-04-

5.8K 577 2
                                    

Carter Scott Kennedy

Ia baru saja menunggui cheesecake yang ia pesan di sebuah toko roti yang ingin ia berikan untuk Derrek sebelum ia berangkat ke rumah sakit untuk jaga malamnya, dan ia mendapat pesan singkat yang membuat dirinya menelan rasa kekecewaan dari pria itu.

-Sorry, Aku harus pergi sekarang ke Brazil untuk seminggu kedepan.-

Ia tidak berniat membalasnya. Ia memasukkan kembali ponselnya kasar kemudian berjalan ke arah kasir setelah melihat cheesecake itu sudah selesai dibungkus.

"Berapa?" Tanyanya singkat.

"Dua puluh tujuh dolar." Kasir didepannya menjawab gugup.

Ia menarik selembar ratusan dolar, dan ketika tangannya menyerahkan uangnya kasir itu seolah menyentuhnya dengan sengaja, Carter terdiam, lagi-lagi ia harus mendapat skinship tidak penting dari wanita asing.

Ia mencoba diam dan menahan diri menunggui uangnya kembali, tapi kasir itu melakukan kesalahan dua kali dan itu membuat Carter memberikan tatapan tajam hinggga wanita itu sedikit menunduk.

"Please don't touch me, I don't like being touched." Jawabnya datar menarik kotak kuenya dan membanting pintu toko yang terbuat dari kayu dan kaca itu.

Para pelayan disana terkejut dan ia dapat mendengar suara pekikan mereka tapi ia sedang kesal. Meski ia pria ia tidak suka disentuh sembarangan karena bukan cuma wanita yang membenci hal itu pria juga.

Setelah memarikir mobilnya ia memasuki rumah sakit dimana ia mendapat shift malam ini, tapi sebelum itu ia menata wajahnya dulu yang sedari tadi menekuk. matanya terfokus pada seorang wanita bertubuh plus yang berjalan susah payah.

Ia melewatinya dan berjalan menuju kemana tempat yang paling ia benci, kalau bukan karena pencitraan ia tidak akan menghabiskan waktu berharganya bercakap-cakap dengan sekelompok tukang gosip itu.

"Yup, kalian juga?" Ia basa-basi, sebenarnya ia ingin langsung pergi.

"Apa itu dok?"

Ia langsung memejamkan matanya sekilas menahan amarah ketik seorang suster tiba-tiba merapatkan dadanya, ia merutuk dalam hati bukan karena merasakan benci melainkan jijik.

"Cheesecake." Ia sudah merubah intonasinya tapi suster itu malah semakin menempel, ingin rasanya ia mendorong wanita itu segera karena baunya saja ia tak tahan.

"Permisi."

Ia sedikit lega mendengar seseorang menginterupsi mereka, karena setelah wanita yang berjalan pelan tadi berbicara mereka semua terlihat profesional.

Sebenarnya ia ingin pergi bersamaan dengan pasien bernama Rou itu karena ruangannya juga di lantai tujuh, tapi ia kalah cepat dengan tarikan suster disebelahnya dan dengan kekesalan yang menumpuk ia harus mengalah.

"Dok, nanti malam tidur dimana?" Suster itu setengah berbisik.

"Kantorku." Jawabnya sembari mencoba melepaskan tangannya dari pelukan wanita itu dengan lembut agar tidak terlihat memaksa.

"Apa boleh-"

"Aku harus menyelesaikan risetku dengan cepat." Ucapnya memotong tawaran wanita itu yang sudah ia tahu akan seperti apa.

"Wah, dokter memang luar biasa, kalau begitu dokter harus segera pergi." Perawat senior mereka sedikit paham situasinya.

Carter tersenyum ramah. "Baiklah, terimakasih atas pengertiannya suster Laila." Dan sekali hentakan ia melepaskan dirinya dan berjalan dengan cepat mengejar wanita yang kini sudah memasuki lift yang ia tuju.

"Berhentilah bergelayut dengan dokter Scott, kamu membuat beliau tidak nyaman." Ia masih mendengar Suster Laila menasehati perempuan yang mengganggu tadi.

Ia mengatur nafasnya dengan sepelan mungkin takut menjatuhkan wibawanya, ia melirik wanita yang tidak pernah berhenti memeluk perutnya dan juga memasang wajah pucat dan kesakitan.

"Apa anda sendirian?"

Ia tahu wanita itu sepertinya tersiksa karena ia hanya bisa menjawab pelan dan singkat, karena itulah ia khawatir dan menawarkan kursi roda jika ia tidak tahan, tapi Carter sedikit merasa kecewa ketika pasien lemah itu bertingkah tidak memperdulikan dirinya

Sebagai seorang dokter ia merasa tidak dipercayai, Carter tidak menyerah dan berusaha lebih mendekati dengan membangun komunikasi yang ramah tapi lift itu sudah terbuka.

Wanita itu berjalan keluar dan ia mengikutinya dari belakang sembari melihat seorang perawat mendekat dengan kursi roda dan wanita itu tanpa pikir panjang langsung duduk.

Melihat itu Carter menganga.

Bukankah seharusnya pasien itu lebih ramah padanya? Tapi mengingat jika tabiat pasien memang sudah sering begitu ia hanya mencoba pengertian.

Ia berjalan menuju ruangannya melirik sekilas ruangan dokter Jesicca yang sepertinya akan jaga malam juga. Ia memang menyimpan respect dengan doktor Obgyn itu, karena mungkin hanya wanita itulah satu-satunya dokter wanita yang berada di kawasannya yang tidak begitu tertarik tidur dengannya. Setidaknya masih ada orang normal yang bisa ia ajak komunikasi.

Ia tidak berbohong tentang riset tapi riset itu sudah selesai kemarin, dan malam ini ia hanya ingin sendirian menikmati jam istirahatnya sebelum melakukan patroli, belakangan ia sering lembur, dan shift malam ini sedikit membantu mengingat jarang orang mendatangi rumah sakit pribadi di tengah malam atau darurat. Biasanya mereka lebih memilih rumah sakit umum untuk keadaan darurat dengan uang yang lebih ringan dari pada rumah sakit ini.

Ia terlelap dengan mudah ketika ia memejamkan matanya, ia tidak tahu berapa  saat berlalu yang jelas ia merasa benar-benar istirahat dengan baik, dan ketika ia dibangunkan oleh dokter Jessica ia merasa tidak keberatan.

Ia menyuguhkan kopi ketika wanita itu duduk di Sofanya.

"Bagaimana pasien terakhir tadi?" Ia berbasa-basi.

"Not good, tapi aku harap dia menemukan jalan yang terbaik."

Carter mengangguk, ia tidak boleh bertanya lebih jauh lagi karena seorang dokter tidak boleh membeberkan rahasia pasien kepada orang lain kecuali seizin pasien berbeda jika satu instansi tapi mereka berbeda jadi Ia tahu batasannya.

"Aku ingin mengatakan sesuatu." Jessica meneguk kopinya.

Carter mengerutkan keningnya. "Ada apa?"

"Ibumu menghubungiku."

Carter sedikit terkejut setahunya mereka berdua tidak dekat dan ibunya juga tidak pernah cerita.

"Kami bertemu di acara gala dinner untuk Amal cancer di hotel Logart bulan lalu." Seolah paham ia melihat ekspresi pria itu.

"Apa yang ibuku katakan."

"Sepertinya ia mencoba menjodoh-jodohkan kita." Jessica memang termasuk sosok yang open minded hingga mudah diajak kompromi masalah begini apalagi wanita itu tahu kelainan yang ia miliki karena pernah kepergok sekali di sebuah acara makan malam dengan teman masing-masing.

"Tolak saja." Ia memberikan solusinya.

Jessica tertawa kecil. " Bagaimana bisa aku menolak jika setiap kalau ibumu berbiara dia sudah membahas cucu."

Carter menekuk wajahnya.

"Dasar ibu." Ia bersungut.

"Tapi kalau kamu mau dengan perempuan, aku bisa memikirkannya." Ucap wanita itu dengan jenaka.

Carter sempat tertegun kemudian ia menutupi keterkejutannya dengan ikut tertawa kecil.

Baby With Problem [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang