3. Flirting the Grumpy Guy

1.9K 245 20
                                    

Lavi terbangun dari mimpi buruk. Dia bermimpi bahwa dia berada di tengah-tengah gunungan mayat. Lavi tahu tubuh-tubuh itu, mereka semua mengenakan lambang klannya di pakaian mereka. Dalam mimpi itu, Lavi masih muda, dia bukan ahli pedang atau pun petarung, dia hanya anak kecil yang ketakutan.

Mimpi itu sebenarnya adalah kenyataan yang terjadi dua puluh tahun yang lalu. Adegan di mana pembantaian klan terbesar terjadi. Insiden itu merenggut seluruh anggota keluarganya. Meski mimpi itu terus berulang, Lavi tidak pernah bisa lepas dari rasa takut. Dia merasa seperti anak kecil ketakutan yang telah ditinggalkan oleh ibunya.

Beberapa saat kemudian matanya berkedip, melihat ke langit-langit asing yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Di mana? Apakah dia masih di istana penguasa pulau?

Tak bisa mendapatkan ingatan apa pun, Lavi mulai waspada. Dia tidak tahu di mana dia berada, dan mengapa dia ada di sini. Dia mengedipkan matanya sekali lagi, mencoba untuk memfokuskan pandangannya sendiri. Dia merasakan sesuatu yang lembut di bawah kepalanya dan denyutan yang familier di tubuhnya. Dia mencoba bergerak bangun, tetapi tiba-tiba merasakan sakit yang menyengat di perutnya.

"Sepertinya kau mengalami mimpi buruk."

Lavi menoleh. Seorang pria tampan berambut pirang duduk di dekatnya sambil bertelanjang dada. Meski wajah pria itu hanya bisa dilihat dari samping, lekuk wajahnya sangat sempurna dan tubuhnya memiliki otot yang kuat. Dan sekarang pria pirang itu sibuk dengan buku-buku tua di tangannya.

Saat Lavi mencoba untuk bangun, dia menyadari bahwa tangan kanannya diborgol ke sisi tempat tidur. Sebelum dia bisa mencerna situasinya, dengan lembut tubuhnya didorong berbaring kembali.

"Di mana ini?" Lavi berhasil bersuara, memejamkan mata pada rasa sakit yang terlupakan di perutnya.

"Di kamarku." Arsen menjawab datar, menaruh buku di atas meja.

"Kenapa kau mengikat tanganku?" Lavi mendesis.

Arsen menatapnya sambil tersenyum. Dia berbalik untuk menghadapi Lavi secara langsung. Pria itu mengamati wajah Lavi dengan tenang; di pipinya yang putih pucat seperti kertas, matanya yang melotot, juga alisnya mengerut dalam. Bahkan dengan ekspresi kesal seperti itu, Lavi memang terlihat cantik.

"Wajahmu adalah tipeku," kata Arsen tanpa sadar. Tampak menikmati wajah marah di depannya.

Lavi tersinggung. Kali ini dia bangkit lagi, mengabaikan rasa sakit di perutnya dan menggunakan tangan kirinya untuk memukul Arsen. Mungkin dia salah perhitungan atau dia tidak tahu siapa lawannya, tapi dalam sekejap gerakannya ditangkap oleh Arsen dan tangannya berada dalam genggaman si pirang.

"Itu untuk mencegahmu banyak bergerak. Tabib telah memberitahuku bahwa kau setidaknya harus istirahat di tempat tidur selama seminggu. Jadi aku membawamu ke sini untuk mengawasimu."

Lalu Arsen melepaskan tangannya.

Lavi menatapnya dengan kesal.

"Oh, jika kau mencoba memberontak, aku akan mengikat semua anggota tubuhmu juga. Coba saja." Arsen pergi ke meja dekat pintu untuk menuangkan air ke dalam gelas, lalu kembali ke sisi Lavi. "Mau minum?"

"Lepaskan aku!" Lavi menggeram.

Arsen meringis mendengar betapa seraknya suara Lavi.

Membantu Lavi minum dalam posisi berbaring mungkin sulit, pikir Arsen. Kemudian dia meminum air dari gelas, memeluk Lavi di dekat wajahnya, dan menciumnya. Selama kegiatan ini, air di mulutnya disalurkan ke mulut Lavi. Ketika pria lemah itu mulai memberontak, Arsen mencengkeram kepalanya dengan kuat untuk menahannya.

Lavi menggosok mulutnya saat Arsen menjauhkan wajahnya. "Apa yang kau lakukan, berengsek?!"

"Membantumu minum." Arsen menjilat bibirnya dengan gaya sensual.

BLACK MASK [Dalam Revisi]Where stories live. Discover now