-1- Nisan Penyihir

14.5K 1.3K 207
                                    


Bocah lelaki itu melompat-lompat dengan kaki kecilnya yang sesekali menendang batu kerikil di hadapannya sambil bersenandung.  Sang kakek mengikuti dari belakang, menatap punggung cucunya dengan pandangan sendu.

Bocah itu baru saja dipisahkan dari kedua orangtuanya di kota karena keadaan yang memaksa dan mengharuskannya ikut dengan kakeknya tinggal di sebuah desa terpencil.  Awalnya bocah itu menolak, namun karena kakeknya berkata bahwa mereka akan menyusul, bocah itu jadi lebih gampang dibujuk.

Ini baru seminggu bocah itu berada di desa itu.  Namun entah sudah berapa kali ia menanyakan tentang kedatangan orangtuanya.  Memang anak kecil tidak bisa jauh dari orangtuanya.  Untuk menanggapi pertanyaan cucunya, sang kakek hanya bisa mengalihkan pembicaraan dan berkata "tunggu saja, mereka sibuk..."  Sang kakek tahu, orangtua bocah itu tidak akan bisa datang.

Lebiih tepatnya, tidak akan mau datang.


"Yuji..."  Sang kakek memanggil cucunya yang sudah berlari agak jauh darinya dan memintanya agar berjalan lebih pelan.

Yuji, sang cucu hanya mengangguk dan menunggu kakeknya mendekat lalu menggandeng tangannya.  Ia sendiri juga merasa lelah sehabis berlari-lari.  Jadi ia memutuskan untuk berjalan santai dengan kakeknya itu.

Mereka melewati rute yang belum pernah dilewati oleh Yuji, sekalian agar Yuji dapat mengenali lingkungan barunya ini dan sedikit melupakan tentang orangtuanya yang tidak mungkin datang menemui mereka saat ini.

Mereka melewati area persawahan, dimana saat itu hampir musim panen.  Bulir-bulir padi disana sudah berubah warna membuat siapapun merasa melihat ladang emas.  Yuji kembali berlari riang dan menepuk tangan kecilnya bersemangat.  Ia menunjuk-nunjuk padi yang mulai menguning, berganti menunjuk orang-orangan sawah dan burung pipit yang terbang di udara.

Sang kakek hanya menanggapi dengan senyum kecil.


Pandangan Yuji teralihkan oleh sebuah tumpukan batu besar di pinggir sawah, warnanya terlihat kontras dengan kuningnya padi.

"Batu apa ini?  Mengganggu pemandangan!"  Celoteh Yuji jujur sambil menunjuk tumpukan batu itu.  Sang kakek menurunkan tangan Yuji dan mengelus kepala cucunya itu sayang.

"Itu nisan penyihir"

"Nisan penyihir?"


"Ya.  Dulu ada seorang penyihir yang sangat kuat, ia berusaha untuk membunuh putri kerajaan yang mengkhianatinya.  Namun ia mati di tangan ksatria kerajaan yang lebih kuat darinya."  Wasuke, sang kakek bercerita.  Ia pernah mendengar itu, entah dari siapa dan kebenaran ceritanya yang terdengar seperti dongeng.  Menurutnya itu konyol.

"Ksatria?  Siapa namanya?"  Yuji memandang kakeknya dengan berbinar.


"Namanya...  Itadori Yujiii!!"  Wasuke menggendong Yuji dan memutar-mutarnya di udara.  Yuji hanya tertawa girang.  Pipinya yang gembil membuat mata lebarnya terlihat sipit saat tertawa.  Tak lama kemudian, Wasuke menurunkan Yuji.

"Kita mau kemana?"  Tanya Yuji saat mereka lanjut berjalan.

"Ke makam nenek."

pythonissam [END] ✔Where stories live. Discover now