#30

55 13 0
                                    

Setelah kurang lebih dua hari tidak bertemu, akhirnya sore ini Changbin bertemu dengan gadis itu sepulang sekolah. Dia langsung berjalan menyusul Areum.

"Yoon Areum!" Dia menepuk pundak gadis itu. Di detik berikutnya dia terkejut begitu melihat salah satu pipi gadis itu memar.

"K-kau kenapa? Ada apa dengan wajahmu?" tanya Changbin khawatir. Areum sama sekali tidak menunjukkan ekspresi seperti biasanya.

"Kau tak apa? Seseorang memukulmu? Itu bekas pukulan, 'kan?"

Lagi, Areum terdiam. Kedua sudutnya perlahan terangkat. "Tidak apa-apa. Ini sudah tidak sakit."

"Kau yakin? Kau ke mana saja?"

"Ibuku sakit. Jadi aku harus merawatnya. Ayah sudah beberapa hari tidak pulang." Areum berujar pelan. Wajahnya tampak begitu sedih.

"Ibumu sakit? Lalu bagaimana keadaannya sekarang?"

"Dia sudah lebih baik. Dia juga sudah mau makan." Areum tersenyum tipis. Sangat tipis hingga Changbin mungkin tidak menyadari kalau gadis itu tengah tersenyum.

"Kalau begitu aku duluan. Ibu pasti menungguku."

"I-iya, semoga ibumu cepat sembuh."

Areum mengangguk dan berjalan mendahului Changbin. Dia memasuki rumahnya dengan murung.

Changbin masih berada di posisinya. Dia justru semakin khawatir. Wajah Areum terluka. Dia seperti habis dipukul oleh seseorang.

Sementara itu, Areum pergi ke kamar ibunya. Dia sempat terkejut saat mendapati ruangan itu kosong. Karena khawatir, akhirnya dia mencari ibunya ke setiap penjuru rumah. Rupanya wanita itu berada di dapur. Dia tengah menuangkan susu ke dalam gelas.

"Kau sudah pulang?" tanyanya begitu melihat Areum. Putrinya menghela napasnya lega dan meletakkan tasnya di kursi. Dia berjalan menghampiri ibunya.

"Ibu membuatku khawatir. Apa Ibu sudah makan? Ibu harus minum obat. Aku akan menghangatkan buburnya."

"Ibu sudah makan. Ini, minumlah." Nyonya Yoon memberikan segelas susu kepada Areum yang langsung diterima dengan baik oleh gadis itu. Semarah apapun dia pada ibunya, tapi tetap saja dia khawatir saat ibunya sakit. Apalagi ayahnya sudah memperlakukannya dengan begitu buruk.

"Apa ayah sudah pulang?" tanya Areum. Ibunya menggeleng.

Pergi ke mana pria itu? Di saat istrinya sedang sakit, dia justru tidak kunjung kembali ke rumah. Nyonya Yoon mengelus salah satu pipi Areum yang masih tampak kebiruan.

"Maafkan Ibu." ucapnya.

Areum lantas menatap ibunya. "Aku akan lebih marah jika Ibu yang dipukul. Aku akan sangat membenci ayah."

Mereka lantas berpelukan, setelah sekian lama akhirnya. Nyonya Yoon menumpahkan air matanya. Dia mengecup puncak kepala putrinya.

***

Areum berjalan ke arah pintu saat mendengar suara mobil memasuki halaman rumahnya. Tidak lama kemudian, pintu itu terbuka dan menampakkan ayahnya.

"Ayah dari mana saja?" tanya Areum. Dia mengikuti langkah sang ayah.

"Diamlah. Ayah lelah." Tuan Yoon melepas dasinya dan berjalan menuju kamar.

"Apa Ayah barusan minum?" Kedua mata Areum menyipit saat mencium bau alkohol.

"Diamlah, Yoon Areum. Sebaiknya kau belajar."

"Ayah masih bisa pergi minum-minum? Ayah tidak khawatir pada Ibu? Suami mana yang masih bisa pergi bahkan tidak pulang selama beberapa hari saat istrinya sakit? Sebenarnya Ayah ke mana saja?!" Areum mengepalkan tangannya. Langkah ayahnya terhenti dan dia berbalik menatap putri semata wayangnya itu.

"Kau tidak perlu ikut campur. Kau hanya harus belajar."

"Ayah selalu menyuruhku belajar tapi Ayah sendiri tidak mau belajar! Apa Ayah tidak sadar kalau sikap Ayah kepada Ibu selama ini begitu buruk?"

"YOON AREUM!" Tangan Tuan Yoon sudah berada di udara. Napasnya mulai memburu.

Areum tertawa. "Kenapa berhenti? Pukul aku!"

Tuan Yoon menurunkan tangannya begitu melihat wajah Areum yang masih memar. Dia lalu melanjutkan langkahnya.

"Kau ke mana saja?" tanya Nyonya Yoon yang keluar kamar begitu mendengar suara suaminya.

Tuan Yoon menatap istrinya sekilas. Dia lantas tidak menjawab dan malah masuk ke dalam kamar.

"Jawab aku! Yoon Kijun!" Nyonya Yoon menatap pintu kamar yang ditutup dengan kasar.

Streetlight ✔Where stories live. Discover now