25. Win-Win Solution

732 98 4
                                    

Kiril disambut dengan hormat oleh beberapa pengawal setelah dia tiba di depan gerbang kerajaan besar tetua. Tempat itu tidak berubah sejak terakhir kali dia berkunjung. Auranya sangat mencekik lehernya dan membuatnya hampir mati lemas. Untuk mengalihkan pikirannya, dia bertanya di mana kakeknya berada dan segera datang ke sana.

Sama seperti dulu, tempat ini juga masih sama seperti sebelumnya; dingin dan membekukan setiap langkah kaki. Sebuah pintu ganda didorong terbuka dan Kiril segera menemukan seseorang yang memintanya bertemu.

"Tuanku." Kiril membungkuk hormat pada tetua yang ditemuinya langsung di ruang pertemuan. "Mengapa kau menyuruhku kemari?"

Mendengar sapaan hormat dari sang cucu alih-alih panggilan kekerabatan, pria tua di depannya menatapnya tanpa ekspresi. "Kau tiba lebih cepat dari yang kuduga."

Kiril memperbaiki posisi berdirinya dan masih menunduk. "Pelayan ini menyewa kuda di perbatasan Bathara. Seperti kata penjualnya, kuda itu sangat kuat dan lincah dalam segala kondisi jalanan."

Dari istana Bathara sendiri, butuh hampir lima hari untuk tiba di Kerajaan Tetua. Mengingat beberapa hari cuaca begitu panas terik membakar kulit, sang cucu pastilah tidak cukup mengambil istirahat dalam perjalanan ketika dia bisa tiba lebih cepat.

Penn tahu apa yang membuat Kiril gigih untuk cepat sampai, dan dia merasa tidak senang setelah memikirkannya.

Lantas dia mendekat dengan langkah kaki yang dingin. "Ternyata kemampuanmu bernegosiasi masih sangat tinggi."

Kiril tidak mengerti maksud sang kakek, tapi dia tidak berkeinginan untuk menjawab.

"Kau seharusnya tidak terlalu sungkan, kau adalah cucuku." Suara Penn kembali terdengar normal. "Mari duduk, aku ingin mendengarkan berita bagus."

Tanpa Kiril sadari, seluruh kekuatannya seolah-olah terserap dengan suara enigmatis yang mantap dari kakek sepuh tua itu. Perlahan dirinya menghambur duduk pada kursi kayu kokoh yang baru saja ditarik untuknya.

Setelah keduanya duduk, Kiril akhirnya bisa menatap sang kakek. Usianya sudah sangat sepuh, mungkin telah menginjak angka delapan puluh, jadi wajar saja jika dia melihat beberapa kulit keriput dan terlipat di lapisan wajahnya. Bahkan rambutnya juga telah memutih seluruhnya, tapi untuk urusan lain, sang kakek masih sama dalam berbagai aspek.

Kata-katanya masih sangat stabil dan menjatuhkan mental.

Kiril menundukkan pandangan ke meja. "Pelayan ini sebenarnya tidak punya informasi apa pun untuk diberikan."

Penn tidak mengubah ekspresinya ketika dia menjawab, "Sayang sekali, apakah kau tidak ingin mendengar perkembangan Chakra?"

Penn benar-benar tahu bagaimana membuat seekor rusa sekarat dengan satu kali serangan. Tanpa memberi provokasi yang berat, dengan menyebut nama Chakra sudah cukup untuk menjatuhkan mental Kiril berkeping-keping.

Chakra adalah kakak kandung lelaki muda berbakat itu dan juga merupakan prajurit kemiliteran yang saat ini terbaring lemah di dalam instalasi istana militer. Dia memiliki nyawa yang berada di ujung batasnya, dan dengan kemampuan Penn, dia bisa menjalani perawatan guna memperpanjang usianya.

Chakra yang malang.

Tentu saja tidak ada yang gratis di dunia ini. Kehidupan kakek-cucu yang dikira oleh dunia luar begitu harmonis, sebenarnya tidak sebahagia kelihatannya.

BLACK MASK [Dalam Revisi]Where stories live. Discover now