22. Meeting You was Fate

556 90 5
                                    

Lavi Arutala telah terjaga beberapa menit lalu, tapi dia tidak segera bergerak karena seluruh tubuhnya terasa berat.

Pandangannya masih tidak fokus menatap langit-langit yang kumuh. Seluruh tubuhnya lemah dan letih. Pada saat itu hanya satu kehangatan yang menyebar ke dalam lapisan kulitnya, berasal dari tempat di sebelahnya.

Setelah beberapa saat Lavi akhirnya sadar bahwa dia telah berada dalam pelukan sepasang tangan yang kokoh. Satu kakinya telah masuk di antara paha seseorang.

"Kau sudah sadar?"

Mendengar suara itu, secara refleks Lavi mundur, tapi sepasang tangan menahannya untuk pergi.

Lavi tidak perlu bertanya bagaimana nasibnya bisa sangat sial. Seolah-olah dunia ini kecil, di mana pun dia pergi, dia akan bertemu dengan orang yang paling dihindarinya seumur hidup. Orang itu tidak bangun dan tidur nyaman sambil memeluknya, tidak tahu malu dan bodoh.

Siapa lagi yang punya perangai seperti itu di pulau terpencil ini?

"Lepaskan aku, kau membuatku panas." Lavi mengeluh dengan kesal, kalau saja dia tidak terluka dia bisa menghajar pria itu sekarang.

Mata Arsen yang terpejam sedikit bergetar, dia berkata dengan serak, "Tubuhmu seperti salju semalam, bagaimana bisa kau merasakan panas?"

"Kalau kau terus memelukku, aku akan merasa panas."

"Jika kau merasa panas mungkin kau mengalami demam karena hujan."

Sekujur tubuh Lavi panas bukan karena demam, dia merasakan panas pada organ dalamnya, dan itu terasa mendidih. Dadanya saat ini bertelanjang dan bersentuhan dengan dada Arsen yang bertelanjang juga. Dia tak bisa menjelaskan bagaimana situasi itu.

Lavi tidak mengingat apa yang terjadi semalam. Dia ingat kalau terjadi hujan deras selama perjalanan. Karena dia terlalu lama berkuda dan merasa letih, mungkin itu saat di mana lukanya mulai protes dan membuatnya tak sadarkan diri.

Meski begitu, telanjang dada bersama orang lain adalah hal yang memalukan. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Lavi terus menatap mata Arsen yang menutup sempurna. Bulu matanya tidak berwarna hitam seperti orang kebanyakan. Alisnya juga berwarna pirang, sedikit cokelat muda, dan mereka punya bentuk yang bagus. Saat tertidur bayangan dari bulu matanya tergambar di bawah mata seperti sayap kupu-kupu. Mereka secara alami terlihat indah.

Tiba-tiba mata itu terbuka. "Mengapa aku harus punya alasan untuk mengunjungi setiap sudut pulau milikku?"

Keindahan sebelumnya telah hilang ketika mata biru yang dingin menatap dengan tajam padanya.

Arsen berkata seperti itu seolah-olah dia tahu bahwa kehadirannya dan sang ayah yang mengakui pulau ini adalah hal yang terkutuk. Lavi tidak pernah mempermasalahkan itu sebelumnya, tapi Arsen nampaknya menaruh perhatian pada masalah itu.

Arsen melanjutkan, "Jangan diambil hati, aku hanya bercanda."

Meskipun dia berkata seperti itu, ekspresinya tidak menunjukkan bahwa dia merasa bersalah.

Sebuah ketukan datang dari pintu kayu tua yang menutup di sudut ruangan. Barulah Lavi sadar bahwa mereka berdua berada di tempat yang asing.

BLACK MASK [Dalam Revisi]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ