#33

62 14 0
                                    

Changbin mengelus bahu Areum yang bergetar. Gadis itu langsung menghampirinya sepulang sekolah dalam keadaan menangis. Changbin merasa kasihan. Setelah semua yang yang dilewati oleh keluarganya, akhirnya kedua orang tua Areum memilih untuk bercerai. Hari ini mereka tengah menghadiri persidangan, namun Areum tidak bisa menemani ibunya karena dia harus sekolah. Gadis itu merasa terpukul sekali. Dia merasa keluarganya benar-benar hancur sekarang. Bahkan ibunya sudah tidak lagi bekerja semenjak pertengkaran hebat beberapa hari yang lalu.

"Semuanya pasti akan baik-baik saja, Areum-ah." Nyonya Seo yang sedari tadi ikut menyimak pembicaraan gadis itu segera duduk di sebelah Areum dan memeluknya. Tangisan gadis itu semakin pecah, dia memeluk Nyonya Seo erat.

"Ini semua bukan salahmu. Mungkin memang ini jalan terbaik untuk kalian. Kau harus bisa menghargai keputusan mereka." Changbin menjeda kalimatnya. "Bagaimana pun akhirnya, kau harus tetap menjaga hubunganmu dengan mereka. Setidaknya mereka masih hidup," ujarnya pelan seraya mengelus pelan bahu Areum.

"Berhentilah menangis. Ibumu akan baik-baik saja. Semuanya akan berjalan lancar. Kau tidak perlu khawatir." Nyonya Seo menghapus air mata Areum dengan kedua ibu jarinya. Dia tersenyum, berusaha menguatkan gadis itu.

***

Rumah Changbin tampak sepi begitu Areum datang. Biasanya lelaki itu berada di halaman rumah atau kamarnya, namun Areum hari ini belum melihatnya sama sekali.

"Apa Changbin sedang pergi?" Bibir Areum sedikit mengerucut. Beberapa hari terakhir mood-nya tidak bagus, apalagi semenjak sidang kedua orang tuanya.

Tepat ketika dia berbalik hendak pulang, dia bertemu dengan Nyonya Seo. Wanita itu tersenyum padanya.

"Selamat siang," sapa Areum seraya membungkukkan badannya.

"Ada perlu apa kemari, hm?" tanya Nyonya Seo. Areum seketika menggaruk lehernya.

"Ah, tadinya aku ingin menemui Changbin. Tapi sepertinya dia sedang pergi. Kamarnya juga terlihat kosong," ucap Areum.

"Ah, iya. Changbin sedang pergi. Tadi dia pergi bersamaku, tapi saat aku mengajaknya pulang dia berkata kalau dia ingin pergi ziarah."

Kedua alis Areum bertaut. "Ziarah?"

"Hm. Padahal dia baru beberapa hari yang lalu ke sana." Nyonya Seo menghela napasnya pelan. "Kurasa dia benar-benar merindukan orang tuanya."

Areum mengerjap. "Orang tua? A-apa maksudnya? Bukankah orang tua Changbin .... "

"Changbin bukan putra kandungku. Asal kau tahu, keluargaku bermarga Kim. Bukan Seo." Nyonya Seo berujar pelan seraya tersenyum begitu pilu.

Tidak ada satu pun kalimat yang keluar dari bibir Areum. Gadis itu terdiam, mencoba mencerna baik-baik ucapan wanita di depannya.

"Aku dan suamiku memutuskan untuk merawatnya setelah kedua orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaan. Saat itu Changbin masih berusia lima tahun. Dia terpukul sekali, hanya dia yang selamat dalam kecelakaan itu."

Areum teringat sebuah foto yang pernah dia lihat di kamar Changbin. Dua orang yang ada di dalam foto itu ternyata orang tua kandungnya.

Gadis itu menahan napasnya. Sulit dipercaya, Seo Changbin selama ini terlihat baik-baik saja, bukan? Lelaki itu bahkan selalu menyemangatinya dan memberinya kekuatan.

"Ya Tuhan." Kedua mata Areum kini berkaca-kaca. Dia menutup mulutnya tidak percaya. Apa yang sudah dia lakukan? Dia terlalu sibuk menumpahkan segala masalahnya pada orang lain, sampai tidak sadar kalau orang yang sebenarnya membutuhkan dukungan adalah orang yang selalu mendengarkan setiap keluh kesahnya.

Seo Changbin, dia menyembunyikannya dengan begitu rapi. Dia bersandiwara dengan baik sekali. Senyumannya selama ini, adalah luka yang sebenarnya. Lelaki itu terluka, namun tidak ada satu orang pun mengetahuinya. Dia tidak ingin ada yang melihat lukanya. Dia selalu meminta Areum agar terbuka padanya, namun dia justru melakukan hal yang sebaliknya.

Nyonya Seo terkejut saat setetes air mata benar-benar lolos dari mata Areum. Gadis itu menangis di sana. Nyonya Seo segera memeluk Areum. Dia mengerti perasaan gadis itu. Dia pasti terkejut mendengarnya.

"Setidaknya mereka masih hidup."

Kedua bahu Areum semakin bergetar. Itu adalah kalimat yang diucapkan Changbin padanya.

"Milikku sudah pergi."

Itu terdengar seperti kelanjutan kalimat yang Changbin katakan, namun tidak pernah dia ungkapkan.

Streetlight ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang