-tubi Escy.

"Tasya. Dia dalam bahaya!" seru Aliando sambil berlari entah kemana. Escy mengekor Aliando dari belakang. Merasakan kepanikan yang sama, Nandra dan Evril langsung bergegas menyelesaikan pekerjaan mereka. Setelah usai, Nandra dan Evril langsung mengejar Aliando dan Escy yang sudah terlebih dahulu pergi.

Panik. Nandra, Aliando, Evril dan Escy bingung harus pergi kemana untuk mencari Tasya dan Naura. Mereka berharap bahwa Tasya baik-baik saja.

Escy memberi tahu tempat ia dan Andi kehilangan jejak Naura dan Tasya. Aliando menghela napas panjang. Mencoba menenangkan diri hingga ia merasakan aura keberadaan Naura yang berada di dalam hujan. Lantas, Aliando pun langsung berlari secepat mungkin menuju filingnya. Ia berharap Naura belum melakukan sesuatu yang membahayakan nyawa Tasya.

"Aliando, kita ngapain ke hutan?" tanya Escy yang sedang berlari di belakang Aliando. Nandra dan Evril juga ikut berlari di belakang Aliando.

"Aura Naura. Gue merasakan aura keberadaannya gak jauh dari sini!" jawab Aliando.

Kedua mata Aliando masih fokus pada jalan di depannya dan pikirannya masih fokus pada aura Naura yang terasa begitu jelas. Perkataan Aliando membuat teman-temannya itu bingung. Tak tahu apa yang dimaksud oleh Aliando.

"Semakin terasa." Aliando menambah kecepatan larinya.

Gelap. Tiada cahaya rembulan dan bintang untuk menerangi malam itu karena pepohonan besar yang tumbuh di hutan itu. Lantas, penglihatan mereka pun terganggu. Angin malam menambah ketegangan malam itu.

"Apakah dari kalian ada yang membawa senter atau hp?" tanya Evril.

"Gue bawa!" seru Escy sambil mengangkat senter yang dari tadi ia bawa.

Tiada satu pun temannya yang menyadari kalau Escy membawa senter, ditambah kebodohan Escy yang sudah tahu ia membawa Senter. Namun, ia tak menyalakannya. Escy terkekeh akan kebodohannya sendiri saat melihat ekspresi temannya itu. Kemudian, Escy langsung memberi senter itu ke Evril.

***

"Kita sebenarnya mau ke mana sih, Na? Dari tadi pagi kita di sini," ujar Tasya beridigik ngeri. Hawa malam itu membuatnya merasa ketakutan. Sejuta pikiran negatif merajai pikirannya termasuk pikiran akan hal-hal gaib. Pikirnya, "mungkin saja hantu menampakkan diri saat itu juga."

"Udah, gak usah banyak tanya." Naura menyebar pandangan ke segala penjuru arah. Ia seakan sedang mencari sesuatu atau sedang tidak sabar menunggu seseorang.

Semilir angin berhembus hingga membuat bulu kuduk Tasya berdiri. Hawa dingin malam itu menemani rasa takut Tasya. Bibirnya bergetar hingga ia memeluk tubuhnya sendiri.

Seperdetik kemudian, Tasya mendengar suara derap langkah kaki seseorang. Suara langkah itu menuju ke tempat Tasya dan Naura yang sedang duduk di bawah salah satu pohon di hutan tersebut. Sontak, ketakutan Tasya memuncak. Ia memeluk erat tubuh Naura sambil menutup mata. Tak berani menatap sosok si pemilik suara langkah kaki itu.

Suara langkah kaki itu berhenti tepat beberapa meter dari tempat Tasya dan Naura berada. Semakin erat pula Tasya menggenggam baju Naura. Ia menyembunyikan kepalanya di belakang pundak Naura.

"Hey, Tasya," panggil seorang wanita. Suara itu berbeda dari suara Naura. Lantas, Tasya pun berpikir kalau suara itu adalah pemilik dari suara langkah itu.

"Jangan apa-apakan kami!" Tasya mengguncang-guncangkan tubuh Naura pelan. Tasya kaget setengah mati saat mengetahui keadaan Naura yang sedang pingsan. Pucat. "Naura! Lo-lo kenapa?" tanya Tasya panik.

"Hey-hey. Aku di sini. Itu bukan Naura, melainkan itu hanyalah tubuh manusia yang selama ini kutumpangi. Akulah Naura yang asli."

Dengan keberanian penuh, Tasya menoleh ke arah suara itu. Ia melihat sesosok wanita yang rambutnya terurai begi saja. Poni panjangnya itu menutupi salah satu kelopak matanya dan sesosok anak laki-laki yang ia kenal. "Dio?" Tasya menggeleng tak percaya. Ia merasa bahwa itu semua hanya mimpi. Ia melihat sepupunya yang telah meninggal itu.

Tasya menoleh ke arah wanita yang mengaku sebagai Naura itu. Wajah wanita itu sangat berbeda dari wajah Naura yang sedang pingsan itu. "Kau-kau bukan Naura!" jerit Tasya. "Si-siapa lo sebenarnya dan Dio ... bukannya lo udah meninggal?"

Naura tersenyum sinis. Lalu, ia menjongkok. Menyamai tinggi tubuhnya dan Tasya. "Hey, Dio sepupumu itu memang sudah mati dan itu adalah jiwanya, atau dengan kata lain ... kami ini adalah hantu," ucapnya.

"Ha-hantu." Keringat dingin keluar dari pelipis dahi Tasya. Ia benar-benar sangat ketakutan.

"Ya. Asal kau tahu, ya. Perempuan yang sedang pingsan itu bernama Sharla. Selama ini aku selalu menumpang di tubuhnya dan menyamar sebagai manusia dengan tujuan untuk mencari dia dan juga untuk memuaskan nafsu membunuhku. Aku ingin manusia yang memiliki hidup bahagia sepertimu merasakan apa yang kurasakan ketika makhluk itu membunuhku dengan tragis!" Naura menatap netra Tasya tajam.

"Maksudnya, selama ini gue berteman dengan hantu? Dan sebenarnya Naura manusia yang kukenal itu tidak ada?"

"Ya, aku sudah lama ingin membunuhmu. Namun, Nandra, Evril, Andi dan kedua teman hantunya itu selalu saja menghalanginya hingga tiba saat ini. Aku sudah memerintahkan Gian untuk tetap bersama dengan Andi agar Nandra dan teman-temannya sibuk mencari Andi yang gak kunjung kembali ke tenda dan aku ... hah, dan aku akan dengan mudahnya membunuhmu. Mencungkil matamu sebagai pengganti salah satu mataku yang hilang."

Naura menunjukkan kelopak matanya yang hilang itu kepada Tasya. Kelopak mata yang selalu tertutupi oleh rambutnya. "Sekarang sudah saatnya." Naura tersenyum penuh nafsu sambil menodongkan kuku panjangnya itu ke salah satu mata Tasya. Ingin rasanya ia segera mencungkil mata Tasya sebagai pengganti matanya yang hilang itu.

"Tidak!" Tasya menutup kedua matanya. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari dari tempat itu, tetapi usahanya gagal.

Jarak Naura dan Tasya begitu dekat. Tangan kiri Naura menggenggam erat dahi dan rambut Tasya. Sementara tangan kirinya berjarak satu senti meter berada di depan salah satu mata Tasya.

"Berhenti!" seru Aliando. Dengan cekatan ia berusaha menghentikan tindakan yang hendak dilakukan oleh Naura.

Gadis Misterius (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang