29

22.9K 2.5K 373
                                    



Brakk!!

Caca menutup pintu kamarnya dengan keras lalu menguncinya dari dalam. Gadis itu langsung berjalan menuju sudut ruangan dan duduk di sana sembari menumpahkan tangisnya.

Beberapa menit yang lalu Reyhan baru saja mengantarnya pulang. Cowok itu mengantarnya sampai ke rumah bahkan sampai bertemu dengan bunda. Dan anehnya Reyhan tak tampak merasa bersalah saat bertemu bunda setelah apa yang telah ia lakukan pada Caca. Reyhan benar-benar pandai berakting.

"Brengsek!! Kenapa sih semua cowok itu sama aja? Kenapa Daniel sama Reyhan itu nggak ada bedanya?!" gerutu Caca seraya mengusap air matanya.

Selama 17 tahun hidupnya Caca tak pernah bermain api dengan cowok manapun. Namun, kini ia malah terlibat dengan seorang cowok yang sifatnya sudah seperti iblis. Kejam dan menakutkan.

"Hiks ... lo ngapain nangis sih, Ca? Hiks ... hiks ... lo bukan cewek cengeng," ucap Caca sambil terisak.

Caca kembali mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Setelah itu dia juga mengelap ingusnya menggunakan bajunya sendiri. Benar-benar jorok sekaligus menyedihkan.

"Hiks ... gara-gara dia ... hiks ... bibir gue udah nggak suci lagi. Hiks ... dia udah berkali-kali maling ... huweeeee."

Tok Tok Tok!

Pintu kamar Caca diketuk dari luar. Pasti pelakunya Bunda.

"Caca, Bunda boleh masuk nggak?" tanya Bunda pelan.

Susah payah Caca berusaha menghentikan tangisnya. Ia juga beberapa kali mengatur deru nafasnya. Setelah dirasa cukup tenang Caca pun berdiri dan beranjak membuka pintu kamarnya.

Bunda masuk dan kembali menutup pintu kamar putrinya. Wanita itu lalu menuntun sang putri agar duduk di tepi ranjang.

"Caca kenapa?" tanya Bunda lembut.

"Enggak apa-apa, Bunda," jawab Caca tanpa menatap mata Bunda.

Tentu saja jawaban Caca tak mampu membuat Bunda percaya begitu saja. Mana mungkin putrinya sampai menangis dan mengurung diri di kamar seperti ini jika dia baik-baik saja. Pasti terjadi sesuatu. Begitulah pikir Bunda.

Bunda memegang tangan Caca lalu mengelusnya pelan. "Cerita aja sama Bunda. Jangan takut," ucap Bunda.

Akhirnya air mata Caca menetes setelah sebelumnya susah payah ia tahan. Caca menangis hingga menimbulkan bunyi isakan yang membuat Bunda merasa begitu tak tega.

"Kenapa, Nak?" tanya Bunda.

"Caca benci Reyhan, Bun. Caca nggak mau ketemu lagi sama Reyhan! Reyhan jahat!" jelas Caca seraya menangis dalam pelukan Bunda.

Bunda mengelus punggung Caca untuk menenangkan Caca. "Kenapa gitu? Reyhan bikin salah apa sama Caca?" tanya Bunda.

"Pokoknya Caca nggak mau lagi ketemu Reyhan! Caca benci sama Reyhan, Bun!" seru Caca.

Bunda memilih diam dan membiarkan Caca menumpahkan segala kekesalannya. Sesekali Bunda juga mengecup puncak kepala Caca agar Caca merasa lebih tenang.

Sejak saat tiba di rumah Bunda sudah tahu bahwa ada yang tidak beres dengan putrinya dan Reyhan. Beberapa saat yang lalu Caca tampak seperti menutupi sesuatu ketika ada Reyhan. Lalu Reyhan juga seperti seseorang yang tengah memendam rasa kesal.

Sebagai seorang psikiater Bunda bisa dengan mudah membaca situasi yang terjadi hanya melalui raut wajah dan gerak-gerik seseorang. Sejak pertama mengenal dan bertemu Reyhan pun Bunda sudah tahu bahwa Reyhan berbeda dengan remaja lainnya.

REYHANWhere stories live. Discover now