14. Bodo Amat

36.5K 5.9K 281
                                    

Harapan di 1 Januari 2021?
Dapet yang kayak Leo🤭

🌜🌛

Memilih antara harus tetap di asrama atau ikut ke rumah baru kakaknya di Jakarta sama sulitnya seperti harus memilih kuliah di Jakarta atau Bandung. Sepertinya ucapan Anin ada benarnya. Frisya pernah di Bandung selama beberapa saat dan ia tidak siap dengan suasana baru terutama orang-orang yang ditemui.

Sebelumnya Frisya tidak pernah begitu. Ia selalu punya cara yang baik untuk menjalin pertemanan dengan siapa pun tanpa pandang bulu. Ia orang yang sangat mudah beradaptasi. Ia care dengan semua orang. Walau terkadang jutek dengan banyak laki-laki, tapi pribadinya menyenangkan sebagai teman. Itu alasannya tidak kehilangan teman lama sampai detik ini.

"Fris, belum tidur?"

Frisya mengalihkan pandangan dari laptop dan melihat kakaknya melongok di pintu. "Kalo udah tidur kan merem, Bang Ren."

Ren tertawa. Ia melangkah masuk dan membuat Frisya menepikan laptop sebentar. Drama korea yang ia tonton otomatis ter-pause. Masih banyak waktu untuk menghabiskan stok selama liburan. Paling tidak seminggu lagi ia pasti bisa menyelesaikannya. Iya, ia memang mati kebosanan.

Libur semester membuat Frisya malas keluar rumah. Sejak kakaknya pindah ke Jakarta, ia ikut tinggal di sana dan meninggalkan asrama selama libur panjang.

"Galaknya. Nanti cowok pada lari loh." Ren sudah duduk di sebelah Frisya.

"Biarin. Belum butuh-butuh amat, kok."

Ren hanya menghela napas mendengar itu. "Kenapa belum tidur?"

Frisya mengedikkan bahu. "Belum ngantuk." Padahal sudah pukul tiga pagi. "Abang kenapa belum tidur? Deg-degan nanti ijab?"

Ren meringis. Ia garuk-garuk kepala. "Padahal udah hafalin sejak dulu banget waktu masih pacaran, tapi tetep takut salah."

Frisya tertawa. "Cupu," ejeknya.

Astaga. Bisa-bisanya Frisya mengejek begitu. "Abang tuh juga mikirin kalian, kamu sama Lano. Kenapa kamu keras kepala banget nggak mau tinggal sama Abang?"

Frisya merasakan usapan lembut di kepalanya. "Bukan nggak mau, Bang. Dari sini ke kampus kan jauh. Kalo dari asrama deket banget, loncat aja sampe."

"Bisa naik kendaraan, Fris."

"Ribet, Bang Ren." Frisya berdecak. "Lagian kalo weekend juga aku bakal sering pulang, kok. Sekarang kan ada tempat pulang."

Dikatakan dengan santai, tapi efeknya bagi Ren justru sedikit menyakiti hatinya sebagai seorang kakak. Selama ini memang Frisya tidak ada tempat pulang. "Maaf, ya. Abang ninggalin kamu di sini sendirian."

"Ya ampun, Bang." Frisya mulai mendekat ke kakaknya, menatap serius kali ini. "Tuntutan kerjaan Abang emang di sana. Aku yang keras kepala nggak mau ikut. Jangan salahin diri sendiri, ya. Abang udah jaga aku dengan sangat baik."

Entah kenapa pagi dini hari itu Frisya melihat kakaknya begitu rapuh. Ia bahkan melihat kedua bola matanya memerah seperti hampir menangis. "Mau nikah bikin Bang Ren jadi melankolis gitu ya?" tanyanya sambil terkekeh.

Ren ikut terkekeh dan dalam sekejap Frisya merasakan sebuah pelukan.

"Makasih ya udah ngebolehin Abang nikah."

Frisya tersenyum dalam dekapan itu. "Aku pasti egois banget kalo ngurung Abang cuma buat aku sama Lano aja. Bang Ren juga harus bahagia, jangan cuma ngebahagiain adik-adiknya aja."

"Iya. Pemikiranmu udah dewasa ya sekarang."

Frisya melepas pelukan dan mencebik melihat kakaknya benar-benar menangis tadi. Menyangkut perempuan memang Ren bisa cengeng banget. Ia sampai heran, gaya aja keren, tapi perasaannya sensitif sekali.

Duda Ting TingWhere stories live. Discover now