4. Kepooooo!

50.2K 7.2K 362
                                    

"Ya ampun, Bang Ren!"

Frisya terkejut luar biasa saat membuka pintu kamar. Tidak biasanya kakaknya datang saat menjelang siang. Apalagi tanpa mengabari akan ke asramanya. Keduanya memang berpisah tempat tinggal sejak setahun. Kakaknya mengembangkan bisnis di Bandung, sedangkan ia memilih menetap di Jakarta.

"Kenapa kaget begitu?" Ren mendekat ke Frisya yang masih diam di pintu. "Takut ketahuan sembunyiin cowok di kamar?"

Kedua mata Frisya melebar. Bisa-bisanya dituduh sembarangan. Boro-boro masukin cowok ke kamar, teman cewek main ke kamarnya saja ditanya macam-macam sama Bu Mala. Anin pernah kena pertanyaan tentang apakah cewek itu tertarik kepada Frisya? Astaga, dikira mereka pasangan mesum sesama jenis?

Bu Mala sebenarnya membebaskan tamu Frisya yang berkunjung jika akan bekerja kelompok. Itu pun ada ruangan tersendiri di asrama. Ruangannya sangat bagus di lantai atas. Lengkap dengan sajian macam-macam camilan, roti, serta minuman tak terhingga di kulkas untuk menemani belajar. Tapi jika didapati mereka tidak menggunakan waktu dengan baik, maka Bu Mala akan langsung menyuruh mereka menyelesaikan di tempat lain saja.

Jadi, alasan teman-teman Frisya mau berkunjung ya karena tugasnya mepet deadline biar ada semangat untuk mengerjakan kalau ingat makanan-makanan mewah yang disajikan Bu Mala akan lenyap jika mereka menyia-nyiakan. Dapat tugas sekaligus makanan, siapa yang mau menolak?

"Ini juga, kenapa tasnya ditaruh bawah begini, Fris? Nggak suka? Mau Abang beliin yang lain?"

Frisya tersadar dan menggeleng. Ia menutup pintu dan melangkah ke tengah kamar, mengingat aksinya semalam yang berniat membuang tas Air Bad. Tapi ia sadar, itu sama saja tidak menghargai pemberian kakaknya.

"Abang kira, kamu suka. Soalnya waktu kamu masih SMP kan suka banget kalo Papa beliin sepatu merk Air Bad. Jadi Abang inden duluan waktu tahu tas ini rilis." Ren mengamati tas itu dengan helaan napas pelan. "Salah Abang juga, nggak tanya kamu dulu sebelum beli."

"Aku suka, kok," ujar Frisya langsung. "Cuma semalem waktu beres-beres belum selesai." Alasannya.

Frisya merebut tas di tangan Ren dan meletakkannya di atas meja. Sumpah, sebenarnya tiap lihat tas itu ia selalu teringat wajah tak berdosa seorang Leo. Ada ya laki-laki kelewat percaya diri begitu sampai tidak ada rasa malu sedikit pun saat mengajaknya ... ehm ... tidur?

Jujur saja, Frisya bisa mengabaikan laki-laki sinting yang ia temui dalam hidup. Tapi muka Leo yang terlalu sempurna yang justru membuat laki-laki itu makin percaya diri bikin Frisya sebal banget.

"Abang abis ketawa berapa hari sampai matanya bengkak gitu?" sindir Frisya saat menyadari wajah kakaknya sangat lesu dengan kedua mata yang sayu.

Tanpa disangka, Ren malah tertawa. Frisya segera merasakan pelukan kakaknya, persis seperti saat ia masih kecil. Tidak pernah berubah.

"Abang mau ke Lombok."

"Hah? Ngapain?" Frisya mengernyit dan mendongak saat Ren sudah melepas pelukan.

"Lamar pujaan hati Abang lah."

"Hah?" Frisya masih tidak mengerti. Sepertinya Ren kelamaan patah hati sampai ngelindur begitu. Setelah kisah cinta tak direstui yang panjang dan belum usai, Ren kayaknya frustrasi. "Bang Ren nggak waras ya?"

"Sembarangan." Ren menoyor kepala adiknya. Terlihat sekali kedua matanya kini berbinar. "Ayo, temenin Abang cari cincin."

Sekarang Frisya yakin, kakaknya serius dengan itu. Setelah berpisah hampir dua tahun lamanya, akhirnya Ren berhasil meraih cintanya sendiri?

Frisya jarang merasa melankolis, baginya itu sedikit berlebihan. Tapi melihat bagaimana raut bahagia kakaknya terpancar, ia ikut merasakan. Setelah badai yang tidak ada hentinya sejak lima tahun terakhir di keluarga mereka, satu per satu memang pantas untuk bahagia.

Duda Ting TingWhere stories live. Discover now