2

54.8K 4.9K 367
                                    


Kepulan asap yang berasal dari perapian itu memenuhi seluruh ruangan yang dihuni oleh 40 anggota geng Archer.
Seperti biasa malam ini mereka datang ke markas hanya untuk berkumpul, melepas lelah, dan saling bercerita mengenai keluhan masing-masing.

Dari 40 orang itu tak ada sedikitpun yang wajahnya terlihat sumringah. Tentu saja hal itu wajar mengingat apa yang telah terjadi pada salah satu temannya. Kini, sehari telah terlewati tanpa kehadiran Riyan sang wakil ketua juga sosok paling bijak yang sangat mereka hormati.

"Gue masih nggak nyangka Riyan bakal ninggalin kita secepet ini," ujar Beno, anggota geng Archer dari SMA Negeri 22 Jakarta.

"Apa lagi gue, Ben. Berasa kayak mimpi tau nggak," balas Sandi.

Beno dan Sandi menghela nafas kasar. Mereka duduk bersandar pada kursi kayu yang ada di sana. Atensi mereka tertuju pada sang ketua yang kini tampak duduk bersama Raffa dan sudah menghabiskan rokok ke sepuluhnya.

"Kasihan si Bos. Dia keliatan kehilangan banget," ujar Vito.

"Ya, iyalah. Lo kan tau sendiri si Bos sama pak wakil itu udah kayak amplop sama perangko. Walaupun sering beda pendapat tapi, mereka tuh nggak pernah terpisahkan," jelas Elvan.

"Ben, gimana? Udah nanya Bos? Dia beneran keluar dari Nusa Bangsa?" tanya Vito pada Beno.

Beno mengendikkan bahunya. Sebab ia tak benar-benar tahu apakah Reyhan keluar dari Nusa Bangsa atau tidak. Rumornya sih ketuanya yang sangar itu keluar dari sana.

"Yaelah, Ben. Apa sih yang lo tau?" ejek Elvan.

Tiba-tiba perhatian seluruh anggota tertuju pada Reyhan yang berdiri dan bersiap meninggalkan markas.

"Semuanya gue duluan. Kalian nggak usah buru-buru pulangnya. Tapi, inget jangan malem-malem!" titah Reyhan.

"Siap, Bos!" Para anggota menjawab serentak.

Lalu Reyhan pun meninggalkan markas dan para anggotanya yang masih lanjut nongkrong.

Sepeninggal Reyhan Raffa tampak datang mendekat dan duduk di samping Beno. Cowok itu menyambar sekaleng cola kepunyaan Beno tanpa mau repot-repot meminta izin pada Beno.

"Raf, si bos jadi keluar dari Nusa Bangsa?" tanya Beno to the point.

"Reyhan mah udah keluar. Kemarin dia udah resmi keluar. Tinggal cari sekolah yang baru aja," jawab Raffa seraya meminum cola Beno hingga tandas.

Beno mendekatkan wajahnya pada Raffa. Cowok itu tersenyum lebar lalu berkata, "Raf, si bos suruh masuk sekolah gue aja."

"Maksud lo? Sekolah negeri? Gila kali. Di swasta aja dia udah bikin pusing apa lagi sekolah negeri? Belom sehari pasti udah langsung didepak," ungkap Raffa.

"Ih, nggak bakal, Raf. Sekolah gue tuh beda dari yang lain. Sekolah gue emang negeri tapi, gue yakin si bos bakalan betah di sana. Soalnya di sana nggak ada orang-orang modelan Gio," jelas Beno.

Ketika nama Gio disebut langsung saja Raffa jadi ingin mempertimbangkan saran dari Beno. Raffa tahu betul bahwa saat ini Reyhan tak perduli pada apapun selain pada cowok bernama Gio. Raffa tidak ingin Reyhan terus menjadikan Gio sebagai target balas dendam jadi, cara terbaik adalah dengan menjauhkan Reyhan dari Gio serta membuat Reyhan sibuk dengan dirinya sendiri.
Siapa tahu jika Reyhan masuk sekolah negeri dia bisa melupakan Gio?

"Raffa? Gimana? Kok malah bengong sih?" tegur Beno.

"Besok gue coba ngomong sama Reyhan deh," kata Raffa.

"Sip!! Oke!" seru Beno.

*****

Pukul 11 malam Reyhan masih duduk di depan sebuah gedung sasana Taekwondo. Di sampingnya ada sebotol minuman isotonik yang biasa ia berikan pada Riyan ketika Riyan selesai dengan sesi latihannya.

REYHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang