4 - Memupuk Kebohongan

596 51 0
                                    

Audrina tersenyum pada pasiennya setelah memeriksa bahwa kondisi sang pasien mulai membaik. Ia mengangguk dan pamit pada keluarga sang pasien dan mengucapkan beberapa kata yang mampu membuat keluarga pasien lebih tenang. Audrina terkenal sebagai dokter yang baik dan ramah. Tak jarang beberapa pasiennya yang memiliki anak seumuran dengan Audrina, menawari Audrina agar mau berkenalan dengan anak mereka yang menurut mereka tampan.

Dimana pun orang-orang akan selalu beranggapan dokter adalah menantu idaman. Audrina hanya menanggapi itu dengan guyonan dan tertawa receh. Baginya tidak ada yang lebih idaman selain Hansel Karson Angkasa. Nama belakang Hansel memang selalu Audrina anggap lucu. Itu membuatnya gemas setiap saat.

Audrina sampai di kantin rumah sakit. Sudah sejak jam 6 dan saat ini jam 10, perutnya belum diisi dan minta diisi. Kondisi rumah sakit saat itu tidak terlalu ramai. Ia membeli 2 kotak susu dan 2 roti untuk mengganjal perutnya. Ia hanya tidak ingin maag nya kambuh saat menangani pasien nanti.

Audrina duduk di salah satu kursi ruang tunggu. Ia menyalakan ponselnya, scroll media sosial dengan jarinya yang lentik. Kadang ia merasa hidup tidak adil kala ia harus bekerja di shift malam, sedangkan Hansel bekerja seperti kebanyakan orang lain. Pagi hingga sore. Kurang lebih keadaannya saat Hansel berangkat kerja, Audrina ada di apartemen, saat Audrina bekerja, Hansel beristirahat di apartemen. Itu yang membuatnya merasa hari minggu akan ia manfaatkan dengan baik untuk berusaha merebut hati Hansel.

Seseorang duduk di sebelah Audrina. Menjarak satu kursi dari tempatnya duduk. Audrina menoleh, kemudian mata mereka bertemu. Orang itu lalu tersenyum padanya. Senyum yang mampu menggetarkan hati wanita manapun.

"Istirahat, Na?" ucap Radhian. Ia kemudian melirik ke leher Audrina yang ternyata terdapat kalung pemberiannya disana.

Audrina mengangguk. Sepertinya Radhian menyetujui permintaannya untuk sekedar berteman saat ini.

"Dokter belum pulang?" tanya Audrina mencoba basa-basi.

"Abis nyelesaiin jurnalku." jawab Radhian. "Mau pulang eh liat kamu disini.."

Audrina mengangguk sambil menyeruput kembali susu yang ia pegang.

"Cowok kemarin itu siapa, Na? Pacar kamu?" tanya Radhian.

"Eh, bukan dok. Temen kuliah dulu." jawab Audrina. Ia tentu saja enggan mengatakan bahwa Hansel adalah pujaan hati + orang yang memiliki tempat khusus di hatinya sejak dahulu. Ia takut mematahkan hati orang lain disaat ia tahu bagaimana rasanya patah.

"Protektif ya," komentar Radhian. "Berarti kalian akrab banget dong."

Audrina tertawa sumbang. Kemudian ia jadi penasaran.

"Kalau cowok udah kayak temen saya kemarin, itu tandanya protektif dok?" tanyanya.

Radhian mengangguk sambil menyandarkan punggungnya pada kursi.

"Karena aku kaum adam, aku tau kalo gerakan yang temenmu lakuin kemarin itu agak.." Radhian terdiam berusaha menyampaikan kata yang pas. "Agak berbeda.." sambungnya.

"Maksudnya gimana dok?"

"Bisa jadi temenmu itu suka sama kamu." ucap Radhian. "Eh jangan sampe deh, aku gak siap punya saingan."

Lagi-lagi Audrina tertawa sumbang. Tanpa sepengetahuan Radhian, sesungguhnya saingannya amat berat.

Tiba-tiba ponsel Radhian berbunyi tanda telepon masuk. Ia mengangkat telepon itu sambil memberi isyarat pada Audrina ia harus pergi. Audrina terpaku memandangi punggung Radhian yang semakin lama menjauh. Kalau yang Radhian katakan benar, apakah perjuangannya 9 tahun ini hampir mencapai titik terang?

Your Bridge [Proses Remake]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora