22. Sebuah Surat Ancaman

110 34 101
                                    

Selamat membaca semua, semoga suka dengan ceritaku ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selamat membaca semua, semoga suka dengan ceritaku ini.

.
.

Sejak berpacaran dengan Samuel, Naila jarang terlihat bersama dengan Gavin. Hal itu yang membuat Gavin dihadiahi beberapa pertanyaan dari kedua temannya—Dimas, dan Raka.

Saat ini, mereka bertiga tengah berada di kantin Nusa Indah. Dengan bakso, dan juga es teh yang tersisa setengah.

"Deket dari dulu. Eh, jadiannya sama orang lain," celetuk Dimas.

"Lo sih kalah gercep sama si Sam," sambung Raka dengan ponsel yang dia genggam miring. Sepertinya dia sedang bermain game.

"Kenapa emang?"

"Gue tahu, Vin. Lo sebenernya suka kan sama Naila? Cuma lo ragu? Dan sekarang lo nyesel?"

Apa yang dikatakan Dimas, sangat tepat. Namun, apalah daya jika nasi sudah menjadi bubur.

"Kalo emang Naila bahagia sama Samuel, buat apa gue nyesel? Toh, asal dia bahagia, gue juga ikut bahagia."

"Lo ngomong gitu gampang, tapi isi hati lo?"

"Bisa bahas yang lain?" tanya Gavin untuk mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin  terbawa suasana seperti ini.

Seseorang datang dari belakangdan menimpuk kepala Gavin. Dia meringis kesakitan, merasakan denyutan di kepalanya yang kembali terasa.

"Eh, sakit, Vin? Maaf gue gak sengaja," pinta Naila.

"Biasa aja. Lagian lo tiba-tiba dateng main ngagetin aja!" Gavin berkata seperti itu dengan lancar, walau sebenarnya dia merasakan sakit yang teramat pada kepalanya.

Menyadari perubahan wajah Gavin yang pucat, membuat Naila dirundung kecemasan. Apakah tadi dia terlalu keras menimpuk kepala Gavin.

"Vin! Lo pucet banget."

"Gue gak papa, Nai. Udah lo tenang aja."

"Mana bisa gue tenang, Vin! Lo pucet banget. Gue gak mau terjadi apa-apa sama lo, Vin!"

Usai mengatakan hal itu, Gavin jatuh dalam pangkuan Naila, dan tak sadarkan diri. Melihat hal itu, dia kaget, lantas meminta Dimas, dan Raka untuk membantu membawanya ke UKS. Bahkan sampai dikerumuni penghuni kantin, termasuk ibu kantin dengan pisau di tangannya, dan celemek yang menempel pada bagian dadanya.

Begitu sampai di UKS. Ternyata hanya ada anak PMR saja, sementara dokter yang biasa berjaga sedang keluar. Cairan kental merah keluar begitu saja dari hidung Gavin.

"Dim, lo bisa bantu gue lagi? Buat gotong Gavin keluar, dan lo, Rak bisa tolong cariin taksi? Gue mau bawa Gavin ke rumah sakit. Gue takut terjadi apa-apa sama dia, Dim, Rak."

"Oke, Nai," jawab Dimas dan Raka bersamaan.

Ketika Dimas hendak membantu mengangkat tubuh Gavin, seseorang masuk ke dalam ruang UKS.

Ganai Where stories live. Discover now