1.5 ; who is she?

4.9K 963 365
                                    

"Masa lalu mungkin harus dilupakan, tapi tidak denganku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Masa lalu mungkin harus dilupakan, tapi tidak denganku. Aku butuh itu, untuk membantu ibuku."

•••

Pagi itu, Ara datang ke sekolah dengan perban di kedua tangannya. Hal tersebut membuat dia menjadi pusat perhatian orang-orang. Mereka memandang aneh dan remeh ke arah gadis itu.

"Oh, lihat siapa yang datang hari ini?" sindir Jina sambil menghalangi jalan Ara. Sebenarnya, dia berangkat bersama Jisung tapi pemuda itu masih berada di parkiran untuk membenarkan sepedanya.

"Anak ini masih berani rupanya," timpal Nata.

"Kalian tidak takut?" Ara tersenyum manis ke tiga orang perempuan itu.

"Padamu? Ayolah, kau yang harusnya takut padaku. Bagaimana ukiran temanku di tanganmu? Itu bagus, bukan?" Jina terkekeh pelan.

Koridor cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang tampaknya tak peduli dengan Ara. Ini masih cukup pagi, dan Mina tentunya belum datang. "Kalian—argh!"

Ara meringis sakit kala Somi dan Nata menekan kuat kedua tangannya. Sial, lukanya belum begitu pulih! Masih basah dan tidak terlalu kering! Darah pun kembali mengalir membuat perban tersebut berubah warna.

"Jauhkan tangan kalian!" Jisung menghempas kuat tangan Somi dan Nata. Setelah selesai membenarkan rantai sepedanya, dia bergegas masuk ke dalam sekolah, tapi yang ia lihat malah ....

"J-Jisung?" Jina tertegun.

Pemuda itu memeluk pinggang Ara dari samping, kemudian berjalan menjauhi mereka bertiga. "Jauhi kekasihku." Jisung menatap tajam ke arah Jina.

Keduanya kini melanjutkan langkah mereka menuju ke kelas. Ara sedikit meringis perih, harusnya dia mengikuti apa kata Jisung tadi untuk tetap di rumah sakit. "Ayo ke kantor kepala sekolah," ucap Jisung.

"Kenapa?"

"Kau pikir aku terima melihat dirimu dianiaya? Kau sendiri yang bilang akan menggunakan kedua tanganmu sebagai bukti." Ara tersenyum senang, lalu mengangguk. Mereka berjalan pelan ke ruang kepala sekolah.

Tok-tok-tok!

Mereka masuk ke dalam ruangan, di sana pria berkepala tiga itu mengalihkan atensinya pada dua siswa yang baru masuk ke dalam ruangannya. "Ada apa?"

"Saya ingin melaporkan tiga anak yang sudah melukai Kim Ara."

"Baiklah, siapa nama ketiga anak itu?"

For Jisung | Park Jisung✓Where stories live. Discover now