-21-

4.9K 553 10
                                    

Rou memilih menyamankan diri setelah Carter menyuruhnya untuk masuk kamar terlebih dulu setelah kejadian di meja makan tadi, ia juga kaget melihat Ayah mertuanya melakukan hal itu hingga ia melupakan apa yang ibu mertuanya katakan meski rasa sakitnya masih tersisa.

Mengingat kembali kata-kat wanita itu Rou hanya mengelus dada, kenapa sangat sulit hanya untuk sekedar bertahan hidup di rumah ini. Ia menatap perutnya yang sama sekali belum berbentuk selain lemak yang sudah betah disana bertahun-tahun.

"Sorry." Rou tidak tahu mengapa ia harus meminta maaf pada janinnya yang masih kecil tapi ia benar-benar merasa bersalah membiarkan dirinya dan janin itu mengalami hal seburuk ini.

Ia juga merasa bersalah kalau mereka harus menerima kebencian bahkan sebelum hadir di dunia .

Ah, Rou teringat, ia sedang membawa tiga anak sekaligus. Ia akan membuat tiga anak kecil itu nanti terluka.

Ceklek

Tangannya spontan menghentikan elusan pada perutnya kemudian menatap pada sosok Carter yang terlihat berwajah kusut disana. Rou bisa menyimpulkan kalau telah terjadi hal yang buruk diluar.

"Bagiamana keadaan mom?" Ia sebenarnya tidak ingin mengatakan apapun tapi ia merasa jika ia harus bertanya.

Carter mengambil duduk di sofa kecil yang terletak disudut ruangan menyandarkan punggung dan kepalanya seolah beban yang sangat besar telah ia hadapi.

"Sorry, aku tidak tahu mom akan mengatakan itu " Carter tidak sanggup menatap Rou.

Rou tidak merespon apapun dengan reaksi berlebihan. "Aku tidak terlalu memikirkannya." Ujarnya tentu saja berbohong.

Semenjak bersama Carter ia merasa jika keahliannya dalam berbohong semakin meningkat saja.

Pria itu membuka matanya yang memerah, sepertinya Carter benar-benar terpukul dengan pertengkaran kedua orang tuanya.

"Ibu meminta cerai."

Rou tercekat, ia kehilangan kosakata, sebegitu benci kah wanita itu padanya, pada anak-anaknya yang bahkan belum memiliki tubuh yang sempura.

"Ini bukan salahmu," Carter menjelaskan melihat ekspresi Rou yang terlihat gusar. " Dad juga bilang tidak akan melakukan apa yang ibu minta."

Rou mengangguk berpura-pura mengerti.

"Ibuku bukan wanita yang buruk, dia hanya begitu terkejut mendengar kalau dirinya akan segera menjadi seorang nenek."

Rou tahu pria itu mengada-ada ucapannya, tapi ia sedikit merasa ketulusan ucapan pria itu yang memuji ibunya. Hanya sedikit.

"Jadi dia tidak bermaksud mengatakan hal buruk itu." Sambungnya.

"Aku tidak keberatan dengan ucapan beliau." Rou beranjak dari tempat tidur dimana ia sedari tadi meletakkan diri disana dengan nyaman.

"Mengingat kamu dan mom memberikan reaksi yang sama. Aku sudah biasa."

Carter tidak suka nada wanita itu. "Jangan memulainya." Ia mengancam.

Rou tidak terima dengan tuduhan itu seolah ia dianggap sedang memulai pertengkaran padahal ia hanya mengatakan kebenaran.

"Bukankah memang seperti itu. Aku masih ingat dengan jelas ekspresi kamu ketika mendengar kehamilan ini. Dan itu tidak berbeda dari reaksi ibumu "

Carter menatap datar Rou, dan mereka memberikan tatapan yang sama. Sama-sama dingin dan menusuk.

"Sepertinya aku akan mengikuti usulan ayah, mengingat kamu suka mencari masalah." Carter berdiri dari kursinya memilih berhadapan dengan Rou.

Wanita itu menautkan alisnya merasa tidak mengerti.

"Untuk beberapa saat, kamu tinggallah bersama kedua orang tuamu. Dan setelah semuanya membaik kamu kembali lagi." Ujarnya dengan enteng mengabaikan ketidaksukaan Rou pada setiap kalimatnya.

"Aku tidak mau." Tentu saja Rou menolak, mengingat jika ia sangat tahu bagaimana terbebani nya kedua orang tuanya nanti jika dia disana. Hamil dan sakit.

Ia tidak mau.

Carter melotot. " Aku tidak meminta persetujuan mu."

Rou mengambil langkah mundur. "Jika kau tidak mau aku disini, aku akan kembali ke rumahku yang dulu." Ia lebih suka begitu. " Aku akan berusaha tidak menyusahkan siapapun."

Carter merasa terlihat jahat. "Aku tidak mengusir mu, ini adalah usulan Dad yang tidak ingin membuat kamu kesulitan dengan keberadaan mom sampai dia tenang." Ia mencoba memahamkan Rou agar tidak keras kepala.

"Kalau begitu, tidak masalah aku sendirian bukan." Rou tidak mau kalah.

"Masalah karena kamu tidak bisa mengurus diri kamu sendiri." Carter marah.

Rou memberikan tatapan tidak suka melihat pria itu mengatakan itu, menginta Carter tidak tahu apapun tentangnya. "Aku lebih tahu diriku dibanding kamu."

"Dan kamu hampir saja membunuh anak itu." Carter tidak bisa menahan diri menunjuk nunjuk perut Rou tidak tahan lagi berdebat dengan wanita itu.

Rou terdiam, ia membenarkan Carter dalam hati tapi tetap saja ia tidak akan membebani orang tuanya. Ia akan hidup sendiri dan mencoba yang terbaik tidak perduli dengan pria itu.

"Mereka anakku, dan aku akan melakukan apapun yang ku mau jangan menjadikannya alasan untuk menyuruh ku melakukan hal yang kamu mau. Karena kita sama-sama tahu kalau disini diantara kita berdua hanya aku yang menerima dan menginginkan mereka."

"Mereka?"

Carter tidak tahu jika dia akan menjadi ayah dari tiga anak sekaligus.

****

Setelah percekcokan panjang akhirnya Rou dan Carter memutuskan untuk tinggal di rumah pria itu, dan tentu saja Carter akan selalu pergi ke rumah ibunya untuk menenangkan wanita itu.

Bahkan sudah sebulan berlalu wanita itu belum juga reda marahnya, mereka tidak pernah bertemu sama sekali semenjak kejadian itu. Dan berita buruknya ketika Carter disana maka Dixie akan menemaninya, pria itu semakin tidak mempercayainya lagi mengingat ada tiga janin yang akan Rou bawa.

Ia tahu adik Carter itu tidak jahat melihat sedikit perangainya mirip dengan ayah mertuanya tapi mungkin karakter buruk wanita itu dikontaminasi oleh pergaulannya yang bebas.

Seperti hari ini, Dixie tetap berada disebelahnya ketika ia sangat tersiksa dengan mual yang baru ia rasakan seminggu belakangan dan symptom kehamilan lainnnya yang cukup ekstrim bagi Rou.

Dixie selalu mengurusnya meski dengan ucapannya yang persis seperti ibu mertuanya.

"Sudah baikan?" Kali ini Dixie terdengar sangat khawatir melihat Rou yang tidak bisa bergerak sedikitpun dari tempat tidurnya.

Rou Hanya bisa mengangguk pelan. Ia tidak mau merasa pusing dan mual lagi hanya dengan bergerak.

"Apa ingin aku panggilkan Carter?" Dixie lagi-lagi merasa khawatir karena nafas wanita itu mulai berat.

Rou juga merasa jika kali ini memang ia keterlaluan, perutnya yang sudah mulai terlihat itu sering mencari ulah. Hanya Carter yang bisa membuatnya merasa lebih baik. Rou tidak bisa menjelaskan tapi ketika ia bersama Carter berdebat dengan pria itu, mendengar suaranya dan melihat jika Carter didekatnya membuat dirinya merasa nyaman.

Ia tidak tahu mengapa ia perlahan memiliki perasaan bergantung dengannya tapi ia enggan meminta takut jika pria itu menolak dan hanya akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam.

Rou sangat sensitif.

Ia tidak tahu kenapa.

Ia rasa sifat sensitif Carter telah menular padanya karena ia membawa anak pria itu dan Rou tidak suka. Hal terakhir yang inginkan adalah memiliki perasaan yang sama dengan Carter.

Ia tidak mau.

"Rou!" Dixie memanggilnya dengan sedikit pukulan menyadarkan dirinya.

Rou tidak tahu jika ia ternyata mulai kehilangan kesadaran.

Baby With Problem [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang