24. Pesan dari Gavin

121 35 126
                                    

Selamat membaca semua, semoga suka dengan ceritaku ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca semua, semoga suka dengan ceritaku ini.

Warning : Part Pendek

.
.

Hari ini adalah hari pertama SMA Nusa Indah menjalankan PAS. Seharusnya hal itu sudah terlaksana sejak Minggu lalu. Namun, karena sebuah masalah alhasil diundur hari ini. Semua tampak was-was begitu bel masuk dibunyikan. Berbeda dengan Naila yang justru dengan santainya memasuki ruang ujian, dengan permen yang sudah dia siapkan di saku seragamnya. Mapel pertama adalah bahasa Indonesia.

Semalam, Naila dihantam materi yang diberikan Gavin. Sungguh hal itu membuatnya pening. Walaupun sekarang apa yang diajarkan itu berhasil menghunus otaknya. Semoga saja soal yang dikerjakan tidak  jauh beda dengan yang dipelajarinya.

Tak lama setelah bel dibunyikan, guru pengawas mulai berdatangan. Memasuki setiap ruangan, dengan tangan yang membawa lembar soal dan jawaban.

Mendadak seisi kelas menjadi hening, begitu lembar kertas itu berada ditangannya. Tak sedikit juga yang mengeluh, karena memang soal bahasa Indonesia identik dengan soal cerita, dimana biasanya membutuhkan waktu lebih hanya untuk membacanya.

Berbeda dengan Naila, dia melirik sekilas ke arah lembar jawabnya yang masih kosong, sebelum akhirnya dia membuka bungkus permen dengan sangat pelan, agar tidak menimbulkan suara khas seperti biasanya.

Sepuluh menit berlalu, Naila mulai berkutat dengan soal itu. Berulang kali dia membacanya teliti, karena biasanya ada soal yang menjebak, dan dia sering masuk dalam jebakannya. Namun, tidak untuk hari ini. Dia teringat janji Gavin semalam.

"Nai, kalau misal lo bisa dapet peringkat 5 besar, gue akan lakuin apa yang lo mau."

"Beneran gak nih? Ntar bohong lagi."

"Bener, tapi kalau lo gak bisa dapet segitu. Gue yang akan minta sesuatu ke lo. Gimana?"

"Oke! Siapa takut?"

Hingga waktu mengerjakan telah habis, semua murid di kelas XI IPS 4 bergantian maju menyerahkan lembar jawab di meja guru. Dengan keringat dingin yang sudah membasahi wajah, Naila berusaha untuk menyelesaikan soalnya yang kurang dua. Namun, ketika guru memanggilnya, dia terpaksa menjawab asal kedua soal itu. Entah benar atau tidak, semoga keberuntungan berpihak pada padanya.

Begitu waktunya istirahat, Naila memilih untuk menggunakannya sebagai waktu belajar. Mengulang kembali apa yang semalam dia serap. Mapel selanjutnya tak lain adalah PPKn.

"Nai, kantin, yuk! Gue dah laper banget, nih," ajak Vanda dengan tangan yang mengelus perutnya sendiri.

"Sama Raisa dulu, Van. Gue mau belajar."

"Wah! Tumben banget, Nai."

"Sekali-kali, udah sana jangan ganggu waktu belajar gue!" gertak Naila.

---o0o---

Naila bernapas lega, begitu dia keluar dari ruangan. Dia melirik ke arah jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 11 tepat. Sebuah pesan dari ponselnya menghentikan langkahnya.

Samuel
Langsung ke gerbang Nai. Ntar gue nyusul, lagi ada urusan sebentar. (10.59) ~Read

Naila hanya membaca pesan itu, dia berjalan santai menuju gerbang. Namun, tiba-tiba Pak Irwan datang menghampirinya.

"Naila bisa bantu saya sebentar?"

"Bantu apa, Pak."

"Ini tolong ambilkan tas saya di motor, kamu tahu kan motor saya?"

"Tahu, Pak. Itu yang warnanya merah bukan?"

"Iya. Nanti kasih ke meja saya."

Naila mengangguk sambil tersenyum. Sepertinya diantara puluhan guru di sekolah ini, dia paling dekat dengan Pak Irwan. Lagi pula jika dilihat-lihat Pak Irwan ini tampan, tetapi sayangnya masih betah sendiri. Hal itu yang membuat dia sering kali membahas tentang pasangan, walau akhirnya Pak Irwan tidak pernah menanggapinya.

Di sisi lain, Gavin berjalan menuju kelas XI IPS 1, yang tak lain adalah kelas Samuel.

"Sam! Gue perlu bicara sama lo," ujar Gavin. Dia melihat Samuel yang hendak keluar dari kelasnya.

"Dimana?"

"Parkiran."

Mereka berjalan beriringan, sesekali Samuel menatap heran Gavin. Kira-kira hal apa yang akan Gavin katakan kepadanya. Sebelum itu, dia sudah memberi kabar pada Naila untuk menunggunya di gerbang sekolah.

Begitu sampai di tempat tujuan, Gavin menyerahkan secarik kertas pada Samuel. Ketika Samuel ingin membukanya, suara Gavin menghentikan pergerakannya.

"Itu daftar tentang Naila. Mungkin lo butuh," ujar Gavin.

"Kenapa lo ngasih ini ke gue?"

"Lo pacarnya bukan? Sudah seharusnya seorang pacar tahu hal yang disuka atau tidak dari Naila. Berhubung gue baik, gue kasih itu ke lo."

"Gue bisa cari tahu sendiri," tolak Samuel lalu menyobek kertas itu.

Masih dengan gaya cool-nya Gavin memandang remeh Samuel. Seolah apa yang dia berikan itu tidak ada harganya.

"Sombong banget lo!"

"Masalah? Lo siapa? hanya teman bukan?"

Gavin tidak menanggapinya, dia justru berkata. "Oh, ya, gue  juga punya dua pesan sama lo. Jaga Naila, dan jangan sekali-kali lo sakitin dia. Kalau sampai itu terjadi, lo berhadapan sama gue." Setelah kata itu terucap. Gavin lantas menaiki motornya dan melesat meninggalkan area sekolah.

Samuel melirik sekilas jam tangannya, dia merasa dirinya telah membuat Naila menunggu lama. Alhasil kini dia berlari sampai tidak sadar telah menabrak seseorang.

"Nai? Kok lo masih di sini? Bukannya gue nyuruh lo langsung ke gerbang? Dan itu tas siapa?" Berbagai pertanyaan keluar dari mulut Samuel.

"Ini tadi gue diminta Pak Irwan buat ambilin tasnya, nah sekarang gue mau ke kantornya."

"Ya sudah, sini tasnya biar gue yang kasih ke Pak Irwan."

Naila menggeleng, dia terus berjalan tanpa memperdulikan Samuel yang teriak-teriak di belakangnya.

.
.

Jangan lupa tinggalkan jejak buat kenang-kenangan, karena itu sangat berarti banget. So, tunggu apa lagi?

Terima kasih juga buat kalian yang udah Vote & Coment di cerita ini.

Boleh juga kasih saran & masukannya.

Boleh juga kasih saran & masukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ganai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang