Part 12.

616 98 7
                                    

Happy Reading
~~~~

"Adnan, turunin. Aku bisa jalan sendiri."

Sungguh, jika saat ini Ayna bisa menghilang maka ia akan lakukan. Adnan memang tidak bisa ditebak. Seperti sekarang Adnan dengan santainya menggedong Ayna keluar dari apartemennya. Ayna bisa lihat bagaimana para wanita-wanita itu menatap tidak suka kepadanya. Jelas, apa yang dilakukan Adnan sekarang membuat para kaum hawa iri.

Sesampainya di lobby, mereka langsung disambut dengan mobil mewah beserta supir yang dengan sigap membukakan pintu untuk mereka. Dengan hati-hati Adnan meletakkan Ayna di sebelah kursi pengemudi dan segera ikut masuk. Tentu, Adnanlah yang akan mengemudi karena dia tidak ingin ada yang mengganggu mereka.

"Kenapa? Masih kesel," tanya Adnan ketika ia sudah ada dalam mobil.

"Pakai nanya lagi," jawab Ayna dengan wajah cemberut.

Adnan melirik sedikit ke arah Ayna dan segara menjalankan mobilnya. "Kamu kalau cemberut kayak gitu, bikin aku mau makan kamu."

"Emang aku makanan apa."

Adnan yang mendengarnya hanya tersenyum. "Aku cuman enggak mau kamu sakit lagi, aku khawatir."

Perkataan Adnan membuat hati Ayna menghangat. "Gombal."

"Hmm tadi kamu belum jawab pertanyaan aku, gimana sama acara yang seharusnya kamu dateng?" tanya Ayna sambil melihat Adnan.

"Aku batalin, kesehatan kamu jauh lebih penting," jawab Adnan dengan lembut sembari salah satu tangannya membelai rambut Ayna.

Deg Deg

"Akkk Adnan, jangan bikin aku kayak gini," batin Ayna.

"Kamu nih udah tua juga, tapi kerjaannya gombal mulu," ujar Ayna.

Adnan tidak merespon Ayna sama sekali, ia hanya fokus pada jalanan.

Setelah hampir beberapa jam, mereka akhirnya sampai di rumah Ayna. Di depan gerbang sudah ada Adrian dan Bian yang menunggu kepulangan Ayna.

Baru saja Ayna keluar dari mobil tapi langsung disambut dengan pertanyaan Adrian. "Adek enggak apa-apa?"

"Aku udah baikan Kak, lagian tadi Adnan ... hmmm maksud aku, Pak Adnan panggil temennya untuk periksa aku," jelas Ayna.

"Maaf kalau saya baru mengantar Ayna pulang," ucap Adnan.

"Masuk Ayna," ucap Bian pada Ayna.

Ayna dengan ragu-ragu meninggalkan Adnan bersama kedua kakaknya itu. "Adnan bakal baik-baik aja kan."

Setelah Ayna masuk, Adrian dan Bian memberi tatapan sinis kepada Adnan. "Saya sudah bilang ya sama kamu, jauhin adek saya!!"

"Saya tidak akan pernah bisa jauhin Ayna karna dia milik saya," jawab Adnan kepada Bian.

Adrian tersenyum mengejek. "Apa kamu bilang? Setelah apa yang kamu lakuin ke Ayna, masih bisa kamu bilang dia milik kamu."

"Kalian salah paham."

Di lain tempat, Ayna sungguh gelisah. Ia tidak bisa berdiam diri di dalam kamarnya. Ia sangat takut jika kedua kakaknya marah pada Adnan karena sebelum masuk Ayna melihat tatapan Bian yang tidak biasanya. Entahlah, perasaan Ayna tidak enak. "Apa gue telfon aja ya."

"Kenapa gue jadi makin enggak tenang gini sih."

Tok tok tok

"Sayang."

Ayna segera membukakan pintu kamarnya, terlihatlah wajah wanita yang sangat Ayna sayangi. "Bunda, hiks hiks."

Dengan cepat bunda membawa Ayna ke tempat tidurnya dan memeluknya. "Jangan nangis, kakak-kakakmu enggak berbuat apa-apa kok."

Call My NameTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon