-22-

4.8K 551 10
                                    

Bekerja sebagai seorang dokter tidak bisa seenak hati mengambil libur atau mengambil izin kecuali hal yang darurat dan terkadang Carter menyesalkan profesinya itu karena alasan ibunya tidak mau berbaikan dengan Rou adalah ia tidak memiliki waktu untuk menyakinkan wanita yang berjasa membesarkan dan melahirkannya itu.

Dan disinilah ia memeriksa beberapa catatan yang baru saja dilampirkan oleh perawat yang ia suruh, baru saja ia menyelesaikan operasi besar dan ia sangat lelah karena butuh waktu berjam jam di dalam ruangan itu.

Sedari tadi matanya tidak berhenti melirik jam tangannya menunggu waktu pulang karena ia harus membelikan cake kesukaan ibunya yang ia minta tadi pagi padanya sebelum pergi bekerja.

Akhir-akhir ini ia memang lebih sering di rumah orang tuanya seperti merasa jika ia belum menikah padahal ia sudah memiliki istri dan calon anak pula. Memikirkan itu Carter pusing sendiri.

Ia mencari ponselnya ke sana kemari untuk menghubungi Dixie menanyakan kabar wanita itu, ia memang sering menyuruh adiknya itu menjaga Rou mengingat wanita itu masih dalam keadaan bed rest belum lagi ia sering mendengar ocehan Dixie ketika ia menjemputnya bahwa kesehatan Rou belakangan sangat buruk.

Sudah tiga hari ia tidak bertatap muka menghubungi saja ia tidak sempat karena waktunya habis untuk pekerjaan dan ibunya, ia merasa bersalah dan berniat menanyakan Dixie saja.

Beberapa kali ia merogoh saku nya ia tidak menemukan ponselnya, terakhir kali ia menggunakan ponselnya di mobil berbicara dengan Dixie tadi pagi dan ia menyimpulkan jika ponselnya mungkin tertinggal disana. Daripada ia turun dua kali lebih baik ia langsung pulang saja nanti dan singgah sebentar ke rumahnya menemui wanita itu dengan membawakan buah jeruk yang belakangan wanita itu sangat idamkan.

***

Rou membuka matanya, ia melihat jika matahari sudah terbenam, ia tertidur setelah sholat ashar tadi sebut saja pingsan. Ia beranjak dari tidurnya tidak menemukan siapapun mungkin Dixie sudah pulang batinnya.

Ia merasa jika mualnya mulai berkurang memang ia hanya diserang saat pagi hingga siang menjelang sore saja ketika malam ia merasa lebih baik. Dokter bilang itu biasa jadi ia hanya mencoba melalui semua ini.

"Kamu sudah bangun?"

Rou sedikit kaget, bukan karena pertanyaan Dixie melainkan sosok pada yang yang berdiri disebelah wanita itu dengan apron yang melilit di tubuhnya.

"Mom." Ia memanggil dengan sungkan.

"Aku tidak ingin kemari tapi Dixie tidak tahu ingin menghubungi siapa lagi." Wanita itu menjawab judes menyiapkan beberapa makanan dan menghidangkannya di atas meja.

Perut Rou langsung berbunyi, ia memang sangat lapar tapi karena perutnya menolak setiap makanan dan akhirnya muntah maka ia menyerah. Ia takut melakukan hal yang sama hingga membuat wanita itu kecewa.

"Dixie bilang kalau kau tidak bisa makan sembarangan, dan masakan ini khusus makanan yang dulu bisa ku makan ketika mengandung Carter."

Secara tidak langsung wanita itu mengakui ia mengandung anak Carter dan ia sedikit lega, jadi ia tidak mungkin mengatakan jika ia menolak.

Ia mengambil duduk didepan wanita itu yang sama sekali enggan menatap matanya, Dixie duduk disebelahnya takut jika ia butuh sesuatu. Adik ipar yang pengertian.

Ia mengambil sendok dengan gugup kemudian mengambil sesendok makanan yang terlihat menggiurkan itu masuk kedalam mulutnya.

Bibir Rou bergetar, ia menelan makanan itu dengan cepat bukan karena mual melainkan ia sangat merindukan rasa itu, a mom's cooking. Bibirnya cemberut menahan isakan mencoba menutup matanya yang berair seketika. Ia malu.

Baby With Problem [END]Where stories live. Discover now