8. Held Him in the Freezing Night Air

1K 149 10
                                    

Apa yang dikatakan tentang istirahat sementara oleh Davion adalah untuk tidak terlibat dalam aktivitas apa pun dan itu diberlakukan untuk Lavi. Dia berbaring di tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar tidur, cahaya redup dari lampu meja menerangi hidung panjang dan dagu putihnya, menciptakan bayangan gelap di sisi wajahnya. Tubuhnya terbebat oleh selimut tebal seperti pasien kritis yang tidak bisa bergerak karena sekarat.

Meskipun Davion saat ini memang tidak memantau pergerakannya sama sekali, tetapi dia juga tidak mencegah saat Arsen menawarkan diri untuk menjaganya—mengekangnya.

"Aku bosan," kata Arsen tiba-tiba, dia terlentang di lantai, menyandarkan kepalanya ke salah satu tangannya. "Kenapa kau tidak menghiburku?"

"Kau bisa pergi jika merasa bosan," balas Lavi.

Seketika Arsen bangkit dari posisinya. Matanya tanpa sengaja berkedip ke arah Lavi. "Aku tidak akan membiarkanmu sendirian di sini. Kau bisa diculik."

Lavi memutar bola matanya.

"Kau tidak percaya padaku? Sesuatu yang aku katakan biasanya jadi kenyataan," kata Arsen percaya diri.

Tidak tergubris.

"Apa kau tahu, aku pernah berkata bahwa ayahku akan kehilangan semua bulu ketiaknya ketika dia kembali dari Banditi. Dan itu benar-benar terjadi."

Kali ini Lavi pun hanya mengerutkan kening, menyimpulkan betapa cerewetnya Arsen, tidak sesuai dengan tubuh tinggi dan kekarnya. Kata-katanya seperti bualan semata.

"Aku serius." Arsen sepertinya mengingat sesuatu dan segera mengambil kotak obat di meja kamar, membawanya ke sisi Lavi. "Mungkin aku benar-benar pandai meramal masa depan."

"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?"

"Tidak ada."

Dan itu benar-benar tidak ada.

Dengan cepat, dia membuka selimut yang menutupi tubuh Lavi dan menemukan tangan pria itu bertumpuk di atas perut. Arsen menyingkirkan tangan Lavi ke samping. Gerakan itu kemudian beralih pada pakaian Lavi, menyebabkannya segera bangkit.

"Apa yang ingin kau lakukan?"

Arsen menunjuk beberapa kain dan ramuan obat. "Kau harus mengganti perbanmu."

"Aku bisa melakukannya sendiri."

Tapi dia didorong kembali ke tempat tidur, dan Arsen berkata tegas, "Diam dan tenanglah."

Lavi mengalah dan merasa menggigil begitu tali bajunya dibuka. Kulit dadanya yang pucat dan mulus segera terlihat, Arsen memandang kulit putih itu tanpa berkata apa pun. Dia segera mengambil pisau kecil dan memotong ujung simpul perban di perutnya perlahan-lahan dan memperlihatkan obat yang mendiami lukanya telah menghitam dan bercampur dengan darah.

Gerakan Arsen memang terlihat begitu rapi seolah dia sudah terbiasa merawat luka. Lukanya segera dibasuh dengan kain yang dibasahi air hangat yang baru saja dikirimkan oleh salah satu pelayan. Arsen juga meremas daun seperti yang dilakukan tabib, dan menempelkan daun tersebut ke lukanya. Lavi tersentak.

"Apa masih terasa sakit?"

"Dingin."

Tidak ada komentar dari Arsen dan dia juga melakukan hal yang sama pada luka di lengannya.

Setelah beberapa saat Lavi menarik bajunya. "Kenapa kau melakukan ini?"

Arsen mengerutkan kening. "Apa maksudmu? Kau terluka dan aku membantumu mengganti perban."

"Kau tidak harus melakukannya, ini pekerjaan kotor."

"Memangnya pekerjaan bersih itu seperti apa? Bahkan ketika kau tertidur, akan ada debu di udara yang jatuh ke selimutmu. Semua pekerjaan itu kotor."

BLACK MASK [Dalam Revisi]Where stories live. Discover now