25. bingungterus

32.1K 5.1K 557
                                    

Mending tim saya toh, daripada bingung tim Frisya apa Om Dud? 😝

🌜🌛

"Frisya ...?" Adalah kata pertama yang terdengar saat pintu terbuka. "Ayo, masuk."

Frisya tidak menolak saat Gagah merangkul bahunya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Ia tahu ada ekspresi bertanya yang tidak Gagah sampaikan lewat kata. Ia memang hafal lelaki itu hampir sama kayak Anin, belum bertanya kalau ia belum menceritakan.

"Anin di mana, Bang?" tanya Frisya saat sudah duduk di sofa ruang tamu.

"Lagi bersihin genteng."

Tanpa sadar Frisya tertawa. Ada-ada saja loh jawaban abangnya Anin tuh.

"Gue kira lo lagi nggak bisa ketawa, Fris." Gagah menaikkan satu alisnya lalu tersenyum. "Lagi mandi anaknya. Baru aja selese beberes rumah. Gitu kalo nggak ada nyokap sama bokap, rajin banget. Giliran disuruh malah pura-pura tidur."

Tidak salah kalau Frisya memutuskan mampir ke rumah Anin lebih dulu. Pulang ke rumah jelas akan menimbulkan pertanyaan saat kondisinya seberantakan itu. Apalagi pulang ke asrama, beuh, ia tidak yakin Bu Mala masih bisa menyebut namanya setelah ini.

"Sorry, pagi-pagi udah ganggu." Frisya meminta maaf, merasa tidak enak karena di Minggu pagi berkunjung ke sana.

"Lo nggak pernah ganggu. Pintu rumah ini terbuka lebar buat lo, mama gue pernah bilang gitu juga kan?"

Frisya meringis. Sejak SMP, rumah itu sudah jadi tempat kedua jika ia tidak ingin menghadapi kesedihan di keluarganya sendiri. Frisya berpikir, orang tua Anin mungkin kasihan makanya mau menampungnya sejak dulu.

"Woy, Bang. Nggak usah peluk-peluk Frisya gitu, udah ada yang punya!"

Suara Anin dari tangga membuat Gagah berdecak. Ia melepas rangkulannya dari bahu Frisya dan berdiri. "Kalo udah taken, nggak bakal keadaannya kayak gini. Frisya juga nggak bakal mau gue peluk kalo udah ada yang punya. Gue nggak bego, kali."

O-ow, ternyata ketahuan. Apa keadaan Frisya seberantakan itu?

Anin langsung turun dari tangga, setengah berlari. Sampai di depan Frisya, ia mengernyit. Baru menyadari kalau kondisi Frisya memang tidak baik-baik saja.

"Gue mau numpang mandi, Nin." Frisya berdiri, merasa tidak enak ditatapi oleh kakak beradik di depannya.

"Oke, di kamar gue aja. Ayo," ajak Anin dan mempersilakan Frisya jalan lebih dulu. Ia bersitatap dengan kakaknya dan hanya dibalas dengan gelengan. Anin akhirnya ikut berjalan menaiki tangga.

"Gue nggak pulang semalem."

"Wah, pantesan." Anin menutup pintu dan memberi handuk serta peralatan mandi ke Frisya. "Gue kena telepon berkali-kali sama Bu Mala. Hampir aja gue boong bilang lo di sini, tapi nggak tega."

Frisya menggeleng. "Bagus kalo nggak ngomong gitu. Soalnya Bu Mala kayak intel, bisa tau kalo orang boong."

Anin tertawa. "Sana, gih, mandi. Eh, ada baju emang?"

"Ada. Gue mampir beli tadi."

"Keadaan kayak gitu mampir ke mall?"

Frisya baru akan membuka pintu sebelum kembali berbalik. "Ngapain ke mall? Di pinggir jalan malah banyak. Terjangkau."

"Astaga, duit sebanyak bintang di langit masih aja low profile."

"Bukan duit gue itu, Nin. Duit Abang gue!"

Duda Ting TingWhere stories live. Discover now