20. Ulang Tahun Naila

155 45 181
                                    

Selamat membaca semua, semoga suka dengan ceritaku ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selamat membaca semua, semoga suka dengan ceritaku ini.

.
.

Satu Minggu telah berlalu. Masa penentuan Naila tentang surat perjanjian kontrak itu adalah besok. Di mana dia akan menjawab 'iya' atau 'tidak' untuk meneruskan hubungannya dengan Samuel. Sebenarnya dia sudah merasa nyaman berada di dekat Samuel, walau masih ada sedikit keraguan dalam hatinya.

Tak mau berlama-lama memikirkan hal itu, Naila bergegas keluar rumah. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam lebih. Untung saja tadi dia sempat memasang alarm, jika tidak mungkin sekarang dia masih bergelut dengan mimpinya.

Masalah sikap Gavin waktu itu?  Ternyata dia sedang fokus untuk mempersiapkan olimpiade IPA yang tinggal menghitung hari. Padahal sebelumnya, Naila sempat berpikir ada sesuatu hal buruk yang terjadi. Untunglah itu hanya pikirannya saja.

Saat sudah di depan rumah. Mata Naila menangkap Gavin yang tengah bersender pada tembok. Saat dia ingin membuka suara, Gavin lebih dulu menariknya, dan memintanya untuk segera ikut. Mau tidak mau, dia hanya bisa pasrah mengikutinya.

Saat sepuluh menit perjalanan, Gavin menghentikan motornya, dan mengikat kain batik itu, menutupi mata Naila.

Dengan mata yang tertutup oleh, Naila diarahkan berjalan oleh Gavin. Tinggal beberapa menit lagi waktu menunjukkan pukul 12 malam. Di mana pergantian hari sudah di depan mata, dan usia Naila yang bertambah menjadi 17 tahun.

"Vin! Lo mau bawa gue kemana sih?" tanya Naila yang berjalan di tengah kegelapan.

"Ikut aja, Nai."

Gavin menghentikan langkahnya.

"Kok berhenti, Vin? Udah sampai?"

Gavin membuka penutup mata itu. Sunyi. Itulah yang mampu menjelaskan keadaan saat ini. Tak jauh dari tempat Naila berdiri, ada danau yang biasanya dia kunjungi bersama Gavin.

"Gue mau ngomong sama lo, Nai," ujar Gavin.

"Ya udah ngomong aja."

Gue cinta sama lo, Nai. Sayang, kalimat itu hanya mampu Gavin katakan dalam hatinya.

"Gak jadi, Nai." Gavin kembali memasang penutup mata itu.

Bibir itu seakan terkunci, padahal ingin sekali Gavin mengatakan isi hatinya pada seseorang yang dicintainya. Yap, orang itu adalah Naila—sahabat masa kecilnya.

Perasaan itu hadir begitu saja. Sebenarnya sudah lama Gavin merasakan hal ini. Namun, dia takut jika kebenaran ini terungkap, Naila justru menjauh darinya. Sepertinya memang benar perkataan Dimas waktu itu, persahabatan lawan jenis apalagi itu sudah terjalin lama, tidak mungkin jika salah satu diantara mereka tidak ada yang mempunyai rasa cinta.

"Gak jelas lo, Vin!" hardik Naila.

Gavin kembali menuntun Naila, lalu berhenti ketika dia rasa tujuannya sudah dekat. 

Ganai Where stories live. Discover now