#2

160 27 10
                                    

Areum melangkahkan kakinya turun dari sebuah bus. Jarak dari halte ke rumahnya tidak terlalu jauh, jadi dia bisa berjalan kaki.

Ponselnya berbunyi ketika sebuah pesan masuk. Areum lantas merogoh kantung almamaternya dan segera melihat pesan itu.

From : Han Jisung

Nanti malam aku ingin mengajakmu pergi. Maaf soal yang tadi♡

Kedua sudut bibir Areum perlahan membentuk sebuah lengkungan ke atas.

"AWAS!!"

Bugh!

Kepala bagian belakang Areum berdenyut di detik itu juga. Ponselnya bahkan jatuh, hampir saja terinjak olehnya namun tubuh gadis itu langsung terduduk seraya mengerang pelan. Kemudian derap langkah kaki terdengar menyusulnya. Seorang laki-laki berjongkok di depan Areum.

"Kau tak apa?" tanyanya.

Kedua mata Areum menyipit, berusaha mengenali sosok di depannya. Dia tampak mengenakan seragam sekolah yang berbeda dengannya.

"Kepalaku sakit," keluh Areum seraya berdiri, dibantu oleh orang itu. "Kenapa kau bermain bola di jalan? Apa kau tidak tahu kalau hal seperti itu bahaya?! Ah, kau orang yang beberapa waktu lalu pindah ke sebelah rumahku, 'kan?"

Laki-laki itu— Changbin, berkedip dua kali. "Aku kan sudah meminta maaf."

Areum menatapnya sinis. "Terserah." Gadis itu mengambil ponselnya yang tergeletak di permukaan aspal dan langsung pergi ke rumahnya dengan tangan yang masih mengelusi kepala.

Changbin menggelengkan kepalanya menatap punggung Areum yang menjauh. Dia lalu mengambil bolanya dan segera ke rumah.

***

Pindah rumah membuat Changbin juga harus pindah sekolah. Beruntung, di sekolahnya yang baru dia cepat akrab dengan yang lain.

Pandangannya kini teralih ke sebuah kamar di depan sana. Gadis tadi— yang namanya entah siapa, kini terlihat dimarahi oleh ayahnya entah karena apa. Sang ayah tampak menunjuk-nunjuk ke sebuah kertas yang berada di atas meja. Ah, Changbin mengerti. Pasti soal nilai.

Memangnya nilai gadis itu jelek? Dia tidak terlihat seperti murid bodoh, Changbin membatin. Cukup lama dia memperhatikan kegiatan di depan sana, sebelum akhirnya ayah dari gadis itu pergi. Sepeninggalnya, gadis itu tampak frustrasi seraya mengusap wajahnya kasar dan meremas kertas tadi dan melemparnya ke bawah meja. Mungkin di sana terdapat tempat sampah, Changbin menebak-nebak.

Tidak lama kemudian gadis itu tampak kembali fokus dengan bukunya, namun kurang dari sepuluh detik dia langsung melemparkan pulpen yang dipegangnya ke atas meja. Changbin berkedip saat gadis itu mulai menangis.

Apakah nilainya seburuk itu?

Changbin mencoba menerka, namun sebuah ketukan di pintu kamarnya segera menyadarkannya. Dia beranjak dari kursi dan segera membuka pintu.

"Ibu mendapat kiriman buah dari bibimu. Makanlah, Ibu sudah memotongnya. Jangan lupa kerjakan tugas sekolahmu. Ibu akan pergi ke minimarket sebentar," ucap ibunya.

"Ah, baiklah. Terima kasih."

Changbin kembali ke kursinya seraya mengambil sepotong buah. Dia membuka laptop dan memainkan salah satu game favoritnya. Hei, bukankah tadi ibunya mengatakan tugas?

Kedua matanya kembali menatap ke kamar gadis itu. Kamarnya terlihat kosong. Sepertinya gadis itu sudah pergi. Changbin kembali memasukkan sepotong buah ke dalam mulutnya dan berfokus pada permainan.

Next?

Streetlight ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang