16. Oppa

38.2K 5.9K 611
                                    

Heyhooo😝

🌜🌛

Getar ponsel yang beradu dengan meja menciptakan bunyi yang sungguh mengganggu. Lamat-lamat Leo membuka matanya yang terasa berat. Ia mengangkat kepala dari sisi ranjang dan mengernyit. Baru sadar kalau ia ketiduran saat menjaga Frisya.

Leo meraih ponsel di nakas dan mematikan panggilan itu tanpa repot menilik caller id. Suara itu bisa saja mengganggu tidur Frisya. Jadi ia tidak mau ambil risiko. Matanya menatap punggung di depannya. Frisya masih tetap memunggunginya. Dalam keadaan tidak sadar begitu saja Frisya seperti enggan menatapnya. Leo berdecak.

Menilik jam di pergelangan tangan, Leo sadar kalau Frisya sudah tertidur sejak tiga jam lalu. Sedangkan ia sudah ketiduran sekitar lima belas menit. Leo mengacak rambutnya sembari menguap. Ngantuk banget rasanya. Tadi dini hari baru pulang dari Singapura. Pulangnya lanjut main biliar sama Aldri.

Baru saja berpikir tentang itu, ponsel Leo kembali bergetar. Aldri yang meneleponnya. Leo berdecak sebal. Bukankah ia sudah mengabari kalau tidak bisa diganggu hari ini?

Tapi akhirnya Leo berdiri, menepi ke dekat pintu. Sejenak ia menoleh ke belakang, memastikan kalau Frisya masih lelap dalam tidurnya. Sepertinya memang begitu, karena sejak pelukan itu berakhir dan Frisya langsung berbaring memunggunginya sampai sekarang menandakan kalau perempuan itu benar-benar terlelap.

"God, Pak Leo. Saya telepon dari tadi."

Sudah pasti tentang kerjaan kalau Aldri berubah cara bicaranya jadi seopan itu.

"Apa?"

"Finecy adakan meeting hari ini."

"Saya nggak bisa."

"Tapi, Pak. Katanya Bapak sudah sepakati kerja sama dengan butik Finecy, jadi mereka mau meeting pra kontrak."

"Harus on schedule, Dri. Nggak bisa tiba-tiba begitu."

"Maaf, Pak. Tapi biasanya Bapak bersedia sekalipun beberapa jam sebelumnya selama Bapak nggak ada jadwal ke luar."

"Sekarang nggak bisa. Jadi yes man bikin orang jadi sesuka hati. Mulai sekarang, apa pun harus on schedule. Saya nggak bisa menolerir yang serba dadakan mulai sekarang."

"Astaga, Le!" Aldri pasti gemas di seberang sana sampai jadi kesal. "Ini Finecy. Lo tahu? FINECY. Bukan butik lokal abal-abal. Bentukan Paris, bro. Udah untung banget Air Bad diajak collab sama mereka. Lo mau sia-siain kesempatan ini?"

Leo berdecak sebal. Satu tangannya terangkat ke pinggang. "Ada hal lebih penting dari Finecy. Gue sibuk. Reschedule aja kalo mau. Kalo nggak ya udah batal aja. Yang berhak atur jadwal tuh sekretaris gue atas perintah gue."

"Tapi mereka telepon gue tadi. Lagian kalau ngabarinnya ke Nita, dia pasti nggak berani ngomong ke lo."

Pasti. Nita itu sekretaris yang sangat bisa diandalkan. Kalau Leo dihubungi lebih dari tiga kali dan tidak dijawab, artinya tidak bisa diganggu dan Nita harus berhenti menghubungi sekalipun itu tentang pekerjaan. Kalaupun Leo akhirnya lalai, ia tidak akan memarahi Nita karena setidaknya sekretarisnya itu sudah mencoba mengingatkannya.

"Entar gue yang hubungi Nita. Gue beneran sibuk."

Terdengar decakan di seberang sana. "Sibuk lo apa sih? Setahu gue kerjaan lo di Air Bad doang. Lo tuh cuan oriented banget, jadi gue penasaran lo nolak pertemuan ini karena apa."

Duda Ting TingWhere stories live. Discover now