-08-

5.2K 544 8
                                    

Tiga hari kedepannya Rou akan mengambil cuti medadak dan sebagai gantinya ia akan mengambil shift malam sendirian selama tiga hari, ia meminta izin jika ada urusan keluarga tentu saja ia berkata jujur.

Setelah percekcokan panjang akhirnya mereka memutuskan untuk menikah, pagi ini ia akan membawa dokter Scoot menemui keluarganya di Colorado, ia harus bersedia mengekori pria itu dan diongkosi dengan menggunakan kelas bisnis.

Awalnya ia menolak tapi untuk pertama kali ia bisa simpulkan jika pria memang benar-benar keras kepala dan egois, Carter benar-benar tidak mau mengalah.

Disinilah ia duduk didalam pesawat bersebelahan dengan pria yang sama sekali tidak mengajaknya bicara setelah memberitahu biaya penerbangan tadi.

Mereka seperti orang asing, Rou menepuk jidatnya tentu saja mereka orang asing, mengingat jika pria itu belum ia kenal lama.

Ia juga mengalami dilema sepanjang perjalanan, ia sama sekali belum menghubungi ayahnya ia takut jika tidak bisa berbohong.

Dan dengan berat hati ia harus menyembunyikan aibnya itu, meski bagaimanapun ia ingin martabat ayahnya tetap terjaga.

Lima jam perjalanan akhirnya ia menginjakkan kakinya di kota itu, ia memperhatikan pria disebelahnya yang terlihat benar-benar kelelahan.

Ia teringat bagaimana pria itu berusaha mengambil cuti tiga hari secara mendadak, ia bahkan memundurkan beberapa jadwal operasinya.

Bahkan ketika direktur mengancam Carter, pria itu terlihat konsisten ketika itu Rou merasa simpati. Namun, akal sehatnya kembali lagi mengingat jika semua ini kesalahan pria itu memutuskan menikah begitu saja.

Sebenarnya ia tidak keberatan malah bersyukur karena ia tidak perlu menanggung aib tidak gadis pada suaminya yang lain, setidaknya ia menyelamatkan harga diri orang tuanya. Apapun yang terjadi di masa yang kan datang, ia harus bersiap.

"Kita naik apa?" Pria itu terlihat kebingungan karena memang ia tidak melihat seseorang menjemput mereka.

"Naik bus." Jawabnya singkat mengabaikan tatapan tidak percaya pria itu.

**

Satu jam perjalanan bahkan ia sempat tertidur, Carter mengumpat dalam hati atas keputusan singkatnya itu untuk melamar wanita yang duduk di ujung kursi jauh darinya. Wanita itu terlihat memandang kosong ke luar jendela dan ia tidak suka seolah ia adalah tersangka disini dan wanita itu korban.

Padahal ia korban juga, belum lagi ia memutuskan untuk menikahi wanita itu besok lusa, ia belum memberitahukan rencananya pada ahli gizi itu tapi ia tidak mau cuti lagi dan masalah keluarganya? Itu akan menyusul belakangan setidaknya wanita itu harus ia sumpal dulu mulut nistanya.

Mereka berjalan menuju rumah yang begitu sederhana di kelilingi peternakan kuda yang tidak begitu luas tapi terlihat asri. Ia melihat beberapa anak kecil berlarian ke sana-sini dengan kerudung mereka yang manis.

Sepertinya desa ini sangat damai dan tentram, dan mungkin wanita yang berjalan lesu didepannya juga tidak seburuk dugaannya, orang muslim memang terkenal damai.

Tentu saja ia tahu karena ayahnya juga seorang muslim, ia tidak tahu ia bisa disebut muslim atau tidak mengetahui jika ia bukan pemuda yang baik tapi ia masih hafal bacaan sholat yang diajarkan ayahnya tentu saja.

Ia juga tidak ke gereja, tidak meminum khamar, tidak memakan makanan yang diharamkan , tidak merokok tapi ia korban dari kegananasan pergaulan New York.

Hingga ia menjadi dirinya sekarang.

"Darling?" Seorang wanita berusia terlihat sedang menenteng rumput kering menatap kearah mereka dengan wajah kebingungan.

Baby With Problem [END]Where stories live. Discover now