12. Prinsip Aneh

37.2K 6K 245
                                    

😌

🌜🌛

"Fris, mau yaaa. Please ...."

"Rin, bukannya gue nggak mau. Tapi—"

"Lo udah sering jadi gadis sampul waktu SMA kan?"

"Tapi—"

"Kemaren juga gue lihat lo muncul lagi di sampul majalah."

"Karin, dengerin gue," tegas Frisya. Ia berdecak pelan sembari meletakkan bukunya kembali di meja. "Gue udah nggak minat photoshoot lagi. Gue mau fokus kuliah."

"Bukannya kemarin lo masuk agensi ya?"

"Gue nggak go-see, Rin. Cuma satu kali nggantiin model yang nggak bisa take aja. Udah gue bilang, gue belum minat lagi."

Karin di seberang telepon terdengar kecewa. "Padahal gue seneng banget waktu tau lo terjun lagi. Gue kira lo bisa bantu kakak gue launching brand-nya."

Frisya mendengar itu jadi tidak enak hati. Ia sangat tahu kondisi keluarga Karin karena mereka cukup kenal baik saat SMA, walau tidak seakrab dengan Anin. "Emangnya kakak lo keluarin produk apa?" tanyanya pelan.

"Tahun lalu sih piyama gitu. Terus tutup, mungkin pemasaran kami yang kurang kali ya. Sekarang lagi coba sepatu handmade. Lumayan ada modal dikit buat endorse ke artis-artis. Sayangnya belum ada modelnya."

Frisya akhirnya diam. Ya, zaman sekarang sebenarnya cukup mudah membuka usaha sendiri asalkan ada modal. Dunia digital marketing berpengaruh besar. Walau harus mengeluarkan uang beratus juta untuk endorse ke beberapa selebgram, tapi omset yang didapatkan bisa melampaui ekspektasi.

"Ya udah, Fris. Thanks, ya. Maaf gue ganggu."

"Eh, Rin. Bentar." Frisya sigap mencegah Karin menutup panggilan telepon.

"Iya, Fris?"

"Em," Frisya bergumam sebentar, sebelum melanjutkan. "Kenapa gue?"

Di ujung sana juga diam beberapa saat. "Setahu gue waktu SMA lo paling banyak diminati jadi gadis sampul. Paling laku pokoknya. Hampir tiap edisi pasti muka lo ada di sana. Gue emang nggak tau dunia model, Fris. Tapi gimana ya ... bagi gue lo punya aura yang beda aja gitu. Daya tariknya kuat banget. Apalagi kalo style-nya edgy, beuuh ... garang lo keren banget."

Halah. Ini pasti akal-akalan Karin saja biar Frisya mau. Sebenarnya tidak ada alasan spesifik kenapa Frisya memutuskan berhenti. Sejak mamanya meninggal memang ia ingin fokus dengan pendidikan karena saat SMA ia terlalu sering modelling daripada mengerjakan tugas sekolah.

"Sepatunya model chic gitu ya? Atau sepatu apa sih?"

"Semacam sneakers kekinian gitu, Fris. Trendy, ceria, nanti deh gue kirim salah satu."

"Kata lo gue cocok yang garang-garang, gimana sih?"

"Eh, bukan gitu maksud gue."

Frisya tertawa. Ia akhirnya berbaring di tempat tidur. "Iya iya, gue mau. Kapan nih?"

"Serius?"

"Lo mau gue berubah pikiran?"

"Enggak lah! Gila aja. Ya ampun, thanks banget, Fris. Nggak nyangka gue bisa dapet model yang jam terbangnya tinggi."

Duda Ting TingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang