#23

57 13 0
                                    

Areum menatap berbagai macam makanan yang ada di atas meja makan. Gadis itu mengambil sepotong daging dan memakannya dengan ekspresi datar. Rasanya enak. Ya, enak seperti sebelumnya.

Harusnya dia senang karena ibunya memasak makanan kesukaannya. Tapi Areum justru tampak biasa saja. Dia bahkan seperti tidak berniat menatap kedua orang tuanya.

"Aku sudah selesai. Terima kasih atas makanannya." Areum beranjak dari kursi. Gadis itu melangkah pergi dari sana. Kegiatan makan kedua orang tuanya sempat terhenti. Mereka menatap punggung Areum yang menjauh. Gadis itu hanya makan beberapa suap, bahkan nasi miliknya masih terlihat penuh.

Areum berjalan berjalan menuju ayunan di depan rumahnya. Perlahan dia mengayunkan tubuhnya. Akhir-akhir ini semuanya terasa berat. Tidak ada yang bisa diajak bicara. Tapi ...

Areum menoleh ke rumah yang berada di sebelah rumahnya. Keluarga Changbin selalu memperlakukannya dengan baik, membuat Areum melupakan keluarganya sendiri. Bahkan Changbin lebih sering mendengarkan keluh kesahnya, lelaki itu juga menyemangatinya.

Sementara keluarganya— Areum menoleh ke rumahnya sendiri. Keluarganya justru membuatnya seolah selalu hidup dalam kesendirian. Bahkan saat makan malam pun dia merasa sendirian di meja makan, padahal nyatanya dia bersama kedua orang tuanya. Tak ada interaksi apapun, Areum menyayangkan itu. Padahal dia ingin mengatakan banyak hal yang menyenangkan.

Areum menengadahkan kepalanya dan menatap langit. Bulan tengah bersinar begitu terang. Jika dia bisa terbang, rasanya dia lebih baik melarikan diri saja ke bulan.

***

Changbin menghampiri Areum yang sedang bermain basket. Gadis itu masih memakai seragamnya, bahkan tas miliknya juga berada di sana.

"Hei, kau tidak pulang?" tanya Changbin.

"Aku sudah pulang." Areum meloncat dan memasukkan bola dari kejauhan.

"Ini rumahku. Aish .... " Changbin meletakkan tasnya di sebelah tas milik Areum dan berjalan menghampiri gadis itu.

"Tidak masalah. Rumah kita kan bersebelahan." Areum mengambil ancang-ancang. Dia baru saja hendak meloncat namun Changbin dengan cepat merebut bola di tangannya dan memasukkannya ke dalam ring. Areum berteriak memprotes. Dia memukul lengan Changbin berkali-kali hingga lelaki itu berteriak kesakitan.

Menyerah, akhirnya Changbin memutuskan duduk menonton.

"Jika kau gagal, kau harus mentraktirku." Changbin tersenyum miring. Dia melipat kedua tangannya di depan dada.

"Jika aku berhasil?" Areum menatapnya.

"Aku yang mentraktirmu."

Areum bersorak pelan. Dia semakin bersemangat. Sementara Changbin terlihat santai.

"Kau akan gagal," ucap lelaki itu.

"Aku bahkan belum mencobanya. Tidak perlu sok tahu!"

Changbin tertawa. Areum melakukan lemparan dan—

Changbin bersorak. Pada akhirnya dia menang. "Jangan lupa, Nona." Dia tertawa.

"Bawel!" Areum mengerucutkan bibir. Dia lalu berjalan menghampiri Changbin dan duduk bersila di sebelahnya.

"Oh, iya. Akhir-akhir ini aku tidak melihatmu pergi dengan pacarmu. Dia juga tidak ke rumahmu lagi. Kalian bertengkar, ya?" tanya Changbin.

Areum meliriknya sekilas dan membuang napas. "Aku sudah putus dengannya."

Changbin berkedip dan dia menatap Areum. Putus katanya? "Sejak kapan?"

"Sudah lama. Dia sekarang sudah berkencan lagi dengan gadis lain. Aku membencinya." Areum mendengkus.

Changbin terdiam. Pantas saja akhir-akhir ini Areum jadi sering ke rumahnya. Ternyata gadis itu putus dengan Han Jisung. Tapi sejak kapan? Oh, Changbin ingat sekarang. Dia pernah melihat Jisung ke rumah Areum dan mengajaknya pergi. Tapi setelahnya gadis itu pulang sendirian dalam keadaan menangis. Apa sejak hari itu?

"Astaga, jadi kau patah hati?" Changbin berujar dengan nada mencibir.

"Ah, entahlah. Pokoknya aku masih kesal padanya. Pantas saja sikapnya jadi aneh. Ternyata dia memang memiliki gadis lain."

Suasana hening selama beberapa saat. Changbin menahan tawanya. Lihatlah, sepertinya tetangganya benar-benar sedang patah hati kali ini.

Streetlight ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang