33 - Jalan masing-masing?

487 37 0
                                    

"Seriously, Dek? Lo terima lamaran Rad?" tanya Arion malam harinya. Ia bahkan tidak dengar lamaran Rad siang tadi karena pikirannya terlalu fokus pada pekerjaan kantor yang ia tinggalkan.

Audrina sambil memakan kacang mengangguk.

"Yakin lo?" tanya Arion lagi. "Santai banget lo, bocah!" sergah Arion sambil melemparkan kacang pada Audrina.

"Ih apa sih lo lempar-lempar?!" sergah Audrina kesal.

Arion berdecak.

"Lo yakin? Lo paham gak sih maksud lamaran? Kalo lo terima, artinya lo bakal nikah sama Rad. Artinya lagi, lo satu atap. Artinya lagi, lo gak boleh punya perasaan apapun sama orang lain selain suami lo--termasuk perasaan lo sama Hansel." jelas Arion. "Aduh heran gue ginian aja kudu dijelasin." komentarnya lagi.

Audrina mendengus.

"Gue tau kali."

"Kalo tau, kenapa diterima?" pertanyaan Arion menohok hati Audrina.

"Gue suka liat mamah sama papah senyum tadi. Kebawa suasana aja." jawabnya santai. Arion menoyor kepala Audrina, membuat adiknya itu mengaduh.

"Lo gak boleh kayak gitu, Dek. Kalo dia lama-lama tau kalo lo masih cinta sama Hansel, lo menyakiti banyak pihak." ucap Arion. "Baru kemarin lo nangis-nangis bilang cinta sama Hansel. Masa besoknya lo terima lamaran Rad. Hati lo tuh gimana sih?"

Pertanyaan itu menohok langsung pada hati Audrina. Ia ingin menolaknya, ia punya seribu alasan menolak lamaran Rad. Tetapi, jika ia mengejar Hansel lagi, ia takut menerima kenyataan pahit yang sering ia alami dahulu. Ia bahkan tidak tahu setengah tahun ini apakah Hansel sudah memiliki calon atau belum. Kalau sudah, ia hanya akan menyesal sudah menolak lamaran laki-laki yang baik seperti Rad.

"Gue cinta banget sama Hansel, Mas. Tapi kalo gue harus berjuang lagi, gue takut." balas Audrina. "Gue pengen ngerasain dicintai."

Arion menghela napas. Ia paham perasaan adiknya itu.

"Lagian, perasaan gue bisa aja berubah kan kalo nanti udah nikah sama Rad." sambungnya.

"Gue baru inget, lo udah dilamar aja. Gue aja belum lamar pacar gue." tutur Arion baru teringat mengenai dirinya. "Lo gak boleh langkahin gue ya!"

"Dih, iya-iyaa,"

Arion menepuk puncak kepala adiknya itu.

"Kalo lo mikirnya kayak gitu, gue cuma bisa berdoa yang terbaik buat lo, Dek. Apapun pilihan lo, gue dukung."

"Yeee tumben sweet amat. Minta apa sih lo?" ledek Audrina.

"Lo tuh ya, gue serius malah dibercandain mulu." sergah Arion.

Audrina tertawa.

"Iya, Mas. Makasih ya,"

****

Beberapa hari setelah lamaran Rad berlalu, status Audrina tentu saja meningkat. Kini bukan hanya rekan kerja, melainkan pacar Rad. Itu membuat rekan satu rumah sakit mereka bersorak bahagia. Termasuk Vian yang notabenenya pro pada Rad untuk mendekati Audrina.

Beberapa hari itu pula, Audrina hanya membiarkan semuanya mengalir. Ia tidak lagi pusing dengan ada siapa di hatinya sekarang. Ia sibuk membuka celah pada hatinya lebih lebar agar Rad bisa lebih mudah masuk.

Audrina berjaga di IGD seperti biasa. IGD sedang sepi, jadi ia lebih leluasa scroll media sosial. Jemari lentiknya terus memainkan ponselnya. Melihat beberapa berita, atau melihat instagram yang sudah lama tidak Audrina buka. Sedang asik melakukan itu, tiba-tiba muncul sebuah foto. Foto itu berasal dari akun Hansel yang dengan sialnya belum ia unfollow. Mata Audrina melotot seketika. Di dalam foto itu, terdapat Hansel bersama seorang perempuan yang tidak Audrina kenal, berdiri di depan sebuah tembok yang dihias bagus layaknya tembok pernikahan dengan ukiran huruf H dan S. Hansel mengenakan pakaian batik rapi, begitupula perempuan disampingnya mengenakan kebaya simple yang terlihat cantik di tubuhnya. Seketika jantung Audrina berdegup kencang. Hansel lamaran? Dengan siapa? Ia buru-buru melihat kolom komentar, tetapi masih kosong. Ia hendak menanyakan itu pada Cade, tapi Audrina ingat, ia sendiri juga sudah memiliki Rad. Ia sendiri juga sudah menerima lamaran Rad. Buru-buru Audrina menekan tombol unfollow di akun Hansel. Biarlah luka yang masih basah itu semakin merembes untuk saat ini. Audrina berharap, luka itu dapat ditutup dengan baik dengan kehadiran Rad di hidupnya.

****

Malam harinya, Rad mengajak Audrina untuk makan bersama diluar. Ia ingin mencoba membahagiakan perempuan yang dicintainya itu.

Rad sengaja memilih rumah makan yang Audrina suka. Mereka duduk berhadapan, makanan sudah terjejer begitu banyak di depan mata mereka. Melihat Audrina yang tidak begitu bersemangat membuat Rad penasaran.

"Kamu kenapa?" tanyanya kemudian.

Audrina mengerjap.

"Hah? Gapapa kok, yuk makan."

Rad melihat Audrina tidak baik-baik saja.

"Kalo kita nikah, kamu mau nuansa apa?" pertanyaan random Rad membuat perhatian Audrina tersita. Ia terlihat berpikir sejenak.

"Krem bagus kali ya," ucap Audrina.

Rad mengangguk. Ia setuju dengan apapun yang Audrina pilihkan.

"Mama mau ketemu kamu weekend. Kamu bisa?" tanya Rad.

Binar mata Audrina menjadi antusias. Ia mengangguk.

"Aku harus pake baju apa ya? Aku harus keliatan rapi di depan calon ibu mertua." tanyanya.

Rad tertawa.

"Apa aja cantik kok," pujinya membuat Audrina tersenyum. Ada perasaan hangat yang selalu Audrina rasakan ketika bersama dengan Rad.

"Oh iya, minggu depan kuliahku dimulai." ucap Audrina.

Rad mengangguk.

"Tenang aja aku bakal bantu kalo kamu kesulitan sesuatu." senyum Audrina merekah mendengar itu. Tentu saja Rad akan selalu ada di sampingnya.

"Makasih, Mas." balas Audrina sambil tersenyum. "Mas,"

"Iya?"

"Kenapa kamu bisa cinta sama aku?" tanya Audrina.

Rad berpikir sesuatu.

"Aku gak perlu alasan buat cinta sama kamu kan? Intinya aku nemuin yang kubutuhkan itu di kamu." jawab Rad. Dan jawaban itu yang Audrina cari. Ia jadi tahu perasaan Rad padanya sama persis seperti perasaan Audrina pada Hansel dahulu. Perasan tulus itu. Dan Audrina tidak ingin merusak perasaan tulus itu. Ia tidak ingin menjadi Hansel. Ia ingin juga membalas perasaan Rad.

"Jawabanku memuaskan gak?" tanya Rad sambil menyuap makanannya.

Audrina mengangguk.

"Banget,"

"Yaudah, dihabisin makanannya." ucap Rad. Audrina mengangguk dan melahap makanan di hadapannya.

Setelah makan malam itu, Rad mengantar Audrina sampai ke apartemennya. Ia pergi setelah melihat Audrina masuk ke dalam lobby apartemennya. Audrina memasuki liftnya seperi biasa. Ia membawa bingkisan yang Rad berikan untuk kedua orangtuanya. Audrina keluar dari lift saat lift berhenti di lantai unit apartemennya. Setelah berbelok, langkahnya seketika berhenti. Audrina membeku melihat punggung laki-laki yang sudah lama sekali tidak ia lihat. Laki-laki itu sedang mengunci kamar apartemennya. Saat laki-laki itu membalikkan tubuhnya, matanya langsung bertemu pada mata Audrina.

Audrina masih diam terpaku. Ia meremas pegangan bingkisan yang ia bawa. Laki-laki di depannya pun ikutan terdiam. Ada atmosfer familiar yang menguap di sekeliling mereka. Membuat waktu terasa berhenti. Tanpa basa basi, Hansel berjalan menuju Audrina, merentangkan tangannya dan merengkuh tubuh perempuan itu dalam pelukannya. Audrina yang terkejut dengan refleks melepas genggaman tangannya pada bingkisan yang ia bawa, menjatuhkannya ke lantai. Tangannya yang bebas langsung membalas pelukan laki-laki yang tengah memeluknya ini. Menenggelamkan dirinya pada aroma yang selama ini selalu ia rindukan. Perasaan yang mati-matian ia bunuh, muncul dengan cepat ke permukaan. Audrina memeluk erat tubuh Hansel, menopangkan kepalanya pada pundak laki-laki itu. Hansel mengeratkan pelukannya, mengatakan pada semesta bahwa ia tidak akan melepaskan perempuan ini,

"Apa kabar, Na?" tanya Hansel disela-sela pelukan mereka, membuat jantung Audrina berdetak tidak karuan. Audrina tidak menjawab, ia sengaja menempelkan telinganya pada dada kiri Hansel, mencari-cari degupan yang dahulu pernah juga ia cari. Ia tersenyum saat mendengar degupan pada dada Hansel berdetak kencang seirama dengan miliknya. Kali ini ia tahu, 8,5 tahunnya tidak menjadi sia-sia.

Your Bridge [Proses Remake]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora