9. Korban Ketiga

42K 6.4K 269
                                    

Haiii👀

🌜🌛

"Yang pasti bukan Bapak."

Terdengar tegas dan yakin. Leo memang percaya bahwa Frisya pasti menyukai laki-laki yang sama sekali tidak sepertinya.

Leo mengangguk. Sekilas ia menatap ke kiri. Frisya masih terlihat enggan duduk di sana. "Saya juga nggak punya tipe pasangan ideal sebelum ini. Tapi sekarang saya bisa bilang you are my type. Siapa tahu ke depannya kamu akan bilang hal yang sama."

Sontak Frisya menoleh ke Leo. Ini laki benar-benar ngajak ribut. "Itu karena Bapak dikejar umur jadi apa pun dan gimana pun bakal jadi tipe Bapak. Coba Bapak ketemu Ratu lebih dulu, pasti dia juga jadi tipe Bapak."

"Kamu kelihatan nggak suka sama Ratu." Leo malah mengalihkan pembicaraan.

"Suka. Suka banget malah sampai mau dijebak masuk ke ruang pengap sialan itu. Berengsek." Tanpa sadar Frisya mengumpat di akhir kalimat.

Melihat Frisya yang sepertinya mulai emosi dengan sumpah serapah tiada henti, Leo memilih mengalihkan ke hal lain. "Saya beneran berharap kamu serius waktu ngajak saya nikah."

"Ya ampun, Pak. Udah saya bilang waktu itu cuma bercanda. Saya nggak gila ya ngajak nikah sembarang orang."

"Saya bukan sembarang orang. Kamu di sini ikut saya artinya kamu percaya sama saya," jawab Leo dengan percaya diri.

"Ya jelas percaya, lah. Kalau Bapak berani macam-macam sama saya, perusahaan Bapak bisa rata tanah besok. Bapak belum tahu apa yang bisa Bu Mala lakuin kalau Bapak beneran nyakitin anak asuhnya."

Leo tersenyum. Ia melambatkan laju mobil karena sedari tadi belum berhasil menanyai alamat yang akan mereka tuju. Frisya ternyata sangat keras kepala dan tidak mau kalah. Dengan Leo yang selalu bicara bisa membuat perempuan itu pasti sebal.

"Saya takjub sama cara berpikir kamu, Fris." Jadi itu alasannya Frisya mau duduk di samping Leo seperti sekarang? Karena merasa punya dukungan yang kuat dari pihaknya.

"Kenapa?" Frisya berdecih. "Mau dibilang kayak bocah? Emang. Makanya Bapak cari yang sepantaran aja."

"Sama yang sepantaran kurang asyik. Saya udah nyoba beberapa kali."

"Nyoba?" Frisya mengernyit. Badannya benar-benar menghadap Leo sekarang.

Leo ikut mengernyit. Mencoba menerka apa yang ada dalam kepala Frisya saat ini. Dan kemudian ia membelalak begitu saja. "Astaga," keluhnya. "Maksud saya, mencoba berhubungan dengan mereka."

Frisya akhirnya mengalihkan pandangan lagi. Bego, kenapa pikirannya selalu ke hal itu sih? Apalagi lihat Leo, pria mapan yang tampan dan mandiri. Jangan lupa juga statusnya yang duda. Dua kali! Ya Tuhan. Frisya tidak pernah menyangka merespons duda satu ini.

"Pak, saya tahu di umur Bapak yang kepala tiga itu jago banget flirting sana-sini. Apalagi Bapak pernah menikah sebelumnya. Dua kali pula. Itu harusnya bikin Bapak sadar kalau saya bukan lawan yang pas. Saya beneran belum ada niat seserius itu." Frisya mencoba menjelaskan dengan tenang. Mungkin saja Leo bisa mengerti dan berhenti bersikap tidak jelas seperti sekarang.

Diam beberapa saat. Leo terlihat serius menatap jalanan depan.

"Frisya, apa kamu percaya kalau saya bilang ...."

Terjeda beberapa saat. Leo terlihat menggeleng beberapa kali. Tidak boleh. Selama ini ia menyembunyikan fakta itu dari siapa pun, kecuali kepada Aldri yang sudah ia cekoki cerita banyak. Mungkin mama dan adiknya tahu tanpa ia beritahu.

Duda Ting TingWhere stories live. Discover now