29. Training Camp II

460 80 9
                                    

Wajah pemimpin regu itu tidak sedap dipandang. Matanya menatap Arsen dari ujung kaki sampai kepalanya dengan menghina. Dilihat dengan sekilas pun, rupa Arsen bukan seperti rupa-rupa penduduk Banditi kebanyakan.

Dia berkata dengan nada angkuh, "Aku tidak akan mengizinkanmu masuk. Bahkan jika kau penduduk asli, kau juga tidak bisa dengan mudah masuk ke dalam sini."

Arsen memutar matanya dan menatap tanpa ekspresi ke pemimpin regu itu sejenak, sebelum dia akhirnya tertawa. "Hei, mari kita buat perjanjian. Kau tentukan berapa lama waktu untukku menjelajahi kamp pelatihan ini, dan aku akan menurutinya. Aku ingin melihat isi di dalamnya untuk laporan beritaku di kota."

Laporan berita?

Rigo tak tahu apa artinya itu, tapi ekspresinya bertambah buruk.

Dia segera berpikir, orang awam ini jelas terlihat sangat lemah dan tidak terlatih, pria itu memakai sutra halus melingkari lehernya dengan cara yang aneh. Matanya juga biru—di Banditi tidak ada yang memiliki mata seperti itu, selain Davion, yang artinya dia memang berasal dari kota.

'Tunggu dulu, dia punya senjata api,' kata pemimpin regu di dalam hati.

Meskipun lelaki itu tidak bisa bertarung, tapi senjata itu jelas langka di sini karena mematikan. Dia melirik Arsen ragu-ragu. "Kalau kau hanya melihat-lihat, kau harus membayar biaya masuk, seperti saat kau mengunjungi Pasar Seni atau Festival Panen, dan juga tidak boleh membawa barang apa pun ke dalam."

Semua naluri manusia pada dasarnya sama. Sudah pasti uang selalu digunakan untuk jalan yang damai.

Tangan Arsen segera menengadah pada Shuo, yang tidak tahu apa maksud tuan mudanya itu, tapi berpikir bahwa mungkin itu adalah permintaan sekantung uang.

"Seharusnya segini cukup." Arsen memuji Shuo dalam hati, dan melempar sekantung uang itu pada pemimpin regu. "Kalau begitu, kita sepakat."

"Barang-barangmu letakkan di sini," Rigo memperingatinya sambil tergiur melihat beberapa batu emas. "Hanya boleh dua orang yang masuk."

"Hei, aku membayar banyak dan kau—"

"Hanya dua orang. Waktu kalian satu jam."

Arsen tidak berpikir untuk membalas lagi.

"Kalau begitu aku dan Lavi yang akan masuk," kata Arsen pada yang lain.

Rigo mencemoohnya. "Kau yakin bisa membawanya masuk? Bahkan jika kau bunuh diri, Tuan Lavi yang agung ini tidak akan mau masuk ke dalam, dia sangat anti dengan tempat ini."

Beberapa orang di belakangnya tertawa.

Dahi Arsen mengernyit. "Kenapa?"

"Aku akan masuk."

Kalimat itu membungkam semua orang, bahkan Shuo dan Raiden.

Karakter Lavi sejak dulu dingin dan keras bahkan pada diri sendiri, tidak ada penduduk Banditi yang tidak tahu bahwa dia sangat membenci kamp pelatihan dan kamp militer, tapi tidak ada yang tahu persis apa alasannya.

Rigo sangat terkejut, lalu memberi tatapan menghina dan menyuruh beberapa orang untuk bergegas. Kemudian para penjaga dari kamp pelatihan mendekati Arsen untuk menggeledah tubuhnya. Shuo dan Raiden segera menghalangi mereka semua dengan protektif.

Shuo dengan sopan berkata, "Ketua, biar aku yang memegang barang-barang tuan ini. Aku akan menunggu denganmu di luar."

"Ya, atur itu. Jangan sampai mereka membawa senjata dan melukai orang-orang."

Di sudut tak terlihat, Lavi mengepalkan tangan, tiba saatnya Raiden menagih barang bawaannya yang berupa senjata dan dia mengeluarkan semuanya tanpa ragu.

BLACK MASK [Dalam Revisi]Where stories live. Discover now