Part 18.

482 89 5
                                    

Happy Reading
~~~~

Suasana yang sebelumnya sunyi, kini terdengar suara isakan Caca yang memenuhi seisi kamar. Ini bukan yang Ayna mau. Dia tidak bisa berlama-lama marah pada sahabatnya itu. Ayna yang berdiri di dekat pintu melihat Caca terduduk lemah di lantai sambil memeluk kedua kakinya.

Ayna langsung berjalan ke arah Caca dan memeluknya dari samping. "Maafin gue, Ca hiks hiks."

"Gue yang minta maaf sama lo, seharusnya gue dengerin omongan kalian hiks hiks. Gue enggak boleh begini terus," ujar Caca.

Ayna tahu, ini sulit. Jika Ayna ada di posisi Caca ia juga akan melakukan hal yang sama. Tapi ini sudah melewati batas, Caca harus bebas dari penderitaan ayahnya sendiri.

Caca mencoba menatap Ayna. "Gue harus bahagia kan Ay, gue enggak boleh ngalah terus hiks hiks... cukup dia dulu bikin ibu sakit-sakitan tapi enggak buat gue."

Senyuman langsung terlihat di wajah Ayna. "Iya, lo harus bahagia."

~~~
07.35 WIB

Dari arah tangga terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru.

"Ayo Dek ...Caca sarapan dulu," ucap bunda ketika keduanya melewati meja makan.

"Kita buru-buru Bun, kita telat ... lain kali," ucap Ayna sambil tergesa-gesa berjalan keluar.

Kedua kakaknya hanya bisa geleng-geleng melihat kebiasaan adiknya itu.

"Kapan berubahnya tau," lontar Bian lalu memakan sarapannya.

"Hahahah enggak akan," jawab Adrian yang langsung disambut tawa oleh Bian.

"Kakak, Abang .... Ayah mau tanya. Bunda bilang, adek kalian enggak sengaja nemuin foto itu?" tanya ayah di sela-sela makannya.

Keduanya langsung terbungkam, pasalnya mereka sudah dinasehati bunda untuk menyimpan foto itu di gudang tapi tidak mereka lakukan.

"Maaf Ayah, Kakak yang salah."

"Enggak Kak ini salah aku," ujar Bian pada kakaknya.

Helaan dari ayah cukup terdengar, ia bingung harus berbuat apa. Masih teringat jelas diingatannya bagaimana anak bungsunya itu berada diambang kematian, tapi semuanya tidak akan bisa ditutupi terus-menerus.

Ayah memejamkan matanya dan berusaha meyakinkan diri. "Perlahan-lahan, dia harus tau semuanya."

Sedangkan di tempat yang berbeda, perempuan yang sedang dibicarakan tengah sibuk membaca buku untuk ujian yang akan sebentar lagi dimulai.

"Jalan harus juga baca buku gitu?"

"Hahaha iya iya maaf. Gue takut lupa aja Ca," jawab Ayna lalu menutup bukunya.

Melewati banyak kerumunan sudah menjadi hal yang biasa di sebuah kampus. Begitu juga dengan Ayna dan Caca, harus berusaha menghindar agar tidak menabrak orang lain.

Ketika mereka berjalan menuju ke kelas ... untuk pertama kali lagi, mata coklat Ayna menangkap sosok laki-laki yang tak jauh darinya. Waktu terasa berjalan perlahan, seolah tahu jika Ayna ingin melihat laki-laki itu.

Wangi khas tercium oleh Ayna ketika mereka berpapasan. Namun laki-laki itu sama sekali tak menatap Ayna, hanya melewatinya bagaikan angin.

Sontak Ayna berhenti berjalan. "Gue dicuekin nih ??" tanya Ayna pada dirinya sendiri dalam hati.

"Kok lo malah berenti sih Ay, ayo masuk kelas ... udah mau mulai nih ujiannya." Caca mengajak Ayna yang terdiam sejenak.

"Hmm iya," jawab Ayna singkat.

Call My NameWhere stories live. Discover now