#28

56 14 0
                                    

Areum membenarkan letak rambutnya yang tertiup angin. Kedua kakinya berjalan menyusuri pasir hingga jejak kakinya tercetak di sepanjang pantai, beberapa di antaranya sudah tersapu ombak dan menghilang.

Dia menatap sebuah vila yang tidak jauh dari sana. Kedua orang tuanya tampak sedang mengobrol dengan dua buah laptop di depan mereka. Areum menghela napasnya dan kembali melangkah. Dia berhenti dan menatap deburan ombak di depan sana. Kepalanya menunduk, menatap kedua kaki telanjangnya yang tersapu oleh anak-anak ombak dengan lembut.

Membosankan. Dia bahkan tidak bisa merasakan liburan yang sebenarnya. Dia malah ingin pulang dan bermain basket dengan Seo Changbin.

Seo Changbin. Kira-kira apa yang sedang dia lakukan saat ini?

Jika saja Changbin tidak memaksanya agar ikut liburan, Areum pasti tidak akan mau. Dia sudah menolak ajakan orang tuanya ke pulau Nami. Tapi Changbin justru menyuruh sebaliknya.

Firasatnya benar. Kedua orang tuanya bahkan masih saja sibuk. Padahal, Areum ingin mereka bersenang-senang di tepi pantai dan mengambil gambar. Begitu saja terasa sulit. Harusnya dia tidak ikut.

Areum mendudukkan dirinya. Dia memainkan pasir di tangannya, sesekali melemparnya ke anak-anak ombak yang mendekat. Dia berkali-kali membuang napas.

"Yoon Areum!"

Areum menoleh saat namanya dipanggil. Ibunya terlihat berdiri di balkon vila seraya bertepuk tangan, memberinya kode agar segera kembali. Areum segera beranjak dan berjalan ke sana. Apa lagi sekarang? Apa dia disuruh menjadi saksi perkelahian mereka?

"Ada apa?" tanya Areum ketika dia sudah sampai. Meja yang tadi digunakan kedua orang tuanya tampak sudah dirapikan.

"Gantilah bajumu. Kau harus ikut bersama kami," ucap ibunya.

"Ke mana?"

"Kami akan pergi ke sebuah acara di dekat sini. Banyak teman Ayah yang datang. Kau harus ikut." Ayahnya menjawab seraya masuk ke dalam vila.

"Cepatlah. Jangan membuat ayahmu marah."'

Areum menatap punggung ibunya yang menjauh. Dia kembali membuang napas. Dia tidak mau ikut, tapi karena berusaha untuk tidak menimbulkan masalah, akhirnya dia memilih menurut.

Selang beberapa menit kemudian Areum keluar dari vila dengan sebuah dress selutut berwarna putih. Dia berjalan menghampiri orang tuanya yang sudah menunggu di dalam mobil.

Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Areum menyibukkan diri dengan menatap pemandangan di luar jendela. Liburan macam apa yang sedang dia lakukan? Dia ingin berkumpul dengan orang tuanya. Menghabiskan waktu seharian, berjalan-jalan di pantai, melihat sunset, lalu memanggang daging di depan vila saat malam dengan ditemani hembusan angin dan indahnya langit.

"Kau tak apa?" Nyonya Yoon bertanya saat menyadari kalau Areum hanya diam. Putrinya menatapnya sekilas dan kembali membuang muka ke luar jendela.

"Hm." Gadis itu hanya bergumam sebagai jawaban.

Nyonya Yoon menghela napas pelan dan mengelus puncak kepala Areum. Dia lalu menggenggam tangan putrinya.

***

"Maaf karena sudah membuat kalian menunggu."

Dua buket krisan diletakkan di atas dua gundukan tanah. Sudah belasan tahun, tapi semuanya masih terasa memilukan. Berharap hanya mimpi, tapi itu tidak mungkin terjadi.

Tidak ada satu pun ekspresi di sana. Wajah itu masih terlihat begitu tenang sejak pertama kali menginjakkan kakinya ke sana.

Diraihnya kedua bahu Changbin saat lelaki itu mulai menunduk. Kedua sudut matanya mulai memerah. Nyonya Seo lantas memeluknya erat, matanya tampak berkaca-kaca. Dia mencium kening putranya.

Streetlight ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang