4. Orang baik dan orang jahat

6.2K 1.3K 379
                                    

"AAAAAA..."

"Ayo, Bu, sedikit lagi, dorong terus."

"Eeeunnnghh."

"Terus, Bu, sebentar lagi."

"Huuhh... Huuuhh.. Hahuuuhh... Maaas, dari tadi bentar lagi bentar lagi, gak keluar-keluar," keluhnya, dengan keringat mengalir di seluruh wajah. Seorang pria yang berdiri di sebelahnya mengeratkan genggaman tangannya.

"Kamu pasti bisa, Sayang. Sebentar lagi. Kamu dorong sekali lagi, ayo tarik napasnya."

Syila pun menarik napas panjang, sambil mendengar dokter yang terus berucap bentar lagi bentar lagi tapi gak selesai-selesai. Sebenernya anaknya udah keluar atau belum sih?

Sementara itu di luar ruangan. Dua remaja berusia tiga belas tahun dan seorang gadis berusia enam tahun menunggu dengan harap dan cemas bersama kakek dan nenek mereka, juga anggota keluarga lain yang bisa datang saat diberitahukan kalau Syila akan melahirkan.

Haura duduk di samping kakek dari ayahnya, Alan. Sementara El, bersama dengan kakek dari ibunya, Satya. Al sendiri kini bersama dengan Ashwa, menggenggam tangan dingin wanita itu.

"Oma, bunda Al kuat, kok," ujarnya, berusaha menghilangkan kecemasan yang Al lihat dari raut wajah yang sudah tak semuda dulu lagi. Namun, tak banyak terlihat keriput di sana. Wajar saja, perawatan kecantikan yang dimodalkan oleh suaminya tercinta si-Alan Pramudana Wistara, dalam sekali jalan bisa untuk membeli beberapa kendaraan mewah beroda empat. Ekhm, malah pamer, kan ceritanya lagi tegang.

Kembali ke situasi terkini. Ashwa tersenyum, namun Al masih dapat melihat kekhawatiran di sana. Sebenarnya bukan tanpa sebab. Kehamilan ketiga ibundanya ini memang cukup mengkhawatirkan sejak kali pertama diketahui. Pertama, karena usia ibundanya yang sudah hampir mencapai kepala empat. Yakni 37 tahun. Sebelumnya ada kekhawatiran untuk melahirkan dengan normal. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ibu dengan usia 35 ke atas jika ingin melahirkan secara normal.

Yakni, memastikan keadaan umum ibu baik, tidak anemia, tidak ada penyakit lain yang memberatkan, berat janin dalam batasan normal, presentasi kepala, tidak ada panggul kecil, olahraga teratur dan pemeriksaan kesehatan dan kehamilan yang baik harus dilakukan. Begitulah kata dokter yang memeriksa keadaan Syila sejak kehamilan ketiganya ini. Dan untungnya Syila memenuhi syarat tersebut.

"Hhhaaaahh..."

Dan akhirnya perjuangan panjang selama delapan jam itu membuahkan hasil. Syila menjatuhkan kepalanya dengan lemah. Hasan yang sejak awal setia menemaninya mencium tangannya beberapa kali, lalu kecupan itu jatuh ke kening Syila. Namun, wanita itu masih diliputi khawatir, hatinya tak tenang melihat dokter dan para suster yang rusuh di depannya. Dengan suara lemahnya, dia berkata pada sang suami, "Mas, anak kita gak nangis," ujarnya, dadanya sesak seketika.

Hasan yang baru menyadari itu menegakkan tubuhnya. Melihat wanita yang membantu persalinan istrinya ini sedang menggosok punggung bayinya untuk membuat putranya menangis. Namun, bayi merah itu tak kunjung bersuara.

Malahan, tangisan Syila yang terdengar begitu kencang.

"HUAAAAAA."

Padahal tadi Hasan pikir suaranya sudah hampir habis.

Ruang bersalin menjadi lebih heboh dan diliputi kecemasan. Suara tangisan Syila sampai terdengar keluar, membuat orang-orang yang duduk menunggu di koridor itu langsung berdiri. El bersama dengan Haura berlari mendekati pintu, ingin masuk namun terkunci. Gadis berusia enam tahun itu memanggil bundanya sambil menangis. Air mata El pun sudah berjatuhan, merasa kalau di dalam tidak baik-baik saja. Karena dulu, El masih ingat di hari kelahiran Haura, bundanya tidak menangis seperti ini.

Different (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang