-03-

6.3K 600 5
                                    

Rou Althea

Rou memegangi perutnya yang lagi-lagi terasa melilit dan terasa seperti di hempas sesuatu yang berat, ia tidak mengeluhkan sebabnya karena ini sudah menjadi rutinitas bulanannya dimana ia harus mengambil cuti selama tiga hari selama pada masa krusialnya.

Tapi rasa sakitnya kali ini cukup berbeda, biasanya rasa bantingan itu akan hilang beberapa saat kemudian tapi sudah hampir dua jam ia tidak berhenti melenguh hingga tubuhnya bercucuran keringat.

Ia tidak tahu ingin meminta tolong pada siapa, ia tinggal sendirian dan tidak punya teman dekat mengingat jika ia hanya menghabiskan waktu kuliahnya untuk belajar dan lupa bergaul.

Sakin sakitnya ia bahkan tidak sadar kapan ia terlelap begitu saja hingga ia bangun sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Rou mengeluh dalam hati karena satu harian ia belum makan apapun dan ia bersyukur jika perutnya tidak sesakit terakhir kali sebelum ia pingsan.

Ia berjalan susah payah mengenakan pakaian longgar dan kerudungnya beserta jaket tebalnya, menarik tas kecil miliknya kemudian keluar untuk mencari taksi.

Ia memutuskan jika ia harus ke rumah sakit, ia tidak mau lebih tersiksa lebih lama lagi, sudah hampir sembilan tahun ia harus menahan rasa perih itu dimulai ia mendapat tamu bulanannya pertama kali ketika kelas dua sekolah menengah pertama.

Sudah sejak dulu ia ingin pergi berobat tapi karena masih merasa bisa bertahan ia selalu menundanya padahal ia sudah mencari tahu dokter yang akan dia kunjungi, dan hari ini ia tergugah untuk memeriksakan diri dan setelah duduk didalam taksi ia mengatakan pada supirnya agar membawanya ke rumah sakit yang menyediakan dokter obgyn, ia sudah menghubungi banyak rumah sakit dan rata-rata dokter obgyn sudah mengambil jam pulang.

Rou bersyukur ada satu rumah sakit yang mau menerimanya tapi ia sedikit menelan ludah mengenal tempat itu adalah rumah sakit pribadi yang cukup menguras kantong, untung saja ia memiliki cukup uang dan demi kesehatan juga ia harus mengumpulkan tekat yang kuat untuk berangkat.

Ketika sampai ia sedikit bersyukur melihat pengunjung rumah sakit itu sepi mengira jika jam jenguk pasti sudah berakhir, ia hanya menemukan pasien yang berjalan-jalan dan petugas yang berlalu lalang.

Ia melirik meja informasi yang dipenuhi perawat yang sedang menikmati jam malam mereka, ia menarik nafas sedikit gugup mengingat betapa Ia lack of socialized, perutnya yang masih berdenyut membuat ia berjalan sedikit lambat bahkan ia sudah disalip seorang pria yang kini bersandar didepan meja informasi.

Melihat gerak-gerik dan isi pembicaraannya pria itu sepertinya seorang dokter dan ia harus bersabar menunggu lebih lama.

"Hi doctor scoot, lembur?" Seorang perawat mengambil posisi disebelah pria itu membuat Rou semakin segan untuk bertanya.

"Yup, kalian juga?" Pria itu menjawab singkat kemudian menyerahkan bungkusan ditangannya.

"Apa ini dok?" Suster disebelahnya menggelayut manja dan Rou melihat dengan jelas pria itu sedikit tidak nyaman.

"Cheesecake." Jawabnya lebih singkat lagi bahkan memberikan kode ingin melepaskan diri tapi suster itu malah terlihat semakin merapatkan diri.

Rou kasihan dan oleh karena itu ia akan menolong pria itu.

"Permisi." Ucapnya sedikit kencang membuat semua orang menatapnya dan suster tadi langsung menjaga jarak.

Ia mengabaikan tatatpan terkejut mereka dan mengambil tempat yang disediakan untuknya bahkan ia tidak peduli jika pria tadi yang ia tolong memperhatikan dengan teliti.

"Ada yang bisa saya bantu nona?" Seorang wanita yang sedikit berusia menyapa dengan ramah.

"Saya sudah membuat janji dengan dokter obgyn." Ia sedikit malu mengucapkan itu.

"Dengan nona Rou Althea?" Suster itu bertanya dan ia mengangguk cepat.

"Kalau begitu silahkan naik ke lantai tujuh nanti disana akan ada suster yang menunggu anda nona."

Setelah itu ia menarik diri sesudah mengucapkan terima kasih berjalan dengan pelan lagi tidak mau menimbulkan lenguhan akibat sakit perutnya.

Baru saja ia memasuki lift kosong itu dan berniat menutupnya seseorang masuk dengan tergesa-gesa, ia mengenalinya dan itu adalah dokter tadi.

Ia menekan tombol angka tujuh dan sepertinya pria itu juga menuju kesana karena ia hanya menyandarkan dirinya disudut berlawan dengan Rou.

"Apa anda sendirian?" Tanya pria itu tiba-tiba. Rou sedikit kaget kemudian membalas anggukan.

"Apa ingin saya ambilkan kursi roda? Anda terlihat kesakitan ketika berjalan." Dokter yang baik begitulah yang ia tangkap tapi Rou terlalu lemah untuk menjawab pria yang tidak ada hubungan dengan dirinya, ia sudah punya dokter.

"Tidak perlu."

"Kalau begitu-"

Ting

Baru saja pria itu ingin melanjutkan perkataannya pintu liftnya sudah terbuka dan Rou langsung keluar karena ia merasa sudah kembali berkeringat dingin menahan sakitnya.

Ia langsung di sambut seorang suster yang menawarkan kursi roda padanya karena aduan yang ia berikan sebelum datang dan dengan sigap pula ia duduk menyamankan diri.

Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dimulai dari tes darah hingga ronsen akhirnya ia duduk dengan nyaman di kursi empuk saling menghadap dengan dokter wanita yang menjadi spesialisnya.

Dokter itu menampilkan ekspresi yang cukup menunjukkan jika kondisinya tidak baik.

"Sudah berapa jenis obat yang kamu konsumsi?" Dokter yang bernama Jessica itu membuka suaranya.

"Saya hanya meminum satu jenis obat herbal, Dok."

Dokter itu mengangguk kemudian mengisi formulir ditangannya.

"Berapa kali dalam seminggu kamu melakukan hubungan intim? Apakah prianya sama atau berbeda?" Dokter itu masih memasang wajah serius.

Ia sempat kaget tapi ia tahu dokter jauh lebih tahu darinya. "Saya belum pernah." Jawabnya pelan.

Dokter itu mengangguk. Dan melanjutkan tulisannya kembali, beberapa saat dokter itu meletakkan penanya kemudian menunjukkan  hasil ronsen yang baru ia lakukan dari layar komputernya.

"Berdasarkan cerita anda di ponsel tadi dan juga hasil pemeriksaan saya menyimpulkan jika gejalanya ini memang berpusat hanya karena menstruasi."

Rou menagngguk pelan.

Dokter itu sedikit menahan nafas ketika ingin berbicara seolah ingin mengatakan sesuatu yang berat.

"Secara spesifik saya belum bisa memberitahu apa sebab hingga kondisi rahim anda seperti ini tapi bagaimanapun saya harus memberitahukan kondisi yang sebenarnya sekarang."

"Ada apa dengan rahim saya dok?"

"Nona Althea, jika anda berkeinginan memiliki keturunan maka sebaiknya anda melakakukannya tahun ini. Karena melihat kondisi rahim anda yang kemungkinan akan bermasalah cukup akut dua tahun kemudian. Kan kalaupun anda sudah hamil dan melahirkan nanti akan ada kemungkin juga rahim anda langsung diangkat melihat kondisi rahim anda yang begitu memprihatinkan." Dokter itu sedikit bersimpati mengeluarkan setiap kata dari mulutnya, sedangkan Rou hanya bisa memasang wajah linglung mendengar itu semua.

"Saya masih berumur dua puluh empat." Ia jelas tidak mempercayai pendengarannya mengenai kondisinya itu.

Dokter Jessica tersenyum lemah. " Sakit tidak memandang usia nona Rou, dan saya juga berharap bisa membantu anda."

"Apa tidak ada jalan yang lain?"

Dokter itu diam.

"Apapun? Operasi? Obat?"

"Operasi hanya akan memperburuk keadaan rahim anda mengingat anda masih sangat menjaganya, dan obat tidak mampu mengobati sepenuhnya melainkan hanya menunda sakit yang akan datang."

Rou terdiam, bagaimana ia akan memiliki anak tahun ini, mencari pasangan hidup saja ia kesusahan meski itu belum berada di list nya untuk saat ini, ia hanya ingin berkerja dulu.

"Maafkan saya tidak bisa membantu banyak, saya hanya bisa memberi resep untuk mengurangi rasa sakitnya."

"Terima kasih dok."

Baby With Problem [END]Where stories live. Discover now