34. Melupakan atau dilupakan

131 14 0
                                    

Di balkon kamarnya, Naila termenung menatap rapor di tangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di balkon kamarnya, Naila termenung menatap rapor di tangan. Dari pagi hingga malam, dia belum sempat membuka hasilnya. Naila hanya mengetahui jika dirinya tidak masuk peringkat lima besar—seperti apa yang sudah menjadi targetnya—memenuhi tantangan dari Gavin.

Namun, Naila sudah merasa senang sekaligus bangga pada dirinya sendiri, setidaknya ada kemajuan dengan meraih peringkat sepuluh besar dan mungkin di semester kedua nanti dia bisa memperbaiki agar bisa lebih baik lagi. Walau pun rasa malas belajar masih melekat dalam dirinya.

Tak mau berlama-lama di balkon, Naila kembali ke kamarnya. Udara malam ini terasa dingin, terlebih dia hanya memakai kaos serta celana pendeknya.

Usai meletakkan rapor pada meja belajarnya, Naila memutuskan untuk mengganti pakaian, tetapi begitu membuka lemari dia teringat akan sesuatu.

"Tadi gue udah matiin kompor belum, sih?" gumam Naila sambil mengingat-ingat. Dia memang memiliki kebiasaan lupa mematikan kompor usai menggunakannya.

Naila menutup paksa pintu lemari dan berlari menuju dapur. Sampai di dapur, dia bernapas lega ketika melihat kompor dalam keadaan mati.

"Lupa matikan kompor lagi?" tanya Bastin yang muncul dari arah samping Naila.

"Gak kok, Pah. Tuh buktinya udah mati, kan?" Naila menunjuk kompor dengan jari telunjuknya.

Bastin semakin mendekati putri semata wayangnya itu. "Papa punya sesuatu buat kamu, Naila."

Raut wajah kaget lebih mendominasi, kala Naila melihat papanya yang menyerahkan sebuah kotak dengan pita hitam di atasnya. 

Saat Naila ingin membuka, Bastin justru mencegah pergerakannya dan mengatakan bahwa kotak itu boleh dibuka ketika dia sudah berada di kamar.

"Kalau gitu Naila ke kamar, ya, Pah. Gak sabar buat buka. Makasih, Pah udah ngasih Nai hadiah dadakan gini."

"Itu bukan dadakan. Tadi mama kamu cerita kalau kamu banyak peningkatan di sekolah kata wali kelas. Papa bangga sama kamu, Sayang."

Senyuman menghiasi wajah Naila. "Ngomong-ngomong, Pah. Nai kangen denger papa manggil mama dengan sebutan sayang. Kayak dulu pas masih kecil, tapi sekarang mama udah sama papanya Vanda.

Bastin menghela napas. "Semua sudah berbeda Naila. Katanya mau cepat buka hadiah? Kok masih di sini?"

"Eh, iya! Ya udah, Pah selamat malam." Naila memeluk papanya sekilas sebelum kembali ke kamarnya.

Bastin menyunggingkan senyumnya kala melihat putri semata wayangnya yang tampak antusias itu. Sejujurnya Bastin pun merindukan keharmonisannya bersama Riana—mantan istri yang kini telah memiliki keluarga baru.

Tak bisa dipungkiri rasa penyesalan itu masih ada sampai detik ini, hanya bisa bersembunyi dibalik kata andai kejadian saling salah paham itu tak terjadi, pasti saat ini Bastin berkumpul bersama anak dan istrinya dengan bahagia.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 04, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ganai Where stories live. Discover now