-02-

7.4K 601 3
                                    

Carter Scott Kennedy

Tangannya tidak pernah lelah membuka lembaran-lembaran buku tebal yang sudah ia baca untuk ke lima kali dalam sebulan itu, membiarkan matanya fokus pada setiap kata agar semakin lengket di kepalanya. Ia tidak suka kegagalan meski setiap operasi yang dijalaninya selalu berhasil karena memang ia tidak pernah lalai.

Lagipula, dokter tidak boleh lupa. Sebagai seorang dokter ia harus setiap saat mengupgrade pengetahuannya dan terus mengulangi ilmu yang sudah ia timba hampir lima tahun di salah satu universitas ternama di New York.

Ia bahkan tidak menggubris pekikan beberapa suster yang sedang beristirahat dan melakukan kegiatan yang sama dengan dirinya di perpustakaan rumah sakit itu.

Bukan ia tidak sadar.

Ia sangat sadar karena suara memekik mereka itulah ia kadang mengulang paragraf yang ia baca. Ingin rasanya ia mendelik tajam menyuruh mereka untuk mengunci mulutnya tapi Carter tidak mau menghilangkan image baik miliknya.

Sudah cukup lama ia mampu menyembunyikan tabiatnya yang sebenarnya, hampir lima tahun menjadi dokter teladan dan panutan semua orang, Carter tidak mau menjadi bahan gosip orang lain hanya karena keinginan egois kecil miliknya itu.

Jujur saja, wanita disekitarnya tidak ada yang jelek bahkan cantik semua dan seharusnya ia merasa senang ketika wanita itu melemparkan diri mereka untuknya.

Tetapi meski ia menerima kedermawanan wanita-wanita itu dan menjadi penghangat ranjangnya tetap saja ia tidak merasakan apapun ketika menikmati mereka.

Rasanya hambar.

Sudah banyak wanita yang membopongnya ke suatu tempat yang bermacam ragam tetap saja rasanya hampa.

Ia merasa jika ia terlalu profesional menjadi dokter hingga menjadi seperti ini.

Tapi pemikiran itu berubah ketika ia menyentuh tangan seorang pria yang dikenalkan seorang artis yang merupakan tunangan pria yang pernah ia sukai.

He is gay.

Dari kecil ia sudah tau ketika ia menyimpan rasa pada sepupunya, tapi perasaan itu semakin kuat ketika ia bertemu pria yang bekerja sebagai salah satu manager artis papan atas.

Ia sempat kecewa dengan Abraham yang menolaknya, ia berusaha menahan diri dengan belajar mengencani bebarapa pria tapi ia tetap hambar sehambar ia bersama wanita.

Tapi pria itu berbeda, pria berwajah datar yang ia kenal dengan nama Derrek.

Dan beruntungnya pria itu memberikan lampu hijau pada keagresifan yang ia tunjukkan, ia bisa move on dari Abraham dan ia merasa lebih baik.

Kadang ia sempat mencela dirinya yang lari dari kodrat seorang pria tapi ia tidak bisa mengemudikan hasratnya, ia sebenarnya sering bergejolak untuk berhenti tapi jantungnya hanya bekerja sama dengan adrenalin jika ia menyentuh kulit seorang pria.

Carter bisa apa?

Siapa yang harus dia salahkan?

Ia merasakan rahangnya mengetat mengingat sejak kapan ia mulai muak dengan wanita dan siapa yang membuatnya seperti itu.

Memikirkan kejadian itu ia hanya bisa menahan mual diujung tenggorokannya. Ah, memikirkan itu kembali hanya membuka luka lama, Ia tahu betul dampak sentuhan wanita itu bagi dirinya kala itu, sentuhan yang tidak harus ia rasakan ketika ia masih berusia lima tahun, membayangkan wajah wanita itu hanya membuat moodnya semakin buruk.

Tanpa sadar ia menghempaskan buku tebal yang ia baca dan itu menarik perhatian orang lain membuat mereka tidak mempercayai penglihatan mereka. Tentu saja karena yang membanting buku adalah dokter terbaik rumah sakit itu, dokter yang selalu mendapat bintang lima dari reviews pasiennya karena pelayanan dan sikapnya yang ramah juga lembut.

Carter tidak ingin berada lebih lama disitu, belakangan ini kondisi perasaannya seperti bertamasya dengan rollercoaster dan itu berdampak pada tingkahnya. Ia juga semakin tidak bisa mengendalikan emosi mengetahui jika kekasihnya telah pergi hampir dua minggu dan ia harus menunggu dua minggu lagi karena jadwal artis ampuan pria tercintanya itu ada jadwal jauh dari New York.

Baby With Problem [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang