44

17K 2K 81
                                    

Tok Tok Tok

Pintu berwarna cokelat gelap itu diketuk dari luar. Lantas tak berselang lama pintu pun terbuka.

"Eh, Reyhan! Sini masuk!" seru Bunda.

Diam. Cowok itu diam saat melihat penampakan dari ruang kerja kepunyaan Bunda.
Psikiater. Itulah yang menjadi penyebab dari diamnya Reyhan.
Selama ini Reyhan tak pernah tahu ranah pekerjaan Bunda. Dan Reyhan juga tak menyangka jika ternyata Bunda merupakan seorang psikiater.

Ingatan beberapa tahun lalu saat ia pertama kali mendatangi psikiater pun kembali muncul.

"Reyhan?" tegur Bunda.

Reyhan masih tetap diam. Ia berdiri mematung di ambang pintu. Netranya menatap lamat pada papan yang memuat nama Bunda lengkap dengan gelarnya.

"Rey?" tegur Bunda sekali lagi.

Reyhan tersenyum tipis setelah itu ia duduk di depan meja kerja Bunda.

"Kamu pasti kaget, ya?" tanya Bunda.

"Bunda mau ngapain ketemu Reyhan?" tanya Reyhan to the point.

Dari sorot matanya cowok itu tampak tak terlalu suka begitu tahu profesi Bunda. Tentu saja karena ia punya kenangan yang buruk dengan profesi tersebut.

Dahulu Eva pernah membawa Reyhan pada seorang psikiater dan psikiater itu malah menganggapnya gila. Psikiater itu menyuruh Eva untuk membawa Reyhan ke rumah sakit jiwa.

"Bunda cuma mau ngobrol sebentar sama Reyhan. Nggak apa-apa, kan?" tanya Bunda dengan suara lembutnya.

Reyhan mengangguk samar menanggapi pertanyaan Bunda.

Wanita itu pun berpindah duduk di samping Reyhan. Ia menggenggam tangan Reyhan dengan lembut.

"Caca nggak tau tentang semua ini. Bunda minta kamu datang karena Bunda memang perlu bicara sama kamu," ungkap Bunda.

"Bicara apa, Bun? Bunda mau minta aku untuk jauhin Caca karena aku gila?" sarkas Reyhan.

Senyum wanita itu tidak luntur sedikitpun meski Reyhan berbicara dengan nada yang tak enak didengar.
Justru genggaman tangannya melembut begitu pula dengan tatapannya.

"Bunda nggak minta kamu melakukan itu. Dan kamu juga nggak gila. Kamu itu normal, kamu nggak gila, Nak. Bunda minta kamu untuk datang karena Bunda ingin bilang supaya kamu percaya sama Caca," ungkap Bunda.

Reyhan menautkan kedua alisnya. Ia tak paham dengan perkataan Bunda.

"Maksud Bunda?" tanya Reyhan.

"Jangan sembunyikan apapun dari Caca. Ceritakan semua kesulitanmu sama Caca karena Caca juga akan melakukan itu," kata Bunda.

"Kenapa? Kenapa Reyhan harus lakuin itu?" tanya Reyhan.

Tangan kanan Bunda terangkat lalu mengelus kepala Reyhan dengan lembut dan penuh kasih. Benar-benar sangat keibuan. Apa lagi tatapan lembut dan teduh Bunda. Rasanya Reyhan benar-benar merindukan tatapan itu. Apa yang Bunda lakukan padanya benar-benar berhasil membuatnya merindukan sosok Linda.

"Reyhan sayang sama Caca, kan?" tanya Bunda.

Reyhan mengangguk mengiyakan pertanyaan Bunda.

"Kalo gitu jangan sungkan untuk berbagi kesulitan sama Caca. Karena di antara orang yang saling sayang itu harus saling menguatkan, harus saling berbagi kesulitan," ungkap Bunda.

Kenapa rasanya seperti ini? Reyhan benci dengan perasaan ini. Perasaan rindu terhadap mamanya yang membuatnya merasa lemah dan menyedihkan. Perasaan yang membuat matanya memanas. Mirisnya perasaan itu muncul hanya karena perhatian yang Bunda berikan padanya.

REYHANWhere stories live. Discover now