19. Assault on the Agura Clan

643 93 4
                                    

Arsen tidak diberikan waktu bahkan untuk mengumpat.

Gerakan Lavi yang tiba-tiba, memberinya tekanan yang berat. Arsen tidak begitu baik dalam melompat-lompat di dahan pohon satu ke pohon lain seperti tupai. Karena merasa tidak punya banyak waktu, dia masuk ke dalam pondok dengan tergesa-gesa. Gilen duduk tenang di kursi kayu dan melihatnya.

"Ada apa?"

Semua barangnya diletakkan di meja dan dia membuat tas kain khusus.

Rupanya Arsen sibuk mempersiapkan diri dengan perbekalan. Pria itu menyiapkan pedang pajangan yang diambilnya di dinding tanpa rasa malu, memakai kain hitam yang diikat sesuai lekuk tubuhnya dan jubah tipis.

"Aku menyukai pedang ini." Arsen menatap pria merah itu, memperlihatkan pedang yang diambilnya tanpa izin. "Bisakah aku memilikinya?"

Gilen sepenuhnya acuh tak acuh. "Kau harus membayarnya."

Jaket kulit Arsen tergeletak tak berdaya di lantai, dia segera merogoh kantung dan menemukan uang sisa. "Lima lembar cukup? Aku akan mengirimkan ke rekeningmu jika kurang."

'Lima lembar? Rekening?' Gilen menatapnya dengan wajah bodoh.

Setelah tahu uang itu tidak disentuh Gilen sama sekali, Arsen akhirnya sadar dan merasa bahwa uangnya itu tidak berguna. "Dengan apa penduduk di sini membayar makanan di pasar?"

"Batu emas dan koin perak."

"Sudah kuduga."

Sangat memalukan mengambil uang yang sudah dilempar ke tanah, tapi Arsen tak peduli dan kembali mengantungi uang itu. Pedang pilihannya telah disarungkan dan diikat ke punggungnya dengan kuat. Dia tampak seperti beberapa penduduk Nara yang mengaku sebagai prajurit.

"Aku akan membayarmu suatu hari nanti."

"Dengan siapa kau akan pergi?" Gilen memberi pertanyaan lain. "Lalu di mana Lavi? Apakah kau perlu menyamar lagi untuk pergi?"

Sebelumnya, semua penyamaran dibantu oleh Gilen, selendang yang digunakan sebelumnya telah sobek dan terkena darah. "Aku akan menyamar, kau seharusnya masih punya kain penutup wajah."

Arsen masih punya topi baseballnya, dan masih bisa digunakan. Gilen tidak berkomentar dan masuk ke dalam ruangan di kamarnya, ketika dia kembali, dia tidak membawa selendang yang sama, dia justru memberinya cadar tanpa berkata apa pun. Cadar itu memiliki tali panjang seperti masker wajah.

Setelah beberapa saat Gilen berkata, "Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu dan Lavi, tapi sepertinya bukan masalah yang mudah."

"Kau benar," jawab Arsen jujur, menggunakan cadar itu. "Dia seperti hewan yang harus dijinakkan dengan baik."

Gilen, "....................."

Hanya mata Arsen yang terlihat dari semua bagian wajahnya. Mata biru itu sangat cerah dan jernih di bawah lampu. Gilen merasa bergetar.

Arsen kemudian menambahkan, "Aku akan pergi, terima kasih untuk semua bantuanmu. Salam untuk Kody."

--------

Di tengah kegelapan malam Lavi yang telah memakai pakaian hitam dan topeng penutup wajah, memacu kudanya dengan cepat. Pusat cahaya yang berada di langit menjadi satu-satunya penunjuk arah yang bisa dia dapatkan. Pria itu membuat gerakan waspada ketika sampai di sebuah tembok tinggi yang merupakan gerbang masuk utama wilayah Klan Agura.

BLACK MASK [Dalam Revisi]Where stories live. Discover now