14. Don't Want Him to Die

769 124 33
                                    

Meskipun Lavi tidak terlalu menyukai Arsen, tapi dia sama sekali tidak mau pria itu mati. Berapa kali pun Arsen menguak semua rencananya, Lavi punya pemikiran bahwa pria itu tidak akan melakukan hal yang akan membuat posisinya terancam.

Karakter Arsen sebenarnya berubah-ubah, terkadang licik seperti rubah, terkadang juga mudah tertebak warnanya seperti bunglon, kadang seperti kucing yang diinjak ekornya. Tidak ada yang benar-benar tahu isi kepalanya meskipun berhadapan langsung dengannya. Bagi Arsen, mungkin pria kuno seperti dirinya hanya berupa mainan di kala bosan, penyenang di saat dia merasa suntuk. Orang seperti itu tak butuh memamerkan betapa dia sangat jahat, tapi lebih suka menunjukkan bahwa dia punya kuasa. Jauh di dalam hatinya itu hanya semacam permainan.

Ketika tuan muda tampan yang egois bersikap baik, sudah jelas ada yang diinginkannya, tapi sikap baik itu sungguh tulus seperti sutra. Lavi tahu Arsen suka omong besar untuk mengancam, nyatanya dia tak punya motif jahat.

Hanya saja peringatan Karna sudah cukup tegas, Lavi tidak mungkin melanggar itu.

Deene menariknya pada kenyataan yang kering. "Lavi? Ada apa?"

Kakinya mundur menatap fitur familier di depan semak tempatnya sembunyi. Tanpa sengaja tersandung satu ikat kayu bakar sehingga dia terjatuh ke belakang dan merasakan tulang ekornya agak nyeri. Lavi tidak bergerak untuk sesaat karena bingung dan memikirkan apa yang harus dia lakukan.

Dari atas Deene memandangnya dengan wajah mengejek. "Apa yang kau lakukan? Kenapa kau panik?"

Lavi membisu—masih berpikir kenapa Arsen ada di sini—dan mungkin sebenarnya Lavi tahu jawaban dari pertanyaan itu.

Tidak akan pernah ada kata tenang dalam kehidupannya, salah satu yang akan mengganggunya kali ini adalah Arsen.

Sial sekali.

Kenyataan hidupnya memang selalu keruh seperti genangan air lumpur.

Belum sempat Lavi berdiri tegak, dia melihat seseorang berdiri tak jauh dari tempatnya berada, begitu Lavi mendongak, matanya membelalak. Pertama-tama Lavi berdiri ragu-ragu, sosok pria blonde yang jaraknya mungkin hanya lima meter itu memiliki refleks yang tajam. Seolah-olah dia tahu bahwa Lavi akan kabur, dia melompat lincah seperti kelinci di semak-semak yang penuh batang kering.

Arsen berteriak, "Lavi?!"

Lavi sudah dalam pelarian. Tak peduli bagaimana Deene akan menjalani hidupnya dalam beberapa menit ke depan. Pria pendek yang baru dikenalnya itu lebih tangkas dari kelihatannya, mungkin sudah terbang ke atas pohon seperti monyet, bergelantungan di sulur beringin. Lavi sendiri menggantungkan hidup pada napasnya yang terengah-engah berlari dalam kabut, tidak peduli pada jalan buntu atau jurang. Otaknya macet. Yang Lavi inginkan hanya satu yaitu tidak bertemu Arsen.

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika pria itu bertemu dengan kakaknya. Lavi tidak mau Arsen terluka karena dirinya.

Arsen berteriak lagi, suaranya naik turun karena berlari, "Lavi, jangan lari!"

"Hei, mau ke mana kau?!" Kody ikut berteriak saat Arsen hampir jauh, menarik cambuk saudaranya hingga si empunya terhuyung. "Gilen, cepat!"

Terdengar teriakan Arsen lagi, "Lavi! Berhenti kubilang!"

Deene telah berjongkok di semak lebat dan mematung tanpa bisa bergerak ke mana pun. Merasa terjebak tiba-tiba di situasi tidak menguntungkan begitu bertemu dengan Arsen. Dia tidak memperkirakan kejadiannya akan segawat ini. Anak dari penguasa empat klan langsung yang datang ke hutan mencari keberadaan mereka—tidak, tepatnya mencari Lavi.

BLACK MASK [Dalam Revisi]Where stories live. Discover now