52

17.8K 1.8K 148
                                    



"Heh, itu yang sebelah sana masih belom bersih!"

"Jangan lelet kerjanya! Masa laki-laki kalah sama perempuan?! Bi Minah aja biasanya kerjanya lebih cepet dari kalian."

"Itu kaca depan mobil gue masih ada nodanya!"

"Ck! Ngepelnya yang bener! Jangan maju tapi mundur!"

"Eh, itu yang di kebun ngapain? Jangan ngrumpi mulu! Kerja sana!"

Sumpah serapah sudah menggantung di tenggorokan para anggota geng Archer saat suara cempreng Lia terus saja merasuki rungu mereka. Tak hanya itu kini mereka juga tengah mengutuk Beno yang telah membuat mereka terlibat dengan gadis jadi-jadian bernama Lia itu.

"Ck! Kurang ajar si Beno. Tau gini gue nggak bakalan ikut," gerutu Raffa seraya mengelap kaca mobil Lia.

Jika ingat dengan apa yang kemarin Beno usulkan rasanya Raffa dan teman-temannya benar-benar naik darah.

Percayalah mereka rela menjadi babu di rumah Lia hanya untuk mendapatkan informasi dari Lia mengenai apa-apa saja hal yang disukai Caca. Bukankah sangat konyol? Hanya demi sebuah informasi mereka sampai harus rela menjadi tukang kebun, tukang cuci mobil, bahkan menggantikan tugas asisten rumah tangga. Lia sialan! Begitulah pikir anak-anak Archer.

"Lia, udah dong! Tinggal kasih tau si Bos aja apa susahnya sih?! Kita udah capek ini!" seru Beno ingin menyerah.

Cowok itu meletakkan pot besar yang semula akan ia pindahkan ke teras rumah Lia. Ia lalu duduk di teras dan memasang wajah melasnya tepat di hadapan Lia yang duduk santai.

"Oh, jadi nggak butuh informasi dari gue? Yaudah kalian tinggal pergi. Gampang, kan? Lagian siapa suruh Bos lo yang tengil itu bikin sahabat gue nangis?!" ucap Lia dengan entengnya.

"Woi!! Buruan kerjanya! Nggak usah manja!" sentak Reyhan.

Lia mencibir Beno yang sudah akan menangis karena mendadak jadi budak di rumahnya ditambah lagi terkena marah dari Reyhan.

"Dengerin tuh kata Bos kalian!" seru Lia tanpa merasa bersalah.

Masih dengan sumpah serapah yang mengganjal di hati, mereka pun kembali bekerja demi membantu Reyhan yang putus asa karena tak juga mendapat maaf dari Caca.

"Lain kali aye kagak bakal sudi ikutin si Beno," gerutu Juned sembari menyapu dedaunan yang ada di area taman rumah Lia.

"Sama gue juga," sambung Azel.

Juned mengelap wajahnya dengan dramatis sementara Azel menghela nafas berat. Sungguh lain kali mereka tak akan lagi mengikuti saran dari Beno.

***

Pukul 4 sore Caca tiba di rumah minimalisnya. Rumah itu masih tampak sepi dan mobil bunda juga belum terparkir di halaman. Itu tandanya bunda belum pulang.

Caca hendak masuk ke dalam rumah namun langkahnya terhenti saat lagi-lagi ada buket mawar pink yang tergeletak di atas meja teras.

Tampaknya bunga itu masih dari toko bunga yang sama dan dari orang yang sama. Caca menghela nafas lalu mengambil bunga tersebut dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di luar gerbang rumahnya.

Caca membuang bunga itu karena ia sudah muak dengan permainan orang yang tak ia kenal itu. Benar, Caca memang suka dengan mawar pink tapi ia tak akan suka jika terus-menerus dibanjiri mawar pink tanpa tahu siapa pengirimnya. Itu membuat Caca merasa seperti memiliki penggemar rahasia yang condong ke arah penguntit.

REYHANWhere stories live. Discover now