25 - Hilang

484 37 0
                                    

Hansel menutup begitu saja pintu di depan wajah Quitta. Membuat perempuan itu refleks memejamkan matanya.

"Angkasa!" teriaknya dari balik pintu apartemen Hansel yang sudah tertutup. Begitupula dengan hati Hansel yang sudah tertutup untuknya. Kisah masa lalunya saat remaja tentu harusnya sudah Hansel kubur dalam-dalam. Kesepakatan atau perjanjian yang ia buat hanya karena perasaan labil saat sedang kasmaran tidak harus diungkit di masa kini.

Hansel mendengus. Suara perempuan itu masih terdengar dari luar. Ia mendudukkan dirinya di sofa ruang televisi, menyalakan televisi dengan volume keras-keras agar suara Quitta teredam. Sebenarnya ia khawatir jika tetangganya akan melihat keberadaan Quitta dan berpikir yang tidak-tidak.

Beberapa kali memanggil Hansel tidak juga membuat Hansel membuka pintu untuknya. Quitta memegang pintu itu. Jika memang bukan hari ini, mungkin esok ia akan kembali lagi. Ia ingin memperbaiki semuanya, jika belum terlambat.

"Sa, aku pulang ya. Kalo kamu belum bisa tenang hari ini, aku akan dateng lagi besok." sayup-sayup suara itu terdengar oleh Hansel. Gausah balik sekalian! Batin Hansel. Ia hanya terdiam tanpa membalas ucapan Quitta, hingga suara hak sepatu yang menjauh dari unitnya terdengar. Hansel bernapas lega. Setidaknya perempuan itu masih punya akal sehat untuk tidak melanjutkan aksi teriak-teriaknya di depan unit apartemen orang.

****

Jaga malamnya hari itu jelas hari yang sulit bagi Audrina. Ia mati-matian tersenyum disaat hatinya rasanya ingin dirinya menangis. Ia tetap berusaha profesional. Beberapa kali Arjuna mencium sesuatu yang tidak beres dari temannya itu. Tetapi Audrina bertekat tidak akan membicarakan apapun pada siapapun.

Audrina berjalan melewati lorong-lorong rumah sakit. Ia berniat kembali ke resting. Seluruh tubuhnya pegal. Jam 5 sore sampai jam 7 malam tadi IGD sangat ramai, membuat beberapa dokter jaga IGD menjadi kualahan.

Audrina menyapa beberapa rekan kerjanya dan juga pasien yang berlalu lalang. Seseorang menepuk bahu Audrina dari belakang, Audrina menoleh dan mendapati Rad yang melakukannya.

"Dokter Audrina." ucapnya dengan cengiran 1000 watt yang mampu membuat perempuan-perempuan berjerit bahagia.

"Iya dok, gimana?" balas Audrina.

"Kamu sudah makan?" pertanyaan itu membuat Audrina justru tidak berselera. Moodnya benar-benar tidak menyenangkan hari ini.

"Sudah, dok." balasnya singkat. "Saya ke resting dulu, dok." pamitnya. Sebelum sampai pada langkah pertama, ponsel Audrina berbunyi. Devanka. Sungguh rasanya ia ingin menjerit kala itu juga.

"Halo, Van?" jawab Audrina saat menekan tombol hijau pada layarnya.

"Drin, lo udah makan?" pertanyaan itu sontak membuat Audrina memandang kearah Rad yang masih menunggu di tempatnya. Apa-apaan ini? Apa ini hari makan nasional? Batin Audrina.

"Udah, Van." jawab Audrina singkat.

"Weekend jadi kan? Gue jemput ya," sungguh, Audrina lupa tentang hal itu.

"Em, iya boleh. Siangan aja," ucap Audrina. "Udah ya, gue ada pasien nih." katanya berbohong. Ia memutus sambungan telepon itu dan meletakkan kembali ponselnya ke saku snelli.

"Kamu ada janji?" tanya Rad.

"Iya dok, sama temen saya." balas Audrina. "Saya duluan, dok." pamit Audrina benar-benar pergi dari hadapan Rad. Rad tahu betul Audrina sedang menghindarinya dan untuk itu, ia akan mencoba pendekatan dengan perlahan.

Audrina mendudukkan pantatnya diatas sofa resting. Beberapa kali jemarinya scroll media sosial dan beberapa kali juga ia menguap. Ia menghilangkan juga rutinitasnya menelepon Hansel dengan random setiap saat. Jika pagi tadi semuanya sudah diakhiri, berarti memang tidak ada lagi hal yang harus ia perjuangkan. Terlebih ucapan Hansel yang mengatakan bahwa mereka memang tidak bisa bersama. Mengingat kejadian pagi tadi membuat luka Audrina yang masih basah kembali berdenyut nyeri. Ada sesuatu yang hilang. 8 tahun hanya memikirkan Hansel membuatnya tidak terbiasa dengan kehampaan yang seketika menerpa. Ia tidak ingin menyerah, tapi jika itu artinya ia akan jadi perawan tua, cukup membuat Audrina merinding disko.

"Nana!" seru Arjuna yang baru memasuki ruangan resting. Entah berita apa yang teman hebohnya ini bawa, yang jelas keringat bercucuran di wajahnya. Matanya membelalak seperti habis melihat setan.

"Apaan sih lo? Heboh banget." gerutu Audrina. Arjuna memasrahkan dirinya di samping Audrina. Menyeka beberapa keringat dan menyugar rambutnya.

"Besok libur!" seru Arjuna. Mata Audrina melotot.

"Serius lo? Mana ada rumah sakit diliburin? Pasien kita gimana?"

"Yeee yang libur gantian. Bakal ada dokter dari luar negeri dateng kesini. Kayaknya mau semacam uji coba gitu. Direktur sendiri yang bilang. Jadi kita free!" ucap Arjuna heboh.

"Gak percaya gue sama omongan lo, orang belum ada pemberitahuannya." tepat saat Audrina menutup bibirnya, sebuah pesan dari grup chat IGD muncul, memberikan sebuah surat edaran untuk diliburkannya dokter IGD karena akan ada uji coba dokter dari rumah sakit luar negeri.

"Akhirnyaa!" seru Audrina ikut-ikutan heboh. Arjuna menimpali ucapan syukur itu. Setidaknya ada satu hari bagi Audrina untuk tertidur panjang dan merelaksasikan pikirannya.

****

Seperti biasa, pukul 6 pagi Audrina pulang dari jaga malamnya. Ia berjalan santai kearah lift apartemen sambil berdoa agar tidak berpapasan dengan makhluk yang paling tidak ingin ia temui wujudnya. Ia bersyukur sampai kunci apartemennya menancap di lubang dan diputar, tidak juga ada tanda-tanda dari tetangga sebelah apartemennya yang hendak keluar. Ia buru-buru masuk dan membersihkan diri.

Setelah sarapan, Audrina memilih mengenakan masker wajah. Hari itu benar-benar akan ia manfaatkan dengan baik. Semuanya berjalan sangat mulus layaknya pantat bayi, sampai sebuah suara mengganggu indera pendengarannya. Suara percakapan dua orang di jam 7 pagi. Siapa lagi kalau bukan berasal dari tetangga sebelahnya a.k.a mantan gebetannya.

Audrina mencoba mengabaikan itu. Ia kembali bersenandung pada lagu yang sedang ia dengarkan. Tetapi telinganya tidak juga mau berkompromi. Otaknya terus menyuruhnya untuk menempelkan telinga itu pada pintu--menguping. Dengan malas ia berjalan menuju pintu apartemennya sendiri dan menempelkannya seperti biasa. Terdengar suara percakapan dua orang. Satu suara ia kenal betul berasal dari Hansel dan satunya ia tidak dengar dengan jelas. Ni orang banyak banget kedatengan tamu perasaan. Batin Audrina. Ia tetap menempelkan telinganya rapat-rapat, sampai bunyi pintu tertutup dengan kasar membuatnya terlonjak. Apa-apaan?

Sejurus kemudian Audrina mendengar suara tangis. Itu jelas suara tangis perempuan. Hansel membuat seorang perempuan menangis? Terkutuklah pada sifat kepo Audrina, ia membuka pintu dan langsung berjalan pada pintu Hansel. Sebelum itu terjadi, matanya terkejut bukan main melihat perempuan yang menangis itu adalah orang yang ia kenal.

"Itta?!" seru Audrina terkejut. Quitta menoleh kearah Audrina dengan mata sembab. Wajahnya tidak kalah terkejut.

"Nana?!"

"Lo ngapain disini, Ta?" tanya Audrina mendekati temannya itu. Sekonyong-konyong Quitta berjalan kearah Audrina dan memeluk Audrina, menumpahkan tangisannya disana. Audrina yang tidak tahu apa yang terjadi hanya mencoba menenangkan temannya ini dengan mengelus rambut hitam legamnya.

"Its okay, Ta. Cup... Cup..." ucap Audrina mencoba menenangkan Quitta yang masih terisak.

Mau tidak mau otak Audrina berputar kembali saat ia mendengar percakapan Hansel dengan seseorang yang ternyata Quitta. Ada hubungan apa mereka? Kenapa Quitta sampai menangis seperti ini? Otaknya terus memikirkan hal itu sampai pintu apartemen Hansel terbuka, memperlihatkan Hansel dengan setelan kerjanya. Alisnya berkerut melihat pemandangan di depannya. Ia menyembunyikan dengan baik wajah terkejutnya.

"Nana? Lo ngapain?"

Your Bridge [Proses Remake]Where stories live. Discover now