Epilog

68.1K 4.8K 485
                                    

Aman dibaca😋

🌜🌛

"Nambah volume-nya ya bun."

Frisya mengernyit mendengar bisikan Anin. Saat sadar apa yang Anin maksud saat melirik dadanya, Frisya langsung melotot. Gila temannya satu ini. Lagi di pelaminan kok bisa-bisanya ngomong ngaco.

"Iya dong." Frisya memilih menimpali. Sudah hampir malam makanya tamu undangan makin berkurang.

"Padahal baru dua bulan udah segitu aja. Tapi cocok sih ukuran lo segitu. Seksi. Daripada waktu belum kawin, itu dada mirip talenan. Nggak bergelombang sedikit pun."

Sialan. Tapi Frisya terus menimpali biar kapok si Anin. "Rajin dipijit tiap malem, Nin. Hebat kan laki gue."

"Astaga, Fris. Nggak usah diperjelas juga." Anin menutup muka dengan malu. Benar, kan, Anin tuh cuma berani ngomong padahal ya malu-malu begitu.

Frisya tertawa. Hal itu membuat Leo menoleh dengan tatapan bingung.

"Kenapa, Fris?" tanya Leo.

"Nggak apa-apa, Le." Frisya memilih menyembunyikan pembicaraan absurdnya tadi.

"Gue duluan ya, Fris," pamit Anin akhirnya. "Duluan ya, Pak Leo."

Leo tersenyum pada Anin dan mengangguk. Anin memang sengaja di akhir-akhir datangnya lalu minta foto. Biar bebas jepret berapa kali pun sesuai request dan tidak diburu-buru tamu yang lain.

"Capek banget, Sayang?" tanya Leo saat tamu terakhir baru menyalami mereka. Ia menuntun Frisya agar duduk kembali.

"Capek tapi seneng banget," jujur Frisya. Ia meneliti sekitar. Anin bilang itu pernikahan impian semua orang. Berkelas. Mewah. Ternyata benar. "Kayaknya lebih capek kamu, Le. Hampir kamu semua yang ngurusin ini. Nggak sekalipun biarin aku kecapean ngurusin pernikahan. Aku baru sadar punya suami pengertian banget."

"Kalo nggak pengertian, aku khawatir kamu kepincut yang lain."

Frisya tertawa. "Aku tuh udah mentok ke kamu ya kamu terus sampai kapan pun."

Mau tidak mau itu membuat Leo tersenyum. Ia tatap wajah Frisya yang begitu cantik. Dibalut gaun, Frisya begitu sempurna. Aura modelnya kuat banget. Dari cara berdiri dan jalannya saja kelihatan.

Untunglah Leo pilih gaun yang tidak memamerkan kaki Frisya. Bahaya, bisa bikin khilaf banyak laki-laki.

"Liat Lano tuh, Le. Dari tadi makan mulu," gumam Frisya.

Leo mengikuti arah pandangan Frisya. Terlihat Lano memang tidak berhenti makan. Pakaian kemejanya masih sangat rapi tapi rambutnya acak-acakan.

"Cara dia luapin sedihnya mungkin dengan makan, Fris. Sama kayak kamu."

Frisya tertegun sebentar. Padahal sudah dua bulan ia menikah, tapi sejak kemarin memang Lano menangis terus. Frisya tidak tahu bagaimana menenangkannya.

"Kamu kakak perempuan satu-satunya, dia merasa kehilangan itu pasti. Besok-besok, kita harus sering ajak dia nginep di rumah kita aja."

Frisya menghela napas pelan, lalu menoleh ke Leo. "Makasih ya, Le. Kamu ngertiin keluargaku banget."

Leo menggenggam tangan Frisya lalu mengecupnya pelan. "Itu tugasku."

"Iya, tugas kamu semua perasaan," gerutu Frisya. "Tugasku apa dong?"

"Tugasmu cuma satu. Sayang sama aku."

Astaga, dasar duda!

"Kita nggak jadi honeymoon ya?" desah Leo kecewa.

"Aku harus ikut semester pendek, Le. Biar bisa lulus satu setengah tahun lagi."

"Buat apa cepet-cepet." Bibir Leo mengerucut. "Libur semester ya libur aja kenapa, biar kita bisa jalan-jalan."

"Weekend kan tetap bisa jalan-jalan, Le. Aku ambil semester pendek juga biar cepet lulus, terus nggak ngerecokin kamu tugas kuliah deh."

Alasan sesungguhnya Frisya sebenarnya bukan itu. Ia tahu Leo menunggunya siap punya keturunan. Dan Frisya sempat bilang menunggunya lulus. Leo memang menerima, tapi Frisya justru yang tidak mau menunda terlalu lama. Leo sudah begitu baik padanya, giliran ia yang ingin mengabulkan apa pun keinginan Leo.

"Oh, iya. Nggak apa-apa cepat lulus. Kamu bisa gantiin jadi sekretarisku. Nita mau ajuin resign akhir tahun ini katanya. Mau nikah."

Frisya mengernyit. "Nggak yakin kamu bisa kerja profesional kalo ada aku. Biasanya aku ke kantor aja langsung disergap. Senggol dikit minta jatah."

Leo tertawa. "Itu kan beda, Sayang. Kalo sama-sama lagi kerja nggak mungkin kayak gitu."

Frisya mencebik tidak percaya. Terserah Leo sajalah.

"Berarti abis kamu lulus, kita bikin bayi ya."

Tuh, belum apa-apa udah bahas bayi aja.

"Perasaan, tiap malem udah," jawab Frisya.

"Tapi nggak dijadiin."

"Lah, si bayi minta bayi."

"Aku bukan bayi."

"Om-om."

"Apa lagi itu."

"Ya udah, duda ting ting."

Leo mengerjap. "Padahal ketingtinganku sama kamu udah ilang bareng."

"Apaan sih, Le." Frisya tertawa. Kadang memang pembicaraan mereka jadi lebih tidak jelas.

"Aku seneng. Hidupku lengkap banget ternyata," gumam Leo melihat tawa Frisya yang mulai surut.

"Oh ya? Punya apa aja emang?"

"Harta, tahta, Frisya."

TAMAT

🌜🤗🌛

IYA, TAMAT. HEHE.

BENTAR, MAU PROMOSI CERITA BARU TAPI NUMPANG NGAKAK DULU.

BENTAR, MAU PROMOSI CERITA BARU TAPI NUMPANG NGAKAK DULU

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


PLEASE, don’t laugh at me guyssss. Saya tuh nggak bisa bikin cover. Asal dulu ini lah ya wkwkwk.

Siapa tuh tokohnya? (Udah update btw)

💯💯

Seperti biasa, mau ucapin makasih banget udah baca si duda sama si jutek face by default--Frisya punya. Makasih bgt. Jangan bosen-bosen baca cerita di lapak saya ya🤗

Tokoh favorit di sini siapa sih?

Pasti Ratu krn bra warna warninya.

Duda Ting TingWhere stories live. Discover now